4 - Austin|Your Hot Whiskey Eyes Have Fanned the Flame

34 3 0
                                    

22-03-2016

***

Aku terbangun. Mataku kering dan aku merasa mereka mau lepas. Seakan mereka bosan dililit oleh saraf-saraf di mataku dan memberontak keluar, ingin menggelinding ke lantai. Aku tahu itu terdengar menjijikan tapi percayalah, itu yang aku rasakan sekarang.

Aku tidak ingat apapun semalam. Yang aku ingat hanyalah aku mabuk lagi kemarin sore. Aku juga baru bangun, jadi aku juga masih susah mengingat. Aku memukul-mukul kepalaku, merasakan aku melupakan sesuatu yang penting kemarin. Aku menguras otak ku, memaksa roda-roda gerigi di kepalaku untuk berputar. Akhirnya aku ingat lagi. Aku menceritakan Samantha masa lalu ku kemarin. Aku merasa menyesal. Tapi sebagian dari diriku mengatakan bahwa itu hal yang bagus sebagai permulaan. Aku ingin memiliki teman. Atau bahkan seseorang yang kurang dari itu. Yang jelas aku tidak mau sendirian.

Masih jam 3 pagi, sial. Aku berbaring lagi di kasurku, berusaha tidur lagi. Menunggu sakit kepala ku berhenti, menunggu sisa adrenalin yang mengalir di darah ku untuk berhenti.

23-03-2016

***

Aku terbangun lagi, melihat ke arah alarm ku. Sudah jam 9 pagi, tapi masih terlalu pagi jika aku ingin pergi ke café itu lagi. Aku duduk di kasurku lagi, lalu berbaring lagi. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku akhirnya berdiri dan berjalan mengelilingi kamar itu.

Aku memutar radio terlalu keras, aku tahu itu. Para tetangga akan marah. Mengutuk dan berteriak ke arahku. Tapi aku tidak peduli, aku tidak akan peduli. Aku mengambil sebatang rokok dan membuka jendela. Aku menyalakannya, melihat asapnya bergerak ke langit. Terbang bebas. Aku merasa iri dengan asap kelabu itu.

Aku melihat rokok yang ada di tanganku. Hidup bisa diumpakan sebuah rokok. Rokoknya adalah dirimu. Api adalah semangatmu yang -dalam hal ini- membakar rokok tersebut. Semakin besar api nya, semakin banyak dan tinggi asap nya. Semakin kecil apinya, semakin rendah dan sedikit asap nya. Kita umpakan asap ini sebagai hidup.

Sayangnya hidup tidak semudah membakar sepuntung rokok.

Aku melihat keluar, ke arah pemandangan yang tidak asing lagi itu. Dunia ini juga bisa diumpamakan sebuah drama teater. Dunia adalah panggungnya. Manusia adalah tokoh nya. Ada yang antagonis dan protagonis. Ini cliché, aku tahu. Terlalu sering diucapkan oleh orang yang sedang mengalami masalah dalam hidupnya atau orang yang mencoba menjadi seseorang yang bijak dan dipuji banyak orang.

Aku tidak mau jadi bijaksana. Karena bijaksana berarti aku akan menjadi dewasa secara mental. Tapi aku memang punya banyak masalah dalam hidupku, semua orang tahu itu. Semua orang bisa melihatnya sekali mereka berpapasan denganku.

Aku punya banyak nama: Si Bermasalah, Si Pemabuk, Si Perokok, Si Menyebalkan, Si Penyendiri, Si Arogan, Si Bodoh, Si Penganggu, Si Menyedihkan. Kau punya banyak pilihan untuk memanggilku. Dan aku tidak akan marah karena itu semua benar. Aku bisa jadi manusia dengan nama terbanyak di dunia ini, lalu namaku akan ditulis di UNESCO dan aku akan memiliki nama baru lagi -Si Nama Banyak-.

Aku tertawa seperti orang bodoh, menggelengkan kepalaku dan mengatakan diriku sendiri gila dan bodoh. Lalu menghisap rokok ku lagi, merasakan nikotin yang kuat memasuki paru-paru ku.

Aku menginjak rokok itu, memastikan apinya sudah mati, lalu masuk lagi ke kamar. Aku melihat jam, sudah jam 11 pagi. Pasti dia belum ada disana. Tapi itu lebih baik, tempat itu pasti masih sepi. Aku tidak suka keramaian.

***

Dan ternyata intuisi ku salah.

Café itu sudah ramai, tetapi tetap saja dia belum datang. Aku melihat kursi ku sudah di duduki orang lain, seorang laki-laki berambut hitam legam. Jelas aku tidak akan duduk dengan orang itu. Aku memesan sebotol whiskey dan mencari tempat duduk. Hampir semuanya sudah penuh. Akhirnya aku duduk di kursinya, menunggu dia datang.

"Change Me."Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang