Aku menatap Athalia yang tengah asyik dengan permainan di handphonenya. Gadis itu tampak begitu bahagia hanya karena games hasil download itu. Kebahagian Athalia sangat sederhana. Dia bisa saja tertawa karena hal-hal sepele.
Andai Athalia tahu bagaimana sosok orang yang disayanginya selama ini sebenarnya. Andai Athalia tahu bagaimana seorang Erga yang sebenarnya.
Sudah ku duga, Erga memanglah Erga. Pasti Erga akan mengkhianati Athalia.
Bukan hanya aku yang telah menduga, semua teman aku dan Athalia juga sudah menduganya tetapi Athalia selalu berusaha tak perduli.
Aku menghela napas kasar, aku belum menceritakan kejadian semalam —aku yang memergoki Erga berselingkuh— kepada siapapun, terlebih Athalia. Aku terlalu takut untuk membuat Athalia menangis. Aku terlalu takut untuk membuat Athalia bersedih.
Intinya, aku takut kehilangan Athalia-ku.
"Kamu kenapa?" pertanyaan Athalia menyentakku dari lamunan. Mungkin gadis itu sadar karena aku lebih banyak melamun hari ini. Mencoba mempertimbangkan apakah aku harus memberitahu Athalia apa tidak.
Aku menggeleng pelan, "gak papa," jawabku.
Athalia menggenggam tanganku hangat, dia sudah sepenuhnya menyingkirkan tabnya. "Cerita aja, ada aku kok." Ucapan Athalia selalu menenangkan. Juga membuat aku semakin bertekad untuk memberitahu yang sebenarnya. Sebelum gadis ini jatuh dalam pesona Erga lebih dalam.
"Aku kemarin ke club," ucapku memulai cerita. Namun baru saja di pembukaan, Athalia sudah menatapku tak percaya. Mungkin akan terjadi perbicangan yang cukup alot disini.
"Cuman merayakan kemenangan terakhir kami," jelasku, "aku gak ngapa-ngapain kok."
Athalia perlahan mengangguk paham, "itu masalahnya?" tanya gadis itu.
Aku menggeleng, "itu hanya pembuka," ucapku yang membuat Athalia membelalakkan matanya.
"Yang pembuka aja udah semengejutkan itu. Apalagi isinya?" tebak Athalia. Yang seratus persen benar.
Aku menarik napas dalam sebelum menceritakannya, dan menghembuskannya perlahan. "Aku ketemu Erga," ucapku. Tak ada jawaban apapun dari Athalia. Gadis itu hanya menatapku dengan tatapan susah di artikan.
"Dan dia..." aku kembali menghela napas untuk yang kesekian kalinya, "dia ciuman dengan gadis lain."
Aku melihat Athalia langsung melepaskan genggaman tangannya dan menggeleng cepat. Matanya perlahan memerah dan berair. "Gak mungkin, gak mungkin," ucapnya mencoba menghibur dirinya.
Aku memegang kedua bahu Athalia erat, "aku serius, Tha. Aku beneran ngeliat dia," ucapku meyakinkannya.
Namun Athalia malah semakin menggelengkan kepalanya. Aku tahu dia sedang berbohong pada dirinya sendiri. Dia menggelengkan kepala namun kedua matanya sudah mengeluarkan cairan bening. Aku juga merasakan sakitnya Athalia sekarang.
"Gak mungkin!" sangkalnya lagi sambil menyentakkan kedua tanganku di bahunya. "Erga gak kayak gitu orangnya!"
"Tapi aku lihat sendiri, Tha!" entah kenapa aku ikut terbawa emosi melihat Athalia yang tak kunjung menyadari betapa jahatnya seorang Erga yang selalu diagung-agungkannya.
"Aku gak suka lihat kamu ngejelek-jelekin Erga," ucap Athalia marah disela-sela tangisannya.
"Aku benci kamu!" teriaknya yang langsung membuat hatiku terasa disambar petir. Semudah itukah dia membenciku? Hanya karena aku ingin menyadarkannya dari kebodohan dia selama ini? Salahkah aku?
Aku menatapnya nanar, hanya karena lelaki bajingan itu dia memilih untuk membenciku ketimbang mempercayai perkataanku.
Aku menghela napas mencoba menahan kesedihanku, "aku cerita ini karena aku sayang sama kamu, Tha," ucapku lalu keluar dari rumahnya. Pergi entah kemana asal aku sendiri.
Merenungi perkiraanku yang sepenuhnya benar.
Semua ketakutanku terjadi.
Aku takut melihat Athalia menangis.
Aku takut melihat Athalia bersedih.
Aku takut kehilangan Athalia.
Aku takut itu semua terjadi.
Namun sialnya telah terjadi.
------------------------------
“Now you're getting angry with me
You say "he's definitely not that kind of person"”
—GD Feat. Se7en - That XX (Translate)—