Sore ini, rintik-rintik hujan mulai turun membasahi kota Jakarta. Sementara itu, di dalam sebuah taksi, Natasha masih duduk termangu di jok belakang. Si sopir taksi masih terus mengemudikan taksinya dan sesekali melirik Natasha dari spion mobilnya.
"Mbak, sebenarnya tujuannya kemana? Sejak dari tadi kita berputar-putar saja," ujar si sopir itu mulai gusar. Dan Natasha melirik ke punggung sopir itu dengan wajah penuh cemas.
"Jalan saja dulu Pak," suruhnya. Si sopir mendengus dan geleng-geleng kepala. Natasha melirik kearah argo dan bertambah cemas. Argo menunjukkan angka seratus dua puluh tujuh ribu. Ia segera merogoh sakunya, dan ternyata di dalam sakunya hanya ada selembar uang lima puluh ribuan. Sementara ia tidak membawa dompet, bahkan ponsel.
"Pak, turun disini saja," ujarnya kemudian. Si sopir mengernyitkan dahi dan segera menepikan taksinya.
"Sebenarnya Mbak ini mau kemana?" tanya si sopir.
"Saya..." Natasha terdiam. "Ohya, saya hanya punya uang segini," sambungnya sambil mengacungkan uang lima puluh ribuan kepada sopir taksi itu. Si sopir menerimanya dan melirik argo. Angka yang ditunjukkan argo dengan uang yang diberikan Natasha berbeda jumlahnya.
"Ini kurang Mbak," seru si sopir.
"Saya... tidak punya uang lagi Pak. Saya minta maaf. Dompet saya ketinggalan, bahkan saya juga tidak membawa ponsel sekalipun," tukas Natasha.
"Ya ela si Mbak. Kalau tidak punya uang jangan naik taksi Mbak," omel si sopir taksi sedikit kesal. Ia meraih uang yang diberikan Natasha dan merungut kesal. Setelahnya Natasha segera turun dari taksi itu. Air hujan segera membasahi tubuhnya begitu ia keluar dari taksi. Ia celingukan sebentar dan tidak tahu harus kemana. Karena memang daerah tempatnya turun saat ini, adalah pinggiran jalan dan tidak ada tempat yang dikenalnya. Maka, supaya tidak basah kuyup karena hujan yang semakin mengguyur, Natasha segera berlari menuju sebuah halte bus yang ada disana. Ia bergabung dengan beberapa orang yang ada disana untuk berteduh pula.
Natasha membersihkan air-air yang menempel dikulit dan bajunya sejenak. Setelahnya, ia melirik kepada orang-orang yang duduk dan tegak sepertinya di halte itu. Ada sepasang muda-mudi yang duduk disana sembari bercengkerama dengan mesra. Sepertinya pasangan kekasih. Natasha tersenyum getir, seandainya ia dan Erik adalah pasangan kekasih itu, pasti ia merasa sungguh bahagia.
"Sayang, dingin..." bisik si perempuan kepada kekasihnya. Dan sipemuda segera membuka jaketnya dan membalutkannya ke tubuh si perempuan. Oh, Natasha bergetar pilu bila menyaksikan itu. Perlahan, air matanya tergenang di pelupuk matanya. Natasha segera menyekanya agar tidak jatuh berderai. Oh Tuhan, betapa getirnya hidup ini. Orang lain diberikan kesempatan untuk berbahagia seperti itu. Sementara dirinya, kenapa tidak diberi kesempatan? Apakah memang ia tidak layak untuk berbahagia? Atau apakah dosanya hingga ia tidak layak untuk berbahagia? Tanpa terasa bening bergulir dari ruang matanya.
Tak berapa lama kemudian, hujan telah berhenti. Satu persatu orang-orang yang ada dihalte bergegas meninggalkan tempat itu. Tinggallah Natasha seorang diri. Sementara hari mulai gelap, cahaya-cahaya lampu jalan mulai terlihat. Sinar-sinar lampu kendaraanpun mulai menyala. Sejenak Natasha celingukan, kemana dia harus pergi? Sepeserpun uang disakunya sudah tidak ada lagi. Kalau ia pulang, tidak mungkin. Karena ia tidak mau dinikahkan dengan Reihan, pemuda yang tidak dicintainya. Akhirnya, Natasha melangkah sendirian di trotoar jalanan. Beberapa pedagang jajanan malam menawarkannya untuk masuk ke dalam pondok. Meskipun rasa lapar menyerangnya karena aroma yang ditimbulkan oleh jajanan itu, namun karena tidak punya uang sama sekali, Natasha menolaknya. Ia terus melangkah hingga sampai pada sebuah jalanan sepi. Ada dua orang preman yang tengah nongkrong di pinggir jalan melihatnya berjalan sendirian.
"Cewek, Man," seru salah seorang preman kepada temannya. Maka kedua preman itu langsung mencegat langkah Natasha dan menghadang jalannya.
"Mau kemana cantik? Malam-malam jalan sendirian? Lagi galau ya? Sini, Abang temani,"
"Jangan, saya mohon lepaskan saya," bisik Natasha memohon.
"Kenapa? Abang akan membawamu menuju surga Sayang," tukas salah satu preman lain.
"Jangan Bang, saya mohon," elak Natasha lagi. Namun salah satu dari preman itu langsung menggenggam tangan Natasha. Terang saja Natasha berontak, dan melakukan perlawanan. Karena merasa muak, akhirnya preman-preman itu memukuli Natasha hingga perempuan itu tersungkur di tanah dan tidak berdaya lagi.
"Aku duluan Bro," tukas salah satu preman kepada temannya. Si preman yang satunya hanya mendengus dan mendorong kepada temannya itu.
Ivan yang tanpa sengaja berjalan di dekat jalan itu, melihat kejadian tersebut. Meskipun ia tidak tahu siapa yang menjadi korban preman itu, ia tetap merasa kasihan. Maka, akhirnya ia dapat akal. Ia menyalakan salah satu ringtone ponselnya yang mirip sekali dengan bunyi sirine polisi. Akhirnya, karena mendengar bunyi sirine itu, kedua preman langsung kabur karena ketakutan. Setelah memastikan kedua preman itu kabur, Ivan langsung menemui perempuan yang hampir menjadi korban pemerkosaan itu. Dan alangkah terkejutnya ia ketika menyadari bahwa itu adalah Natasha, sahabatnya sendiri.
"Tasha..." bisiknya mengangkat wajah Natasha.
"Ivan, tolong aku Van," tukas Natasha.
"Ayo, masuk ke mobilku. Kita ke butikku sekarang," ajak Ivan. Ia segera membantu Natasha untuk berdiri dan melangkah memasuki mobilnya.
"Kau darimana?" tanya Natasha di perjalanan menuju butik Ivan.
"Aku ada keperluan di daerah sini tadi. Waktu aku melihat kedua preman itu, langsung saja aku menyalakan ringtone ponselku. Aku kasihan kepada orang-orang korban pemerkosaan seperti itu. Ohya, kau darimana? Kenapa kau sampai di daerah ini malam-malam begini?" tanya Ivan pula sedikit heran.
"Aku... aku tidak tahu harus kemana. Aku bingung Van," bisik Natasha dan mulai menangis pilu. "Aku dipaksa menikah dengan Reihan, orang yang tidak aku cintai. Padahal kau tahu sendiri, aku hanya mencintai Erik,"
Ivan mendengus getir. "Aku tahu Tash, kau memang hanya mencintai Erik. Tapi sekarang kau tidak bisa lagi membanggakan rasa cintamu itu. Karena cinta kalian tidak mungkin dapat bersatu lagi Natasha, karena Erik sudah meninggal,"
"Kalau begitu mengapa tidak kau biarkan saja tadi aku mati ditangan preman-preman itu? Agar aku dapat menyusul Erik ke surga," sergah Natasha.
