Bel pulang akhirnya berbunyi dan membuatku langsung membereskan buku ke dalam tas. Baru saja aku melangkahkan kaki keluar kelas, aku melihat Athalia tengah berdiri dengan punggung yang bersender ke dinding. Aku mengernyitkan dahi bingung melihatnya berada di depan kelasku. Seharusnya sekarang gadis itu tengah berada di depan kelas Erga dan menunggu cowok itu untuk pulang bersama.
"Erga gak bisa anter pulang," jawab Athalia lemah yang sepertinya tahu apa yang ingin ku tanyakan. Namun bukannya puas, aku malah semakin memperdalam kerutan dahiku. Mencoba berpikir kira-kira apa yang membuat cowok itu sampai gak bisa nganter Athalia pulang. Simple sih, tapi...entahlah.
Biasanya Athalia memang selalu pergi dan pulang sekolah bersamaku, walau cewek itu sudah memiliki kekasih. Namun terkadang ada harinya Athalia akan pulang bersama kekasihnya—saat ini Erga—, dan tragedi pulang bersama kekasih ini memang jarang sekali terjadi. Entah karena aku yang memang melarang, atau Athalia yang memang lebih memilih bersamaku.
"Aku sama kamu aja, ya?" pertanyaan Athalia menyadarkanku dari lamunan. Aku menatapnya yang sedang menatapku balik, tampaknya Athalia sedang lelah sekali. Aku melirik tas kecil yang di bawanya, terdapat baju olahraga terlipat di dalamnya. Sepertinya gadis itu baru saja menjalani pelajaran olahraga. Athalia memang termasuk gadis yang tak terlalu baik dalam olahraga. Terlebih dengan tubuhnya yang mungil membuat gadis itu sedikit kesusahan dalam beberapa bidang olahraga.
Aku menghela napas mencoba mencari jalan keluar. Aku bukannya tak ingin, tetapi hari ini aku akan menjalani latihan futsal untuk mengikuti pertandingan terakhirku di sekolah menengah atas. Aku melirik jam tangan yang tergantung di tangan kiriku, sekarang sudah pukul setengah dua dan aku akan latihan pukul dua. Dengan waktu yang hanya tersisa setengah jam aku tak akan bisa mengantar Athalia pulang kerumahnya dan kembali sekolah. Dengan keadaan macet yang pasti tengah parah dan aku yang sialnya hari ini membawa mobil.
"Kalau kamu nunggu aku latihan gak apa-apa?" tanyaku dengan sedikit takut, takut gadis ini marah karena berpikir aku lebih memilih futsal daripada dia. Walau aku tahu Athalia bukan gadis seperti, tapi tetap saja. Athalia tampak sangat lelah saat ini.
Dia menggeleng sambil tersenyum tulus, "gak papa, aku tungguin aja," ucapnya yang langsung membuat hatiku lega.
"Ayo kita ke ruang olahraga," ajakku sambil merangkulnya lembut. Dia mengangguk dan berjalan bersisian di sampingku. Dengan sigap aku mengambil tas yang dibawanya yang langsung membuat gadis itu menoleh heran.
"Biar aku yang bawain," ucapku yang hanya membuat gadis itu tersenyum memaklumi.
Aku segera membawa Athalia ke bangku penonton di dalam gedung olahraga sekolah dan menaruh barang-barang yang ku bawa di tempat dia duduk.
"Duduk di sini dulu ya? Aku mau ganti baju, jagain tas aku sekalian," pesanku yang hanya dijawabnya dengan sebuah anggukan. Aku berjalan ke ruang ganti dengan perasaan sedikit tak enak. Aku tak suka melihat Athalia seperti ini, aku tak suka melihat Athalia yang tak bersemangat. Athalia sekarang tampak begitu lemah dan tak berenergi. Tak ada senyum cerianya lagi, dia tampak begitu berbeda. Bahkan saat aku latihan pun dia tampak tak begitu minat, sangat berbeda dengan Athalia yang sebelumnya.
Athalia yang sebelumnya akan selalu bersemangat menemaniku latihan dan mengawasiku terus dengan kedua mata indahnya yang terus berbinar. Sepanjang latihan akan selalu terdengar suara sorakannya yang selalu membuatku selalu bersemangat.
Berbeda dengan sekarang, Athalia tampak begitu berbeda.
Pukul setengah lima aku selesai latihan dan segera bergegas ke ruang ganti untuk membersihkan diri serta mengganti pakaian. Setelah selesai aku segera berjalan menghampiri Athalia untuk segera membawanya ke mobil dan pulang ke rumah.
"Udah selesai?" tanyanya saat melihatku tengah berjalan cepat ke arahnya. "Santai aja," ucapnya sambil tertawa kecil, mungkin dia menyadari kalau aku tak enak melihatnya menungguku sedangkan dia tampak begitu kelelahan.
"Ayo, pulang. Kamu pasti capek banget," ucapku sambil menggendong tasku di bahu kanan dan membawa tas kecil Athalia di tangan kanan juga. Sedangkan tangan kiriku menggenggam tangan Athalia erat.
Pas.
Selalu begitu.
Aku membawanya menuju mobil dan segera menancapkan gas membelah jalanan ibukota yang tengah padat merayap. Alunan musik jazz yang terdengar dari dvd player di mobilku sedikit mengurangi rasa kesal karena kemacetan yang seperti tak ada ujungnya.
Kami sampai tepat di depan rumah Athalia pada pukul lima lewat empat puluh. Aku baru ingin mengatakan kita sudah sampai, namun perkataan itu segera tertelan lagi ketika melihat gadis itu tengah tidur nyenyak di kursinya. Tampaknya gadis ini memang tengah kelelahan.
Aku melepaskan seatbelt dan sedikit memundurkan kursi mobilku. Aku merubah posisi dudukku menjadi menghadap Athalia sepenuhnya. Aku mengamati wajahnya dengan seksama. Kegiatan meneliti wajah Athalia tentu bukanlah hal yang baru bagiku, aku sudah sering melakukannya sejak sekolah dasar. Aku selalu menikmati wajah damainya saat ia tengah tertidur, maksudnya saat kami tengah tertidur.
Seperti anak sekolah dasar sewajarnya yang selalu dipaksa tidur siang, kami juga melakukannya. Saat siang hari di rumah Athalia maka kami akan segera dipaksa tidur siang oleh Tante Nia —ibunda Athalia—. Karena tentu saja aku tahu diri tengah bermain di rumah orang, maka aku berpura-pura saja tertidur saat disuruh tidur. Dan mungkin karena melihatku tidur dan tak mempunyai teman main lagi, Athalia juga selalu tertidur di samping ku. Dan ini adalah rahasia terbesar lainku selama ini, aku tak pernah tertidur siang itu. Atau siang besoknya. Atau siang besoknya lagi. Dan siang-siang lainnya.Aku selalu bangun dari tidur tepat saat aku yakin bahwa Athalia telah tertidur. Dan saat itulah aku menggunakan waktuku sebaik mungkin untuk mengagumi segala yang dimiliki Athalia. Terutama wajahnya.
Seperti yang tengah aku lakukan saat ini, kembali meneliti setiap sisi wajahnya.
Aku menyukai alisnya yang tebal. Aku menyukai bulu matanya yang lentik. Aku menyukai hidungnya yang mancung. Aku menyukai bibirnya yang merah. Aku menyukai semua hal yang berhubungan dengannya.
Aku menyukainya.
Menyukai Athalia.
------------------------------
“I hate that you don't understand me
I hate all this waiting
Let go of his hand
When you're sad, i feel like i'm dying”
—GD Feat. Se7en - That XX (Translate)—