Dingin menyelimuti Senja. Wajahnya pucat, ada lingkaran hitam dimatanya. Ia terlalu kurus. Buruk rupa-katanya pada dirinya sendiri saat ia melihat refleksi dirinya di cermin.
Aku harus sempurna.
Tapi ini percuma. Ia tak pernah menghargainya.Aku sangat lelah.
Lelah menjadi yang mereka inginkan. Lelah membohongi diriku sendiri.Banyak yang ingin Senja luapkan. Gadis malang, ia harus menanggung beban dipundaknya. Seandainya, ayahnya melihat dibalik diam putrinya itu. Seandainya semua orang berhenti menjadikannya sosok yang harus terlihat sempurna. Seandainya ia memberanikan diri berbicara pada Ayahnya.
Ia berdiam dikamarnya. Menatap tetes hujan yang mengalir jatuh di jendelanya. Hujan kembali membasahi setelah beberapa saat kepergian Pandhu. Rumahnya sepi, ia benar-benar sendiri. Tapi siapa yang peduli dengannya. Meninggalkan Senja sendiri tidak akan membunuhnya, bukan. Senja ingat mereka tak ingin mendengar ceritanya.
Bahkan saat ia mengatakan bahwa ia mendapatkan beasiswa ke Australia. Kebanggaan padanya hanya sesaat mereka lebih membahas resital piano adik kembarnya.
Hanya kakaknya yang antusias mendengarnya. Hanya sosok Fajar yang menganggapnya keluarga. Itu pun sekali seminggu, saat Taruna Nusantara meliburkan siswanya.
Senja berangkat ke bandara sendiri tanpa ritual tangis-menangis perpisahan. Mereka lebih memilih merayakan penampilan Mentari dari pada sekedar mengantarnya ke bandara, bahkan Fajar pun sama.
Senja, yang malang. Ia sungguh lelah dengan semua yang ia dapatkan. Ia sama sekali kehilangan tempat bersandar. Keluarganya bahkan tak menyadari keberadaannya. Pelariannya, Adam, apa lagi yang bisa ia harapkan darinya? Adam sudah membuang banyak waktu berharganya mendengar ceritanya.
Hidungnya berdarah dan ini sering terjadi, saat ia mengalami mental-breakdown. Ia melihat jam berapa sekarang. 16:00 ia harus minum obatnya, mungkin ia akan bergantung pada obat-obat ini untuk menjaga isi kepalanya.
Ini menyedihkan, bertahan tersenyum terlihat tegar dengan obat stimulant dan depressant. Ketika banyak orang di luar sana mendapatkan dukungan dari orang yang dikasihinya. Sedangkan ia, menyandarkan kehidupannya pada obat-obatan.
Seseorang meninggalkan pesan di pintu kulkas.
"Ayah dan aku, pergi merayakan Valentine Day. Tak ingin mengganggumu! Happy Valentine my twins"-Ratri
Ratri, selalu Ratri yang disayangnya. Dad memang pilih kasih. Ia tak hanya memiliki Ratri sebagai putrinya.
Ayah mereka lebih memperhatikan Mentari. Jantung Ratri sangat lemah.
Perhatiannya memang terkuras habis merawat Ratri dan kekurangannya.»---«
Senja datang, langitnya sungguh indah. Seungu jingga, dua warna yang sangat berbeda. Lambangkan kesedihan dan kebahagiaan. Saat dimana seklompok insan berhenti dari peliknya hari dan sekelompok lain, yang baru saja memulai harinya.
Memikirkannya membuat Pandhu mati rasa. Ia ingat Senja, gadis periang itu sangat tertutup. Semua yang Senja bicarakan bukan tentang dirinya. Adam, ia sangat beruntung bisa mengenalnya lebih baik. Tapi ia juga pemuda yang bodoh-. Jangan menilai, ia bukan tanggung jawabmu. Pandhu berkata pada dirinya sendiri.
Memang bukan tanggung jawabnya sama sekali. Tapi ia peduli. Pandhu membuang pikiran itu jauh-jauh. Ia keluar dari kamar asramanya. Bang Muz -teman sekamarnya- baru saja pergi, meninggalkan martabak manis di dapur. Pandhu tak ingin martabak dari Bang Muz lenyap tak bersisa akibat ulah anak-anak.
Cukup mengambil dua potong saja membuatnya kenyang. Ia bejalan ke halaman belakang, bersandar pada tiang terluar. Hujan masih turun, waktu yang tepat rasanya untuk menghisap sedikit ganja. Tembakau hanya topeng dari segalanya. Ia menyimpan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
Senja. Gadis itu, matanya- tak berbohong seperti senyumnya. Apa yang ia- yang aku- kita saling sembunyikan?
Ia berjalan kembali ke kamarnya. Berbaring pada kasur tipisnya. Angin sore itu berhembus. Menghantarnya ke dunia mimpi tanpa batas.
Mau sampai kapan pemuda itu bersembunyi? Atau lebih tepat lari dari kenyataan takdirnya. Takdir, takdir hanya untuk orang yang putus asa. Ia lebih kuat dari yang ia pikirkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
Cerita PendekSenja memejamkan matanya. Menahan rasa sakitnya selama ini. Sakit yang bahkan dirinya tak mengerti mengapa. Mentari adik kembar Senja tak beruntung memiliki jantung yang lemah. Tapi kebahagiannya tak terbendung melihat senyum Senja yang sudah langka...