"Hei, are you crazy? Kau sudah kehilangan akal sehat atau bagaimana sih Tasha?" ungkap Ivan gusar. "Kau bisa jamin jika kau mati, kau akan masuk surga? Kalau tidak bagaimana? Lalu satu lagi, apa kau bisa jamin setelah kau mati kau dapat bertemu lagi dengan Erik? It's impossible Natasha," ungkap Ivan gusar. Natasha terdiam, ia hanya menunduk dan menangis pilu. Yang dikatakan Ivan, benar juga. Tentu ia tidak dapat menjamin kalau mati ia akan masuk surga dan bertemu dengan Erik kembali. Siapapun tidak dapat menjamin akan hal itu. Perlahan Natasha tersedu sedan menahan tangisnya. Dan mobil Ivan berhenti perlahan di depan butik lelaki itu. Dia dan Natasha bergegas turun dari mobil.
* * *
Hadinoto mondar-mandir di dalam rumahnya, dan selalu memasang wajah panik. Sementara itu disofa duduk Anggun yang terus meratap, Winda memeluknya. Sylvana dan Indra duduk berdampingan dan terlihat sama paniknya. Sementara Reihan terlihat memukul-mukul pahanya pertanda tengah dilanda kecemasan luar biasa.
"Kemana kita harus mencari Natasha lagi?" tanya Hadinoto entah kepada siapa.
"Aku takut, dia melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya lagi," ungkap Indra pula didalam kecemasannya.
"Kita terus berdoa semoga itu tidak terjadi. Kita tidak mungkin lapor ke polisi, karena kejadian ini belum terjadi dua kali dua puluh empat jam. Polisi dapat bertindak jika sudah dua kali dua puluh empat jam," tukas Sylvana sama paniknya. Sementara Anggun hanya menyebut nama anaknya itu sambil terus menangis di pelukan putri bungsunya.
"Aku juga sudah coba hubungi ke beberapa teman yang mungkin Natasha temui Om. Dan semuanya mengatakan bahwa mereka tidak melihat ataupun bertemu dengan Natasha," sergah Reihan pula. Sejenak semua diam, semua tengah berpikir keras. Apa yang harus mereka lakukan lagi?
"Reihan, tapi kau mau bukan, menjadi suami Natasha?" tanya Hadinoto memecah keheningan. Reihan menoleh kepada lelaki yang diseganinya itu. Sejenak iapun terdiam.
"Ya. Kalau itu memang akan membuat Natasha dapat menerima kenyataan ini dan kembali seperti dulu lagi, saya mau Om. Karena sebenarnya saya masih mencintai Natasha," ungkap Reihan. Sontak wajah Hadinoto cerah. Ia merasa berterima kasih sekali jika Reihan mau menjadi menantunya. Tetapi yang menjadi persoalan sekarang adalah, Natasha telah hilang.
"Mas, coba hubungi Mbak Andien. Siapa tahu Kak Natasha disana," ujar Winda tiba-tiba.
"Andien itu siapa?" tanya Reihan.
"EO untuk pesta pernikahan Kak Tasha rencananya. Dia juga sudah teman akrabnya Kak Tasha dari dulu," jawab Winda. "Ini nomor ponselnya," sambungnya memberikan nomor ponsel Andien yang ada diponselnya kepada Reihan. Reihan menekan nomor tersebut di ponselnya lalu mendekatkan speacker ponsel ke telinganya.
"Halo, dengan Mbak Andien?" tanya Reihan begitu ada seseorang yang menyapanya.
"Ya, betul. Ini siapa?" tanya Andien.
"Saya Reihan Mbak. Mbak teman Natasha bukan?"
"Benar. Ini Reihan mana?"
