Hari Selasa yang sungguh cerah. Burung-burung berkicauan di langit Jakarta, matahari terbit bagaikan panorama yang sungguh indah, dan Lienne seperti biasa berjalan menuju halte sendirian.
Jalan raya sungguh ramai akan pengguna jalan, baik mobil maupun motor. Ia masih menunggu adanya kopaja yang lewat didepannya. Ia menoleh, masih ada satu buah bis yang lewat di arah menuju sekolahnya.
"Ayo naek neng, keburu telat," teriak kenek bis kopaja yang bergelantungan di pintu kopaja.
Cewek itu naik ke bis dan mencari tempat duduk yang strategis—dekat jendela, beruntung sekali masih ada kursi di dekat jendela yang tersisa. Alasannya memilih dipojok karena ia sangat senang melihat kendaraan yang lewat dipagi yang cerah, melihat wajah yang penuh semangat di jalanan kota padat ini.
"Kayak kenal deh sama orang yang dibelakang gue." Sudah berkali-kali ia berbicara sendiri di bis, memang sudah kebiasaannya dari kecil.
Ia menoleh keluar jendela sambil mengambil handphone yang ada di saku baju seragamnya. Dan melihat jam yang ada di lockscreen. Tadi, ia sangat terburu- buru membuat lupa segalanya. Lupa membawa jam tangan berwarna hijau yang biasanya ia pakai ke sekolah.
Lienne menoleh kebelakang melalui celah antara kursi dengan jendela. Ternyata, orang yang dibelakangnya adalah Rayhan.
Ia segera berpindah tempat duduk disamping Lienne. "Woyy, kita bertemu lagi di bis kopaja. Jangan-jangan cinta gue berawal dari bis ini?" Ledeknya diikuti dengan tawa kecilnya.
"Mmm, iya. Eh apa apaan lo." Jawab Lienne kaget setengah kesal mendengar kata-katanya barusan.
"Lo udah punya pacar? Apa jomblo selama enam belas tahun lama nya?" Tanya pria itu spontan, lalu menoleh kearahnya.
Ia menoleh ke pandangan Rayhan. "Gue masih jomblo, gue nggak punya mantan, dulu gue suka sama orang tapi dia ninggalin gue gitu aja disaat gue bener-bener sayang sama dia, lah kok curhat sih gue. Gue masih mau jomblo sampe ada yang berani ngucapin ijab qabul didepan penghulu dan orang tua gue. Nyobain pacaran juga gak papa sih." Jawab Lienne detil diikuti dengan tawa diakhir kalimatnya.
"Oh gitu, kasian banget yah jadi lo." Ujarnya sambil meneguk sebotol teh yang digenggamnya. "Woles kali, sama gue mah lu mau cerita apa aja selalu gue respon."
Ngik. Supir kopaja mana saja sangat menjengkelkan. Ia selalu ngerem mendadak ketika sampai di halte tujuan.
Jarak halte menuju gerbang sekolah kisaran lima belas meter. Rayhan membuang botol bekas minumnya itu ke sembarang tempat, lalu menoleh kepada Lienne. "Oh ya, nanti gue ke kelas lo ya pas istirahat."
"Mau ngapain lo? Mau yang engga engga ya? Astaghfirullah." Ia menoleh kearah Rayhan dengan spontan.
"Gue mau ngasih lu video...," ucapnya mengecilkan suara. "Bokep."
"Tobat lo. Mukanya doang kalem, aslinya otak mesum." Ucapnya ceplas-ceplos.
"Nggak lah, gue masih perjaka ting-ting. Gak pernah nonton begituan." Jawab Rayhan diikuti dengan ketawanya yang khas orang jawa.
Bel masuk berbunyi, membuat Lienne berlari spontan menuju gerbang sekolah yang sedang dijaga oleh guru paling killer seantero sekolah.
"Woy, gue duluan ya, belom ngerjain PR nih." Ujarnya dengan mimik wajah yang panik seperti ketahuan guru sedang bermain handphone di jam pelajaran.
Jam pertama dimulai, semua siswa sekolah telah masuk ke kelas masing- masing kecuali siswa yang telat masuk gerbang, mereka pasti dijemur hingga keriting dilapangan seperti kerupuk rengginang. Dan memberikan hormat kepada sang bendera merah putih.
![](https://img.wattpad.com/cover/65505866-288-k333525.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
After Pains
Teen Fiction"Enak ya ngeliat orang-orang, suka-suka mereka mau nyari cowok. Gak kayak gue, kisarannya kayak planet pluto ke inti bumi." -Lienne Tambolon "Sabar aja lah, semua bakal indah pada waktunya. Liat deh matahari, dia berjuang menyinari bumi selama 12 ja...