Genre: Slice of Life
=====
Baru jam sembilan pagi di hari Minggu, tetapi Kali sudah menyetel lagu lawas era tahun 1970-an gubahan D' Lloyd yang berjudul Apa Salah dan Dosaku keras-keras sampai terdengar ke luar kamar tidurnya. Badran kerap menggerutu di dapur, mengeluhkan alunan lagu depresif tersebut mempengaruhi konsentrasinya dalam memasak.
"Kalau nasi goreng ini meracuni kalian, salahkan Kali," sinis Badran.
Ilyas, tidak terlalu peduli soal citarasa asalkan cacing-cacing di perutnya tidak memberontak, menyantap nasi goreng di hadapannya dengan cuek. Arka mengerutkan dahi, khawatir bila ucapan Badran benar-benar terbukti.
"Kali! Matikan lagunya dan makan sarapan!" teriak Badran dari lantai bawah. Namun percuma, volume lagu yang kencang menghalangi rambatan suara Badran. Ilyas mengeluarkan ponsel dari saku, memencet nomor-nomor pada layar sentuh, tetapi teleponnya pun tidak diangkat Kali.
"Anak gadis yang satu ini..." gerutu Badran, kali ini nada suaranya tepat menyerupai ibu-ibu galak. "Arka, bisa hampiri dia dan suruh ke bawah?"
"Oke, tapi tolong pastikan nasi gorengnya tidak kenapa-kenapa," pinta Arka.
Arka pun beranjak dari kursi menuju tempat yang disuruh Badran. Kamar tidur Kali yang suram dan remang --dengan gorden jendela tidak pernah terbuka--di lantai dua jelas bukan lokasi favoritnya di dalam rumah. Namun lama-lama Arka ngeri juga dengan lantunan lirik yang mempenetrasi benih-benih kesengsaraan pada saraf indera pendengarannya. Sebisa mungkin, seperti biasa, Arka selalu menjaga pikirannya tetap positif. Dia tidak mau benaknya --lebih-lebih, kejiwaannya-- dipengaruhi koleksi lagu-lagu menyeramkan milik Kali.
Tok. Tok.
Arka mengetuk pintu kamar Kali. Pintu tidak langsung dibuka. Barulah saat Arka mengetuk lebih keras dan dengan frekuensi lebih banyak, perempuan usia dua puluhan awal berwajah pucat memunculkan diri dari balik pintu.
"Apa?" tanya Kali ketus. Kantong mata hitamnya kian jelas terlihat di pagi hari.
"Waktunya sarapan. Nanti keburu dingin," ujar Arka.
"Simpan bagianku saja. Belum mau makan."
"Makan sekarang, kamu suka kelupaan. Matikan juga lagunya."
"Uh, tidak bisakah aku menikmati privasiku sebentar lagi?"
Arka sedikit mendeham, berkata, "Kali, sudah berapa lama kita tinggal serumah?"
"Entah. Tidak peduli."
"Empat setengah bulan."
"Lalu?" tanya Kali tak acuh.
"Hanya memastikan kamu ingat. Cepat ke bawah, ya."
Kali mengangguk, meskipun Arka tahu perkataannya tidak akan lekas dipatuhi oleh perempuan itu. Usai Arka mencapai dapur di lantai bawah, Kali masih saja menyetel koleksi lagu-lagu mendayu, entah itu D'Lloyd, Panbers, Bjork, Radiohead, atau penyanyi-penyanyi lain yang tidak Arka kenal. Badran tahu dari tatapan mata Arka bahwa usaha lelaki tersebut tidak berbuah hasil, sehingga dia tutup piring berisi nasi goreng jatah Kali dengan plastik pembungkus bening supaya nantinya tinggal dipanaskan di microwave.
Arka mulai mengunyah hidangan sarapannya. Untungnya, rasa nasi goreng Badran tidak terpengaruh dan selera makan Arka masihlah utuh.
***
Di dalam kamar, Kali masih terbaring di atas kasur, menatap langit-langit dengan pandangan menerawang. Mau tidak mau, kata-kata Arka barusan merasuki benaknya. Sudah empat bulan. Sudah selama itu sejak Kali meninggalkan rumah keluarganya dan memutuskan untuk tinggal di sarang para penggerutu. Kali masih belum yakin dengan ketepatan pilihannya. Namun satu hal yang pasti, dia sudah lebih melega sejak beberapa minggu terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klexos (Cerpen+Puisi)
Short StoryEndearing cover by: @kiranada Antologi puisi pertama. Klexos: the art of dwelling on the past (The Dictionary of Obscure Sorrows). Kumpulan puisi, cerpen (>1.000 kata), dan fiksi mini (<1.000 kata). Identik dengan nama-nama bunga dan kucing (y). Buk...