"Apakah Mbak melihat atau bertemu dengan Natasha sejak pagi tadi? Soalnya sejak pagi tadi dia kabur, dan tidak tahu kemana. Seluruh keluarganya sudah panik,"
"Apa?" sembur Andien panik. "Anda jangan main-main,"
"Saya tidak main-main. Ini saya sedang dirumah Natasha bersama keluarganya," ungkap Reihan cepat. Hadinoto cepat meraih ponsel itu dari tangan Reihan dan berbicara kepada Andien.
"Halo Andien, ini Om Hadi," ungkap Hadinoto.
"Om, jadi benar Natasha kabur? Dimana dia sekarang?" tanya Andien pula.
"Ya. Itulah yang sedang kami cari. Kami semua panik Ndien, kamu tidak bertemu dengan Natasha atau melihatnya sejak tadi pagi?"
"Tidak Om. Seharian ini aku dirumah, tidak pernah keluar," tukas Andien pula.
"Ya Tuhan,"
"Sudah dicoba menghubungi ponselnya?"
"Dia tidak membawa ponsel dan dompet, itu menambah kepanikan kami Andien,"
"Ya Tuhan Natasha. Sebentar Om, aku akan share berita ini di media jejaring sosial. Siapa tahu ada yang melihatnya. Nanti aku kabari Om lagi ya," sergah Andien.
"Ya Andien. Terima kasih," ucap Hadinoto dan segera mematikan hubungan pembicaraan. Setelahnya ia mendengus lesu dan mengembalikan ponsel Reihan.
"Tidak ada Pa?" tanya Winda. Hadinoto menggeleng lemah.
"Tidak," sahutnya lesu.
"Ya Tuhan, kalau begitu kepada siapa lagi kita harus bertanya?" tanya Reihan pula.
"Kak Ivan. Ya, siapa tahu Kak Ivan melihatnya. Coba hubungi Mas," ujar Winda lagi.
"Ivan siapa?"
"Cari nama Ivan diponselku dan segera hubungi. Dia adalah salah satu sahabat Kak Tasha yang akrab," ungkap Winda gusar. Reihan segera melakukan apa yang diperintahkan, dan setelah menemukan nomor ponsel Ivan ia segera menghubunginya.
Sementara itu di butiknya, ketika mendengar bunyi dering ponselnya, Ivan segera mengambil benda itu. Ia sedikit heran ketika melihat orang yang menghubunginya, tidak ada nama yang tertera, hanya nomornya saja. Siapa ini, pikir Ivan menimbang-nimbang. Sementara, Natasha masih duduk disebelahnya dan terus bercucuran air mata. Dengan agak ragu, akhirnya Ivan menjawab telepon masuk tersebut.
"Halo..." sapanya tanpa mengetahui siapa yang meneleponnya.
"Bisa bicara dengan Ivan?" tanya seseorang, suara seorang lelaki.
"Ya. Saya sendiri," jawab Ivan.
"Oh. Saya Reihan, teman Natasha. Apakah Anda bertemu atau melihat Natasha sejak tadi pagi? Soalnya dia kabur dari rumah sejak tadi pagi. Saya dan seluruh keluarganya sudah panik mencarinya," ungkap Reihan tanpa basa-basi lagi. Ivan sedikit terdiam, ia ingat dengan nama Reihan. Ya, nama yang disebut-sebut Natasha sebagai orang yang akan dinikahkan dengannya. Dan pemuda itu pasti tengah mencari-cari Natasha, pikir Ivan menimbang-nimbang. Sementara Natasha ada bersamanya disini. Ia melirik kepada Natasha yang masih saja menangis disampingnya. Sejenak kemudian, Ivan menjauhkan ponsel darinya dan berbisik kepada Natasha.
"Tash, Reihan meneleponku. Menanyakan tentangmu. Apa yang harus kukatakan?" bisik Ivan penuh keragu-raguan. Bagaimanapun, ia tidak ingin mengecewakan sahabatnya. Tapi disisi lain, haruskah ia berbohong dan menyembunyikan Natasha dari keluarganya?
"Apa? Reihan?" sembur Natasha panik. "Bilang saja kau tidak melihatku. Bilang aku tidak disini. Tolong Van, aku tidak mau menikah dengannya. Aku hanya mau menikah dengan Erik," sambung Natasha dengan wajah gemetar ketakutan. Ivan mendengus dan sejenak kemudian, ia meraih ponselnya kembali.
"Halo..." sapa Ivan lagi.
"Ya, halo. Kenapa Anda lama sekali menjawabnya?"
"Maaf, tadi saya ada pelanggan. Saya... tidak melihat ataupun bertemu dengan Natasha. Tapi saya akan coba cari tahu dimana keberadaannya," jawab Ivan berbohong.
"Ya sudah, kalau begitu. Terima kasih," tukas Reihan mendengus pilu. Dan hubungan pembicaraanpun terputus. Ivanpun mendengus dan melempar ponselnya ke sofa. Sejenak kemudian, ia melirik Natasha yang masih saja menangis disampingnya.
"Sudahlah, kau tidak perlu menangis lagi. Aku mengerti perasaanmu Tasha. Kalau kau memang tidak mau menikah dengan Reihan, tidak apa. Tapi kau tidak bisa tetap kekeuh ingin menikah dengan Erik. Karena Erik itu sudah meninggal Natasha," ujar Ivan menenangkan sahabatnya itu.
"Walaupun aku hanya akan menikah dengan nisannya saja, tidak mengapa," jawab Natasha pasti. Ivan tercengang, kali ini ia terdiam luar biasa. Oh, apakah Natasha benar-benar sudah kehilangan akal sehat, pikirnya. Setan apa yang sudah merasuki jiwanya, hingga ia begitu susah diberi pengertian? Mendengar penuturannya itu, sontak Ivan menjadi berubah pikiran. Keluarga Natasha harus diberi tahu, karena keadaan Natasha sudah tidak stabil lagi. Bisa jadi, dia berbuat yang tidak-tidak. Untuk itu, Ivan meraih ponselnya kembali dan diam-diam mengirimkan pesan instan kepada Reihan yang berisi kalau Natasha sudah berada dibutiknya.
Sementara itu, dikediaman Natasha, keluarganya masih dibalut kecemasan. Dan ketika itu ponsel Reihan berdering singkat. Pemuda itu segera meraihnya dan membuka pesan masuk itu. Ternyata dari Ivan. Setelah membacanya, mendadak timbul kecerahan diwajah Reihan.
"Om, ini SMS dari Ivan. Katanya Natasha sudah ada dibutiknya sekarang," sembur Reihan. Hadinoto menoleh cepat kepadanya dan merebut ponsel itu dari tangan Reihan lalu membaca pesan masuk tersebut.
"Kalau begitu ayo kita langsung susul kesana sekarang juga," kata Hadinoto cepat.
"Jangan," cegat Winda. "Tidak usah terlalu terburu-buru Pa. Yang penting kita sudah tahu posisi Kak Tasha berada dimana, dan dia dalam keadaan baik-baik saja. Biarkan dia tenang dulu disana, besok pagi baru kita jemput. Balas SMS Kak Ivan, katakan agar dia menahan Kak Tasha dulu sampai besok pagi," usul Winda pula. Hadinoto menimbang-nimbang, dan kemudian membalas SMS dari Ivan yang isinya mengatakan agar Ivan menahan Natasha dulu disana sementara mereka belum datang menjemput.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Di Surga
RomanceSetiap manusia hanya bisa berencana, dan keputusan tetap berada di tangan Tuhan. Itulah yang dialami Natasha, seorang perempuan yang berencana akan segera mengakhiri masa lajangnya dengan menikah bersama lelaki yang begitu dicintainya. Semua sudah d...