Seorang pelayan meletakkan sebuah cangkir berisi kopi didepanku. Ramiro masih saja menatapku dan kemudian mengambil cangkirnya. Aku merasa sangat gerah dengan tatapannya yang tajam, tatapan itu bisa membuat kerja jantungku menjadi kacau. Dia meminum kopinya namun tak mengalihkan tatapannya dariku. Kemudian dia melatakkan cangkirnya dan memainkan jari telunjuknya mengitari mulut cangkir.
“Apa yang ingin kau katakan sayang?” Instruksinya membuatku segera tersadar dan mengalihkan tatapanku kearah lain selain menatapnya. Dia sedikit tersenyum mengejek mengetahui sedari tadi aku terpaku menatapnya. Betapa bodohnya aku bisa terpedaya dengannya.
“Apakah kau tak ingin membatalkan pernikahan ini? karena kau pasti kecewa jika mendapatkan istri yang sudah tidak virgin sepertiku. Aku sudah membawa surat dokter, jika kau tak percaya kau bisa mengantarku untuk melakukan tesnya lagi. Ada rumah sakit didekat cafe ini.Dan kuperingatkan padamu Tuan Ramiro, jangan memanggilku dengan panggilan menjijikkan itu.” Skakmat. Dia menghentikan jari telunjuknya dan bisa kulihat badannya menegang dengan tatapan mengernyit kearah cangkir didepannya.
“Sudah berapa kali kau melakukannya? Kau milikku, jadi itu hakku untuk memilih panggilan untukmu”
“Ehm.. satu kali. Kau gila, aku bukan barang .” Dia mengangkat kepalanya dan kemudian bersedekap menyamankan posisi duduknya sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Bisa kulihat gurat meremehkan diwajahnya.
“Apa peduliku yang jelas kau milikku. Kau hanya melakukannya sekali, sedangkan aku sudah tidur dengan banyak wanita sebanyak aku mengganti pakaianku. Tapi kau berhasil membuatku terkejut dengan pernyataanmu, gadis ah kau sudah tidak gadis aku hampir saja melupakannya. Wanita berkerudung dan bertata krama sepertimu ternyata tak sebaik yang kukira. Tapi dengan atau tanpa persetujuanmu, aku akan tetap melanjutkan pernikahan ini sayang. Jangan membantah dan dengarkan dengan baik. Sampai kapanpun KAU MILIKKU” Keringat dingin mengalir deras didahiku yang tertutup kerudung. Baru saja aku mengungkapkan hal yang paling buruk dalam hidupku dengan harapan dia bisa membatalkan pernikahan ini. Tapi yang kudapatkan adalah sikap remehnya dan keputusannya untuk meneruskan pernikahan ini.
“Ahh iya, ini undangan milikmu. Kau bisa mengundang siapa saja. Jika masih kurang, telfon saja aku. 2 hari lagi aku akan mengambilnya untuk diantarkan oleh asistenku.” Dia meletakkan kotak berisi undangan berhiaskan lukisan bunga itu diatas meja. Aku masih saja menundukkan kepalaku tanpa ingin menatapnya. Didalam kepalaku terus saja berputar-putar sebuah pertanyaan, apakah keputusan yang kupilih ini benar?
“30 menit lagi aku ada meeting, kau mau kuantar pulang?”“Aku bisa pulang sendiri. Aku harus pergi ke suatu tempat.” Setelah itu dia berdiri dan menatapku lama tanpa mengucapkan apapun. Sontak saja aku menengadahkan kepalaku dan menatapnya yang berdiri menjulang didepanku.
“Tentu saja, suatu tempat... calon istriku yang misterius. Apakah kau tak ingin memberitau calon suamimu ini dimana suatu tempat itu sayang? Tapi biar ku tebak, pasti jawabannya tidak.” Iris matanya yang keabu-abuan itu menatapku dengan jenaka seakan aku sedang melakukan aksi komedi didepannya. Baru sekarang aku bisa menemukan makhluk secerewet ini dalam bentuk laki-laki. Inilah yang disebut laki-laki bermulut perempuan.
“Apakah kau gila atau bodoh? Kau membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan itu sendiri. Lebih baik kau segera pergi TUAN RAMIRO YANG SUPER SIBUK semua uang itu sudah menunggumu.”
“Hahaha, kau benar-benar bermulut tajam. Ya pasti aku akan segera pergi karena uang itu untukmu, tapi sebelumnya...” Ramiro menundukkan dirinya hingga kepalanya tepat berada disebelah kepalaku membuat wajahku berada dekat dengan lehernya. Aroma maskulin yang bersumber dari tubuhnya entah mengapa membuatku merasa nyaman. Namun dengan segera kuenyahkan perasaan aneh itu dan mencoba mundur untuk menghindar. Usahaku berbuah sia-sia, karena tangan kanannya menahan pinggangku dengan kuat untuk tetap berada didekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Unplanned Husband
RomanceTakdir tak akan pernah ada yang tau kecuali sang maha kuasa. Ada yang bilang, batas antara cinta dan benci itu setipis rambut yang telah terbelah berkali-kali. Bahkan karena batasnya yang terlalau tipis itu, bisa membuat mereka tertukar atau pun ber...