e n a m

190 6 0
                                    

Suara dentuman musik yang begitu nyaring menggema di seluruh penjuru ruangan ini. Banyak orang menggerakkan badannya sesuai irama di tengah ruangan. Beberapa lagi hanya duduk di meja-meja yang telah disediakan sambil meminum minuman beralkohol.

Namun tidak dengan aku, aku disini sedang duduk di pojokan ruangan sambil menggenggam sebotol air mineral yang sudah tinggal setengah. Suara musik yang begitu menulikan telinga membuat aku bahkan sama sekali tak bisa mengetahui lagu apa yang sedang mereka putar. Orang-orang yang berlalu lalang membuat kepalaku semakin berputar dibuatnya.

Aku disini berdasar ajakan dari Rafis—teman futsalku— dan juga anak futsal lainnya yang baru saja selesai memenangkan sebuah liga besar setingkat sekolah menengah atas. Ini salah satu perayaan kami. Namun juga bukan kami selalu merayakan kemenangan kami di club malam, ini pertama kalinya. Mungkin karena liga kemarin merupakan liga terakhir kami —anak kelas tiga— untuk bisa bertanding dengan membawa nama sekolah. Aku sebenarnya jelas tidak ingin ikut, namun dengan segala bujuk rayu para syaiton maka aku pun akhirnya mengikuti kemauan mereka.

Tiba-tiba suara sexy seorang perempuan terdengar dari arah samping kiriku yang langsung membuatku menoleh. Aku mendapatkan seorang perempuan dengan mini dress putih ketat yang membentuk tubuhnya duduk di kursi sebelahku. Dia tersenyum manis membuatku ikut tersenyum membalasnya.

"Hai, kenapa sendirian aja?" tanya perempuan itu, suaranya serak sexy serasi dengan penampilannya.

"Yang lain lagi joget-joget gak jelas di tengah," jawabku sambil menunjuk beberapa temanku yang masih terlihat.

Dia tertawa melihat Teo—teman yang ku tunjuk— sedang menggerakkan badannya tak jelas, "kok gak gabung?" tanyanya.

Aku menggeleng, "dunia kayak gini jelas bukan gue banget," ucap gue jujur.

"Emang dunia yang kayak gini nih, yang kayak gimana sih?" perempuan ini bertanya sambil mulai duduk mendekatiku. Dari tempatku duduk aku sudah bisa melihat belahan dadanya yang mencuat keluar. Aku mengatur napasku yang mulai tak beraturan.

Wajar, aku lelaki normal.

Tiba-tiba bibir merah merona yang dimiliki perempuan itu telah berada di bibirku, entah kapan perempuan itu memulai tetapi yang aku tahu perempuan itu langsung mencium bibirku ganas sesaat bibir kami bertemu. Let's be honest, she's a good kisser. Seriously. Aku bahkan begitu menikmati permainan bibirnya yang mendominasi, aku mulai terhanyut akan lembut bibirnya dan membalas ciuman perempuan itu.

Hingga tiba-tiba suara tangis terdengar. Begitu pilu. Membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan merasakan kesakitan yang dirasa gadis itu.

Namun ketika mataku terbuka, aku tahu.

Hanya aku yang bisa mendengar suara tangis itu.

Suara tangis Athalia.

Entah darimana asalnya, yang pasti itu menjadi alarm bagiku untuk menghentikan ciuman ini.

Aku segera menjauhkan tubuh perempuan itu dan membuatnya menatapku kecewa karena masih ingin melakukan ciuman panas itu. Aku menatapnya tajam sambil berdiri dan bersiap beranjak pergi. Namun, aku menyempatkan untuk mengucapkan sesuati untuknya yang bahkan tak kuketahui namanya.

"Aku punya seseorang," ucapku lalu berlalu pergi.

Aku punya Athalia.

Aku berjalan dengan tergesa keluar dari club malam. Tepat ketika aku berjalan di parkiran, aku bernafas lega karena akhirnya bisa menikmati udara yang sesungguhnya. Walaupun masih banyak polusi, namun tetap saja ini lebih baik dari udara penuh kotor di dalam club.

Aku memasukkan kunci mobil ke tempatnya dan mencoba menghiraukan sepasang kekasih yang tengah bercumbu di dinding parkiran club. Tepat ketika mobil hidup, lampu sorot mobilku juga ikut menyala dan menerangi sepasang kekasih yang baru saja kusebut. Aku meringis pelan karena sedikit tidak nyaman. Namun perasaan itu lenyap seketika saat melihat seseorang yang baru saja bercumbu di sana.

Aku mengenal salah satu dari mereka yang baru saja berciuman di sana.

Aku mengenalnya, tentu saja.

Amarahku langsung naik seketika, dengan segera aku keluar dari mobil yang masih dalam keadaan menyala dan menghampiri sepasang kekasih tersebut.

Aku langsung menyerbu si kekasih pria dan meninju rahangnya dengan keras. Di bawah kegelapan aku masih bisa melihat wajah keterkagetannya karena aku bisa memergokinya disini.

Lelaki bajingan.

Aku menendang dadanya yang membuat pria itu jatuh tersungkur. Suara teriakan perempuan yang bersamanya tak ku indahi, kubiarkan begitu saja.

Malah yang dapatku dengar adalah suara tangisan Athalia yang semakin mengeras. Semakin pilu.

Aku semakin memukuli wajah lelaki di hadapanku seiring dengan suara tangis Athalia di otakku yang semakin terdengar begitu nyata. Aku makin kalap dibuatnya.

Tak ada siapapun yang boleh menyakiti gadisnya.

Siapapun.

Termasuk lelaki ini, Erga.

-------------------------------

Walking on the street, i bumped into your man

I didn't want to believe it, but my hunch turned out right

—GD Feat. Se7en - That XX (Translate)—

That XXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang