Friend?

190 12 0
                                    


Setelah insiden makan siang itu, aku benar benar terkejut saat mengetahui ialah puteri Elizabeth yang ku kagumi hanya karna salah satu jawabannya pada wartawan di kampanye Save Childrends beberapa hari yang lalu.

Aku tak terkejut jika ia seorang puteri, sungguh. Hanya saja yang membuatku terkejut adalah mengetahui ia lah Elizabeth, yang berada di kampanye Save Childrends dan di gosipkan terkena Anorexia -yang ini baru aku sadar- .

" Ah iya. Aku seorang puteri dari kerajaan di utara Inggris"

Dari saat ia mengatakan itu saja aku sudah bisa menebak bahwa ia Princess Elizabeth yang ku lihat di berita tempo hari. Pantas saja aku seperti mengenal wajahnya, seperti tidak asing.

Dan sebelum ia memasukki mobil, ia tersenyum padaku dan berkata:
"Hey! Mungkin kita bisa menjadi teman?"
Aku tak menjawab, aku hanya memberi seulas senyum kecil yang sepertinya di mengerti olehnya yang lalu ia alihkan dengan meminta nomor telponku

Ya, aku memberikannya, tidak mungkin tidak, kan?

Mungkin ia memang butuh, mengingat ia hanya mengetahuiku sebagai salah satu mahasiswa di Julliard.

     Aku menceritakan semuanya pada Corden saat lelaki itu menghampiriku ke kampus.
Dan reaksi pertamanya saat ku cerita mengenai Elizabeth hanyalah DIAM. Namun, tak sepenuhnya, kedua jempolnya asik mencari Elizabeth di google dan langsung ia lontarkan kata "cantik sekali, Just!" Yang lalu meminta nomor Elizabeth padaku, tapi aku tidak memberinya karena memang aku tidak mempunyai nomor Elizabeth, gadis itu hanya meminta nomorku dan aku pun tidak berniat meminta nomornya.

Bukan karena aku pelit. Aku adalah teman yang solid, aku tidak akan bertindak seperti itu pada Corden, jika aku ada aku akan beri padanya.

Aku membuka kotak susu dan langsung meminumnya. Entah sudah ke berapa kali tegukan sampai suara ringtone handphoneku berbunyi. Aku menaruh kotak susu itu di meja dan mengambil handphone di saku celana jeansku.

"Hallo?" Sapaku yang langsung mengangkat telpon itu tanpa melihat siapa penelponnya.

"Ini Justin?" Terdengar suara perempuan dari seberang sana. Jangan bilang ini adalah salah seorang gadis-gadis stalker yang terobsesi denganku.

"Ini siapa?" Tanyaku hati-hati, karena jika aku langsung menjawab 'iya' bisa-bisa berteriak senang sambil melompat-lompat dan berakhir dengan membagikan nomorku pada kawanannya.

1 detik....

2 detik....

3 detik....

"Elizabeth. Kau Justin, kan?" Aku membelakkan mata. Hampir ku kira ia adalah gadis-gadis stalker gila, padahal aku sudah menyiapkan beribu kata-kata jika ia betulan gadis stalker yang sering menelponku.

"Ah ya! Tentu saja, aku tak akan lupa dengan traktiranmu" gurauku, ku dengar ia tertawa kecil dari seberang sana.

"Bagus kalau begitu",

"Apa aku boleh meminta bantuanmu?" Lanjutnya, aku pun mengernyitkan dahi walaupun ia tidak bisa lihat.

"Apa?" Tanyaku

"Bisakah kau menjemputku besok? Aku akan terbang dari London hari ini dan akan tiba besok pagi. Aku pergi tanpa pengawalan apapun dan aku tidak ingin bertemu dengan Ms.Jill yang cerewet itu"

"Dan hanya kau lah yang ku kenal di New York ini" katanya panjang lebar.

"Oh begitu. Baiklah, itu bukan masalah besar. Jam berapa pesawatmu tiba? Apa aku harus menulis namamu di kertas besar, princesa Elizabeth?" Gurauku sambil tertawa kecil, dan ia pun begitu.

THE PRINCESS//Justin Bieber X Kendall JennerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang