Part 4 : "THE COLD WAR"

2.8K 293 21
                                        

KECEPATAN mulut Jonjon terbukti lebih kilat dibanding kereta api super cepat yang melaju di jalur Shinkansen. Karena belum apa-apa ponsel gadis itu sudah ricuh berdentingan disusupi satu demi satu pesan masuk yang membundah. Padahal baru semenit tadi bokongnya merasakan panasnya alas plastik di kursi angkot. Perjalanannya pun baru sekitar dua ratusan meter dari Sekolah tapi masa iya berita ini sudah heboh. Kan baru tiga pulut menit.

'341 chat unread'

Khika menelan ludah melihat jumlah chat yang muncul di layar ponselnya. Angkanya ituloh bombastis. Dia bukan anak populer, dia juga tak pernah di keceng banyak orang seperti Fiona---ratunya SMA Pratiwi. Jadi cukup mengangetkan kalo dirinya yang biasa saja ini bisa dihampiri ratusan pesan dalam beberapa menit.

Sekilas gadis itu sengaja membaca isi sebagian notif yang nampang sekejap di bar notifikasinya. Bulu kuduknya seketika berdiri sewaktu melihat nama Vino tertera di hampir setiap kalimat chat, tak lupa disertai akhiran tanda tanya berderet-deret dibelakangnya. Seperti :

Ka, lo sama Vino kenapa???????

Lo apain Vino??????

Ini Khika ya? boleh tau ga ada masalah apa sama Vino?????

Bikin Khika kesal, nyaris saja ia berniat melempar android semata wayangnya itu supaya tak perlu mendapat pesan-pesan yang mengancam privasinya. Untung bayangan omelan Umi menyembul dibenaknya menyelamatkan android mungilnya itu dari kerusakan. Ya sudah, Khika matikan saja ponselnya. Dan masalah selesai.

🍀🍀🍀

Besoknya, Khika menyadari satu hal bahwa dia terlalu lugu kalau berfikir semuanya akan beres dengan sekedar tak menjawab ratusan pesan semalaman. Dampaknya malah makin buruk karena banyak yang lantas digerogoti penasaran karena tak kunjung ada konfirmasi dari Khika.

Akibatnya, pagi ini berpuluh siswi sudah bertengger manis di muka pintu kelasnya. Sebagian ada yang berseliweran seperti biasa berniat untuk sekedar berkenalan dengan Vino. Dan yang berabe adalah sebagian lagi yang jadi tak peduli dengan Vino tetapi lebih tertarik berdiri sejajar menutupi pintu kelasnya.

Mungkin punya urusan sama anak kelasnya yang lain, batin Khika mencoba positif thinking. Yang membuat gadis itu tambah panik ialah penampakan Kak Vio yang menghadang jalannya didepan pintu kelas. Kak Vio dan geng yang namanya sudah harum sebagai tukang gencet paling ulung di Pratiwi. Vio terlihat berdiri di garis terdepan bak jendral perang yang sekali tunjuk semua pasukan akan menyerang. Khika pura-pura biasa saja dan menurunkan satu tangannya tanda permisi.

"Punten Kak," Khika mengucap permisi dalam bahasa sunda.

"Lo Khika?" tanya Kak Vio menghentikan permisinya Khika.

Seketika keringat dingin mengucur dari kening Khika. Mati deh, ternyata feelingnya benar, urusan Kak Vio itu adalah dengannya.

"I-iya Kak."

"Heh berani ya lo, kemarin cari muka depan Vino?!" tembak Kak Vio ke inti, tak berbelit. Yang lain juga menyahuti dengan anggukan tanda setuju.

"Eng-enggak Kak, saya memang ada masalah sama Vino, Kak," jawab Khika seadanya.

"Bohong! Pasti cari perhatian!"

"Enggak Kak."

"Bohong!"

Dalam hati seribu gerutu sudah Khika tujukan pada gadis-gadis dihadapannya. Obrolan yang tak akan habis walau diladenin dengan bertubi jawaban. Khika jadi terdiam.

"Kok diem?!" sentak Kak Vio makin ganas. Tuh kan Khika salah lagi.

"Teeet... teeet... teeet..." dan bel tanda masuk menyelamatkan dirinya dari obrolan riskan itu. Pertanyaan yang takkan pernah membuatnya menang. Karena sekali lagi, pertanyaan senioritas cuma punya satu ujung yang harus dipahami baik-baik oleh para junior yang naif, bahwasannya senior selalu benar.

CLOVER BESIDE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang