Dua belas

2.3K 159 30
                                    

Prilly sedikit ternganga melihat siapa si pengendara motor di hadapannya. Pemuda tampan idaman hatinya -dulu- kini turun dari motornya dan sedang berjalan menghampiri dirinya. Sekejur tubuhnya berkeringat hebat, padahal malam ini cukup dingin karena angin berhembus kencang. Maklum, musim pancarobah.

"Kenapa sendiri disini?" dan untuk kesekian kalinya ia berdekatan dengan Ali perasaan ini yang selalu ia rasakan. Hangat di sekujur tubuhnya. Debar di detak jantungnya. Pipi yang memanas karena merona. Dan lupa bagaimana bernafas. Ya, setidaknya itulah efek samping yang ditimbulkan Ali kepada Prilly, dari dulu.

"Kenapa kamu disini?" tanpa menjawab pertanyaan Ali, Prilly berbalik bertanya.

"Aku baru pulang kerja, terus entah kenapa di perempatan sana, aku belokin motornya kesini." kata Ali, lalu melanjutkan, "ke cafè. Eh pas liat tadi, cafè nya udah tutup. Pas mau liat, eh mata liat yang bening disini." Prilly memutar bola matanya malas.

"Kamu sendiri disini lagi ngapain? Ya maksud aku, diem sendiri, malem-malem gini." kata Ali sambil duduk di samping Prilly.

"Aku lagi nungguin taksi atau angkutan umum yang mau lewat ke sini. Susah banget ya dapet angkutan umum disini." jawab Prilly.

"Kenapa gak pesen angkutan online aja. Kan sekarang udah banyak jasa yang nyediain."

"Nggak ah, aku kurang suka pame jasa online-online kayak gitu. Bimin sengsara tukang angkutan umum yang lain."

Tanpa sadar Ali tersenyum. Prilly-nya tidak berubah. Dia tetap gadis cantik yang peduli sesama dan yang terpenying selalu membuat debarnya tak karuan.

"Kalo gitu, gimana kalo aku aja yang jadi tukang ojek buat malem ini," Ali mengangkat alisnya lalu berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Prilly.

"Maksud kamu?" Prilly menatap tangan Ali yang di sodorkan di depannya.

"Aku anterin pulang?" tawar Ali.

"Nggak mau. Entar malah ngerepotin kamu," tolak Prilly.

"Yaudah. Aku pulang duluan ya, kamu aktipin terus hp-nya. Katanya malem di sini banyak yang suka godain."

"Godain? Siapa maksud kamu?" tanya Prilly dengan keringat dingin yang mulai mengucur.

"Aku nggak tau. Bisa aja orang atau..." Ali sengaja melambatkan tiap kata-katanya. "Tuh, di atas pohon."

"ALI!" Prilly segera melompat ke arah Ali.

Oke, mungkin Prilly bekerja di cafe yang ada di seberang sana, tapi itu pun belum lama. Dia masih orang awam seputar daerah sana.

"Oke, oke aku mau ikut pulang." ucap Prilly akhirnya. Pipinya pasti sekarang sudah memerah karena malu bercampur ketakutan.

Ali terkekek kecil, "Dari tadi kek, gitu aja gengsi." goda Ali lalu naik ke atas motornya. Di ikuti Prilly yang naik di jok belakang motor.

"Yaudah, gak usah bawel!" ucap Prilly ketus.

Ali tertawa kecil lalu menjalankan motornya membelah jalanan malam.

Di perjalanan hanya ada angin yang berbicara sementara keduanya memilih bungkam. Mereka berdua tidak tau topik apa yang harusnya seorang mantan bicarakan.

Hubungan mereka waktu dulu?

Tidak. Lagipula bagi Ali hal itu adalah sesuatu yang memalukan karena di akhir itu, di akhir dia bertemu dengan Prilly. Ali malu sama Ibunya Prilly. Karena waktu itu ia memang benar-benar seorang pecundang karena tidak bisa memperjuangkan cintanya dengan Prilly.

Bagi Prilly sendiri, membicarakan masa lalu sama saja dengan membuka luka lama yang sudah kering.

Haii,
Terakhir update 7 juli yaws?
Okee, makasih temen kelas yang udah nyemangatin update cerita ini. Bukan gak mau update sih, tapi aku jadi lupa sma alur nihh😂
Vote yang buanyakk yah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Racer 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang