Dokter malang, ia terlihat terkejut apa yang terjadi pada Senja. Kasus seperti ini memang ada, pikir dokter itu. Mungkin ini memang kasus pertamanya. Melihat gadis enambelas tahun menyayat serius sekujur lengannya.
Perlahan Senja tersadar dari obat penenang yang diberikan dokter magang IGD. Seluruh lengan Senja telah dibebat. Ada selang merah masuk di nadi-nya.
IGD sangat gaduh. Senja dapat mendengar banyak cerita dari biliknya. Ia mendengar suara tangis Bundanya dan Ayah Fredie. Pria itu sedang sibuk membatalkan janji bisnisnya, membatalkan penerbangannya ke Monaco.
Ada gadis di bilik sebelah ia penderita leukemia. Terdengar sosok yang dipanggil Abi itu memaparkan kondisi terakhir pemeriksaan gadis itu. Tak lama ia segera dipindahkan. Ya . . penyakit fisik lebih dapat diterima ketimbang penyakit psikis.
»---«
"Abi, Rora pergi dulu" gadis itu melangkah semangat keluar, menyusul kakaknya yang sudah siap dimobil.
"Cie adek abang udah besar" pemuda dikursi pengemudi itu melihat Aurora dengan senyum penuh arti.
"Bang Aji apa'an sih" pipinya merona memberi warna pada wajahnya yang telah pucat. Berjuang mempertahankan eritrosit yang tersisa. Malu menyadari wajahnya memerah. Ia kembali meniup ujung jilbabnya, agar kembali runcing.
"Jadi namanya Adam? Lelaki seperti apa dia sampai buat adik Abang yang cantik merona?" Bang Aji tak henti-hentinya membuat Aurora tersipu malu.
"Abang liat saja sendiri. Tak baik membicarakan orang" Rona merah masih terlihat jelas dipipinya.
Aurora larut dalam lamunnya. Melihat jalanan yang sudah ia kenali. Ini pertama kalinya ia melihat film di bioskop bersama seorang pemuda. Pemuda yang tak melihatnya lemah. Sosok yang membuatnya lupa akan hari esok.
Hidupi tiap detik hidupnya. Kematian bukanlah hal yang menakutkan lagi dengannya.
Pemuda itu sudah siap membukakan pintu untuknya ketika ia sampai. Bang Aji turun dan mengatakan beberapa hal pada pemuda tadi.
Aurora masuk dalam gedung teater. Yang sangat berbeda dari bayangannya. Sosok pemuda telah mengunggu kedatangannya. Ia tersenyum melihat gadis itu berlari kecil menghampirinya. "Kak Adam antriannya panjang banget" Tapi Adam memberinya dua tiket.
Adam menuntunnya ke tempat duduk mereka. Tepat saat suara gitar dimainkan, Being Again baru saja dimulai. Aurora menikmati tiap film itu. Sampai ketika ia terbatuk dan melihat darah segar keluar dari mulutnya. Belum selesai hidungnya juga berdarah.
Adam belum menyadarinya. Aurora berdiri berlari ke arah toilet namun mendadak semua gelap ia terjatuh pingsang selangkah dari pintu keluar.
...But all we are lost stars trying to light up the dark ...
»---«
Aurora terbangun. Selang-selang ini kembali terpasang pada tubuhnya. Menjeratnya lagi, lebih erat dari sebelumnya.
Abi tertidur disofa, bersama Bang Aji. Sosok wanita yang ia kenal sebagai Umi tertidur pulas di pangkuannya. Mereka terlihat lelah. Ingin ia mengangkat beban di pundak mereka. Mengapa ia harus jadi beban bagi orang-orang baik ini?
Seorang pemuda masuk ke kamarnya. Matanya terlihat merah sehabis menangis. Air mukanya tanpa harapan. Ia bahkan tidak melihat lurus ke depan.
Pemuda itu berjalan lurus mengambil tasnya, mendekati Aurora yang sedang mengamatinya. Kini ia sadar Aurora sudah bangun.
Pemuda itu membisikan sesuatu. "Kak Adam harus pulang ini perintah komandan". Ia berlalu, meninggalkan Aurora dalam hening.
Ia sudah banyak berkorban. Untukku yang hanya beban. Untuk gadis yang tak bisa membalas kebaikannya. Aurora sangat beruntung memilikinya. Ia kembali tertidur menunggu sampai fajar menjemput. Kembali dari dunia mimpinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/61902995-288-k890122.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
Short StorySenja memejamkan matanya. Menahan rasa sakitnya selama ini. Sakit yang bahkan dirinya tak mengerti mengapa. Mentari adik kembar Senja tak beruntung memiliki jantung yang lemah. Tapi kebahagiannya tak terbendung melihat senyum Senja yang sudah langka...