Tujuh

3.5K 287 1
                                    

Jika pengorbanan di butuhkan, lalu untuk apa kata menyerah di lontarkan...

***

"Maaf, apakah saya melakukan kesalahan?" tanya Prilly, sambil menatap lurus Pria yang merupakan CEO besar cafénya ini yang sekarang sedang mencekal tangannya kuat, membuat Prilly sedikit meringis.

Ali membuka kacamatanya, masih dengan nafas memburu seolah ia telah berlari berkilo-kilo meter jauhnya.

Ketika itu, tatapan mereka begitu penuh makna satu sama lain, yang tentu saja tak akan pernah bisa di tebak oleh orang awam. Debar jantung keduanya berdetak dua kali lebih cepat, seolah akan meledak. Deru nafas yang tercekat, menandakan ada sesuatu yang mengganjal di antara mereka.

"Prilly."

"Ali."

Keduanya berkata bersamaan, dan disaat itu juga mereka menyadari situasi dan keadaan yang sungguh tidak mendukung untuk berbicara empat mata.

"Maaf, saya harus kembali." Prilly cepat-cepat menegakkan badanya, "Jika ada sesuatu yang anda perlukan, silahkan panggil saya saja. Permisi." tanpa menatap Ali, Prilly berlalu begitu saja.

"Tunggu!" Ali sedikit berdiri untuk meraih pergelangan tangan Prilly, "Saya... Ingin kamu menemani saya makan di sini." Ali berdehem beberapa kali untuk menormalkan suaranya yang berubah parau seperti bangun tidur.

"Maaf, itu bukan hak saya. Saya hanya mempunyai kewajiban untuk melayani anda, sir." jawab Prilly tegas ingin cepat buru-buru pergi dari malaikat di depannya.

"Ini adalah perintah say..."

"Selamat siang Mr. Ali. Kenapa anda terlihat tegang?" tiba-tiba saja Pak Soejoedhono datang dan langsung menyapa Ali, "Apakah pelayan saya melakukab kesalahan?" tanya Pak Soejoedhono sambil menyipitkan mata dan melirik ke arah Prilly yang tertunduk, seolah memperingatkan.

"Ah, Pak Soejoedhono, ini Pak, saya ingin pelayang bapak ini menemani saya makan sambil berbincang dengan bapak?" tanya Ali sambil sesekali melirik Prilly, yang sedang berharap jika kalau Pak Soejoedhono akan lebih membelanya untuk pergi ke dapur saja. Sebenarnya ada nada tak rela dari hati Ali, ketika menyebut Prilly sebagai 'pelayan bapak'. Tapi apa boleh buat?

Pak Soejoedhono menatap Prilly sebentar lalu menatap Ali lagi sambil tersenyum, "Oh, silahkan tidak masalah. Prilly kamu tetap disini, ya?"

Prilly hanya bisa mendesah pelan sebelum akhirnya bergumam, "iya, Pak." Prillypun di kursi sebelah kanan Ali dan Pak Soejoedhono duduk di depan Ali.

***

Hampir 30 menit berlalu, Prilly hanya duduk diam sambil menunduk mendengarkan obrolan Ali dan Pak Soejoedhono yang sama sekali tak dimengertinya.

Lama kemudian Prilly merasakan kantuk yang menyerang. Sekuat usaha ia mencoba menahan rasa kantuknya. Namun tetap saja ia melamun dan lambat laun memejamkan matanya, kemudian bangun dengan tersentak. Begitu terus sampai beberapa kali.

Hal itu juga sejak dari tadi Ali perhatikan. Meskipun telinganya mendengarkan apa-apa saja yang dibicarakan bawahannya ini, tetapi matanya tak lepas memperhatikan Prilly yang terus menahan rasa kantuknya.

"Baiklah, mungkin sampai disini kita berbicara. Untuk selanjutnya saya akan berusaha terus memantau perkembangan cafè." ujar Pak Soejoedhono dan di angguki oleh Ali.

"Saya ingin menikmati hidangan disini, Pak."

"Silahkan. Kalau begitu saya permisi." Pak Soejoedhono lalu pergi.

Prilly tidak menyadari kalau Pak Soejoedhono sudah pergi, saking kantuknya ia. Dan akhirnya Prilly tak bisa menahan lagi kantuknya, hingga ia ambruk di atas meja. Dengan posisi kepala menoleh ke samping.

Sementara itu Ali tersenyum manis.

Jika Prilly bekerja di cabang cafènya, itu berarti ia akan sering bertemu dengannya. Dan ia akan memiliki gadis itu lagi. Pasti, batinnya tersenyum puas.

Huhahhh. Aku kesel sama jaringan disini. Dari tiga hari kemarin terus aja signalnya itu Roaming data. Saya sebel.

Karena itu saya minta vote dan commentnya untuk chapter kali ini sekalian untuk menghargai juga hasil ngetik aku ini.

Pegel jempol hayati:-(

My Racer 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang