Ramiro POV
Kami-Nata, aku dan Risa-tengah duduk dikursi kami masing-masing dan memulai acara sarapan pagi dengan tenang. Aku masih berkutat dengan sarapanku begitu pula dengan Risa. Sedangkan Nata sedang sibuk dengan handphonenya. Segelas jus jeruk yang berada dihadapanku telah tanda tak tersisa. Aku bergerak mengambil gelas itu dan akan beranjak untuk mengisinya kembali. Tapi gerakanku terhenti karena Nata mengambil alih gelas itu dan membawanya ke dapur. Dia kembali sambil membawa satu gelas penuh jus jeruk dan meletakkannya disamping piring nasi gorengku.
"Kemasi barang-barangmu, kau ikut aku tinggal di rumahku." Nata hanya menatapku sekilas kemudian berjalan masuk kedalam kamarnya meninggalkanku dan Risa di ruang makan. Dia tampak lebih penurut dan pendiam, aku kira dia akan membantah seperti biasanya.
"Ada apa dengannya? Kenapa dia tak sarapan?" Aku beralih bertanya pada Risa yang tengah mengangkat sendoknya yang berisi penuh dengan nasi goreng kedepan mulutnya. Dia menaruh kembali sendoknya sambil menatapku jengkel.
"Nata sangat jarang sarapan. Dia tak terbiasa dengan acara makan pagi, mungkin dia hanya akan meminum segelas susu atau makan buah. Kalian akan tinggal di rumah yang mana? Setauku kau SELALU MENUMPANG DENGAN GRATIS di apartemen Kakakku." Risa menyedekapkan tangan didepan dadanya sambil menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Ohh. Aku baru membelinya kemarin. Aku tak menumpang dengan gratis, aku selalu membayarnya pada Kakakmu tiap malam." Aku kembali melanjutkan acara makan pagiku tanpa menghiraukan dengusan kesal Risa atas jawabanku. Itu memang benar, aku membayar Kakaknya tiap malam. Bukan dengan uang, tapi wanita.
"Kenapa kalian itu selalu saja membayar berbagai hal dengan wanita? Kau kira wanita itu barang yang bisa diperjualbelikan?"
"Kami tak memaksa mereka. Mereka sendiri yang memohon pada kami. Wanita seperti mereka hanya mengharapkan uang dan kepuasaan tanpa peduli dengan harga diri lagi." Aku menjawabnya dengan gamblang. Memang seperti itu kenyataannya.
"Kak aku tak tau alasan kenapa kau melaksanakan pernikahan ini, tapi ku harap kau bisa mengubah kebiasaan kehidupan malammu itu. Nata, dia adalah orang yang sangat berharga. Dia tak akan pernah marah dan selalu memaafkan semua kesalahanmu, dia tak akan pernah bergantung padamu, dia tak akan pernah meminjam bahumu tapi dia yang akan selalu menyiapkan bahunya untukmu. Nata tak akan pernah menangis didepanmu, dia akan selalu menangis ditempat yang bisa menyembunyikannya. Jika dia sedang senang melihat film bergenre sedih dan menangis hanya karenanya, itu berarti dia sedang bersedih dan dia menonton itu agar bisa mendapatkan alasan untuk meluapkan tangisannya. Jika dia marah dan kesal, dia akan menutup matanya dan mencoba menenangkan dirinya dengan berdiam diri tanpa menghiraukanmu." Aku menghentikan suapanku dan menatap Risa yang juga sedang menatapku dengan sendu. Risa sekarang terlihat seperti seorang ibu yang sedang memberi pesan pada menantunya.
"Dia adalah seseorang yang sangat mudah untuk dicintai, namun juga sangat mudah untuk dibenci. Aku memiliki satu permintaan dan ini permintaan pertama dan terakhirku padamu Kak. Ku mohon, jangan sakiti Nata. Apapun yang kau lakukan, ku mohon jangan sampai menyakitinya. Dia sudah terlalu menderita dengan kehidupannya. Bahkan saat ini dia mungkin sedang ketakutan karena harus menjalankan mimpi buruknya. Dia tak ingin menikah, baginya menikah adalah mimpi terburuk yang pernah ada. Ku harap Kak Ramiro bisa menjaganya. Jika tidak, aku yang akan menghabisimu." Setelah itu, Risa bangun dari duduknya dan berlalu meninggalkanku sendiri. Ada apa dengannya? Dia terlihat sangat menakutkan tadi.
Tapi tunggu sebentar, bagaimana dengan semua piring kotor di meja ini. Aishh sekarang aku tau kenapa dia segera bergegas pergi, dia tak ingin mencuci semua piring ini. Aku pun juga meninggalkan piring itu berserakan di atas meja dan masuk ke dalam kamar. Biarkan nati orang lain yang sedang berbaik hati mau menyisingkan lengan bajunya untuk mencuci semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Unplanned Husband
RomanceTakdir tak akan pernah ada yang tau kecuali sang maha kuasa. Ada yang bilang, batas antara cinta dan benci itu setipis rambut yang telah terbelah berkali-kali. Bahkan karena batasnya yang terlalau tipis itu, bisa membuat mereka tertukar atau pun ber...