Part 11

1.4K 70 1
                                    

Fei segera keluar dari kamarnya setelah mendapat telepon dari Fa. Rencananya mereka akan nonton Mtjj bersama seperti biasa di kamar Fei. Ini kesempatan mereka untuk nonton bersama, tidak tau setelahnya apakah mereka bisa nonton bersama lagi di kamar Fei, mengingat Fei sudah memiliki teman alias suami dan lagi Fei akan tinggal bersama Wildan suaminya di rumah mertuanya sebelum rumah yang Wildan beli selesai di renovasi.

Di luar Fa baru turun dari mobil, tepat saat Fei membuka pintu. Fa menghampiri Fei yang berdiri di depan pintu di susul Rei di belakangnya.

"Fa, kok kamu numpang Rei?"

"Gk papa, sekalian aja bareng, Fei."

"Loe, seperti gk tau Fa saja, Fei. Dia itu kan, malas nyetir!"
Fa mendelik pada Rei, Fei tertawa. Entah kenapa, Fa sangat tidak menyukai kalo harus menyetir dia lebih suka duduk manis tidak melakukan sesuatu yang namanya menyetir itu. Maka dari itu Fa selalu nempel sama Rei.

"Ayo, masuk!" ajak Fei pada Fa dan Rei. Setelah mereka masuk, Fei kembali menutup pintu.

"Kalian sudah makan?"

"Belum!" jawab Fa dan Rei bareng.

"Kalian kompak sekali," Fei mencibir. "Jadi, mau makan sekarang atau nanti saja?"

"Kita salat isya dulu," ucap Fa, dan di amini oleh Rei.

"Yaudah, ayo!" Mereka naik ke atas, menuju kamar Fei.

"Emm... Aura pengantin baru," ujar Fa, saat mereka memasuki kamar Fei.
"Bukan. Lebih ke Bau-nya pak Wil," kata Rei juga. Mereka berdua mengendus-endus. Fei hanya melongo melihat sepupunya seperti itu, lalu juga menggerakkan hidungnya ikut mengendus.

'Iya sih, maskulin. Kok aku baru sadar ya?' Fei membathin.

Baru juga sehari pak Wil menempati kamarnya. Bau wangi strowberry sudah bercampur dengan wangi maskulinnya pak Wil.

Fei membuka lemarinya lalu mengambil mukena serta sejadah miliknya untuk Fa atau Rei sholat. Fei hanya memiliki dua pasang mukena, mukena yang lama tidak akan bertahan lama dalam lemarinya. Dewa selalu memperingatkan-nya untuk berbagi, bahkan tiap 3 bulan sekali Dewa sendiri yang akan mengambil pakaian maupun barang-barang yang sudah Fei kumpulkan itu akan di jual dan uangnya untuk di sumbangkan ke panti asuhan.

Fei menoleh pada Rei yang keluar lebih dulu dari kamar mandi. Fei meletakkan sejadah dan mukena di atas karpet khusus untuk sholat. Dikarpet itu sudah ada satu pasang mukena milik Fei terdiri dari atasan dan bawahan serta dua sejadah miliknya dan Wildan. Fei menatap sejadah milik Wildan, Fei menghela napas. Haahh dia tidak pernah membayangkan bisa ber imam-man dengan pak Wil-nya itu. Anehnya lagi Ia malah merasa cocok ber imam-man dengan pak Wil-nya itu.

Mimpi-mimpinya melenceng begitu saja. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa orang yang tak pernah terbayangkan untuk menjadi suaminya kini menjadi suaminya, sedangkan Ahmad yang selalu dengan lancangnya Ia sebut sebagai calon suami berakhir menjadi sepupu ipar.

"Ciee... ciee... yang lagi kangen suami, belum juga di tinggal 24 jam udah kangen aja, sampai sejadahnya di plototin gito," kata Rei menggoda.

Fei menatap Rei tidak suka. Sepupu menyebalkan. Untuk keberapa kalinya Rei sangat menyebalkan di mata Fei, seharusnya Fei sudah biasa, tetapi entah mengapa Fei masih suka sebal jika melihat raut wajah menyebalkan sepupunya itu. Fei tidak merasa saja, bagaimana pandangan sepupunya terhadap dirinya ketika sedang kesal padanya.

"Fa, lama banget keluarnya?!" gerutu Fei, lebih kepada pertanyaan.

"Fa, lagi nyariin peralatan mandi pak Wil...,"

"Apa?" Fei menggeleng, apa dia salah dengar? Fa? Yaampun ada-ada aja ntu anak kelakuan. Perasaan sepupunya Fa itu dulunya anteng-anteng aja gk kaya sekarang banyak tingkah. "Nagapain, sih? Kurang kerjaan banget! Lagian, mau sampai kak Ahmad jadi laki kedua gue, ntu Fa gk akan nemu peralatan mandinya pak Wil, kecuali sikat gigi." yaiyalah karena pak Wil, mandi kan pake sabun, sampo gue.

FeilisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang