-author pov-
Hari ini hari pertama Lienne masuk sekolah setelah libur semester genap yang cukup panjang, tidak panjang, hanya dua minggu. Liburan yang sungguh membosankan. Ia resmi naik ke kelas sembilan, setelah pembagian rapor yang hasilnya cukup memuaskan.
Pagi yang cerah, burung-burung bersiul merdu. Matahari mulai memancarkan sinar hangat untuk penghuni bumi. Pohon mangga milik Pak Somad terlihat mulai tumbuh ranting dan daun baru. Jalan raya masih terlihat basah akibat diguyur hujan semalam.
Hari pertama masuk sekolah, Lienne diantar ayah berhubung tempat kerja ayah dan sekolahnya satu arah. Ayah mengendarai motor menuju kantor. Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit dari sekolah Lienne menuju kantor ayah.
Motor yang dikendarai ayah telah tiba didepan pintu gerbang sekolah. Lienne mencium tangan ayah. Ia berbalik badan menuju gerbang sekolah, dan ia melihat sesosok pria putih berbadan tegap lewat disamping tubuhnya. Seolah-olah mata Lienne tidak bisa digerakkan kemana pun, selalu tertuju pada pria itu.
Tiba-tiba ada seseorang menepuk bahunya. "Cieee ngeliatin cogan aja."
Lienne tersentak kaget. "Apaan sih lo, ngagetin gue aja, lagi seru juga."
***
Mading sekolah yang terletak di podium terlihat ramai sekali, seperti makanan enak yang dihinggapi banyak lalat. Lienne dan Niken berjalan menuju mading sekolah, Lienne menerobos siswa yang sedang melihat mading hingga posisi paling depan, tidak peduli tanggapan mereka.
Jari telunjuk Lienne bergerak dengan lincah diatas kertas HVS tipis yang ditempel menggunakan double-tape. Jari telunjuknya berhenti di kelas sembilan dua. Dan ia melihat nama Niken Ayu Sari dua baris setelah namanya.
Setelah Ia akhirnya bisa keluar dari gerombolan siswa yang mengerubuti mading. Ia dengan refleks berpelukan dengan Niken-sahabatnya dari kelas tujuh.
Wajah Lienne sangat bahagia. "Kita sekelas lagi," ucap Lienne yang refleks memeluk Niken.
Niken melongo, tidak menyangka selama tiga tahun ini ia terus bersama sahabatnya. "Serius lo?"
"Iya!"
Bel masuk berbunyi yang ketiga kalinya, menunjukkan semua siswa harus memasuki kelas yang telah ditentukan
Lienne dan sahabatnya masuk kedalam kelas sembilan dua. Ia berharap masih ada dua bangku kosong untuknya dan Niken. Doa itu terkabul, masih ada dua bangku kosong terletak di baris nomor dua depan meja guru.
Lienne memperhatikan seisi ruang kelas, sebagian dari kelas itu berandalan semua. Bahkan Joko dan gengnya yang dikenal suka merokok dan tawuran masuk dalam daftar nama siswa sembilan dua. Hanya ada beberapa orang yang ia kenal diantaranya Niken. Mata Lienne tertancap pada pria berkulit putih dan berbadan tegap dipojok ruangan yang duduk bersama Joko. Pria yang lewat di sampingnya ketika berada di gerbang sekolah.
"Nah lo, masih aja ngeliatin Kevin," ujar Niken. Ini yang kedua kalinya ia memecahkan tatapan Lienne.
Pipi Lienne memerah. "Apaan sih lo!"
Tiba-tiba seorang guru berbadan pendek dengan make-up tebal nyelonong masuk kedalam kelas. Dalam sekejap, seisi ruangan menjadi sepi bagaikan rumah kosong yang berhantu.
Ibu guru meletakkan buku dimejanya. Lalu, ia menuju ke tengah kelas. "Selamat pagi, anak-anak."
Seisi ruangan serentak membalas sapaan darinya. "Pagi, bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
After Pains
Teen Fiction"Enak ya ngeliat orang-orang, suka-suka mereka mau nyari cowok. Gak kayak gue, kisarannya kayak planet pluto ke inti bumi." -Lienne Tambolon "Sabar aja lah, semua bakal indah pada waktunya. Liat deh matahari, dia berjuang menyinari bumi selama 12 ja...