"Mah, pah. Aku pamit ya. Assalamualaikum."
Pagi ini ditengah gerimis pagi hari, diselimuti hangatnya sinar matahari walau terhalang awan abu-abu. Perempuan itu berjalan dari rumah hingga jalan raya yang ramai akan pengguna jalan kantoran di pagi hari. Ia duduk di halte bis sambil menunggu bis kopaja yang lewat.
Ia menoleh ke arah jalan raya berkali-kali, berharap masih ada satu bis yang datang menghampiri. Sepuluh menit ia lalui sendirian di halte bis dan akhirnya masih ada satu bis yang berhenti di halte itu. Bis itu datang dengan satu kursi kosong yang disampingnya terdapat pria seumuran yang tidak dikenali.
"Maaf, mas. Saya duduk disini ya," ucap perempuan itu, sambil mengatur posisi duduk disebelahnya.
"Eh, Lien? Jangan panggil gue mas, panggil gue Ray, Rayhan Darmawan." Ia menjulurkan tangannya, mengajak berkenalan. "Lagi juga kan lo sama gue seangkatan." Jawab pria yang berada disampingnya. Ia terlihat cool dengan jaket kulitnya.
Perempuan itu menjabat tangan Rayhan. "Lienne Tambolon." Ia lalu melepaskan genggamannya yang hangat. "Kok lo bisa tau nama gue?" Tanyanya dengan memasang wajah penasaran.
"Siapa sih yang gak kenal sama lo, Lien. Semua orang tau kali. Bahkan gue tau kalo lo sering dipanggil bidadari batak," celetuk Rayhan.
"Ah bisa aja. Ngefly nih eneng." Ia tertawa kecil sambil membuka tas kecil berwarna hijau miliknya.
"Permisi mas, neng. Maaf ganggu pacarannya nih." Sesosok pengamen menyanyi dengan menggunakan senar gitar yang memberikan satu kesatuan nada yang sungguh dramatis.
Kau buat aku bertanya
Kau buat aku mencari
Tentang rasa ini aku tak mengerti akankah sama jadinya bila bukan kamu
Lalu senyummu menyadarkan ku
Kau cinta pertama dan terakhirkuRayhan memberikan selembar uang dua ribu yang kusam dan lecek.
"Terima kasih mas...." Pengamen itu mengambil uang yang disodorkan Rayhan dan langsung pergi meninggalkan tempat duduk mereka.
"Ya gila lo. Dikira pacaran kali. Baru juga kenal masa udah jadian." Lienne memasang wajah kesalnya.
"Gak boleh gitu kalo beneran gimana?" Celetuk pria yang ada disampingnya sambil melihat ke jendela.
Lienne menoleh spontan. "Apaan sih," ia menjawab kesal. Tambah kesal karena perkataan ia barusan.
Lienne merasakan detak jantung yang sangat kencang.
Rayhan menoleh ke Lienne. "Cantik tapi kok baper. Jangan baper dong, bercanda doang kok." Cewek itu terlihat manis ketika sedang marah.
Kopaja berkendara dengan cepat dan tidak terasa sudah sampai di halte sekolah.
Lienne berjalan dari gerbang menuju kelas, menyapa teman-temannya yang satu per satu lewat didepannya. Ia masuk ke kelas XI IPS 5, kelas paling rusuh dari semua kelas sebelas.
"Woiiii. Bidadari batak datang. Sambut tepuk tangannya. Gip aplos wouuuu." Teriakan Juna terdengar hingga keluar kelas. Bahkan ada siswa kelas sebelah yang datang hanya ingin melihat ada apa yang sedang dilakukan Juna. Ia cowok berandalan yang badung tapi keren. Bahkan hampir seperempat cewek kelasnya tertarik padanya.
"Apa-apaan sih lo, Jun. Malu maluin gue aja!" Bentak Lienne.
"Gip aplos lagii. Whooouu. Bidadari bisa ngambek juga." Juna senang sekali menggoda Lienne hingga membuat seisi kelas tertawa terbahak- bahak.
"Diem lo jun! Pergi lo sana dari hidup gue!" Usir Lienne membuat Juna pergi keluar kelas.
Lienne berjalan menuju posisi duduknya dipojok kiri paling belakang dekat jendela yang menghadap koridor. Ia duduk dengan seorang cewek bernama Sifa. Ia sangat baik dan juga rajin dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak menyesal bisa duduk dengannya. Ia selalu mendapat contekan dari Sifa. Selain itu, Sifa juga bisa menjadi pendengar yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Pains
Ficção Adolescente"Enak ya ngeliat orang-orang, suka-suka mereka mau nyari cowok. Gak kayak gue, kisarannya kayak planet pluto ke inti bumi." -Lienne Tambolon "Sabar aja lah, semua bakal indah pada waktunya. Liat deh matahari, dia berjuang menyinari bumi selama 12 ja...