(Filter Chapter.)
24-03-2016
***
Aku melihat ke langit-langit kamarku, entah kenapa tiba-tiba polanya menjadi menarik.
Aku bermain-main dengan handphone ku, membuka lalu mengunci nya lagi. Pantulan matahari yang terbenam terlihat di layarnya. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku punya perasaan akan ada sesuatu yang terjadi. Kau bisa bilang aku seperti Sally dari The Nightmare Before Christmas; intuisi ku jarang salah, dan mayoritas adalah hal buruk. Dan aku punya pemikiran kalau pemikiran ku kali ini salah.
Aku membuka handphone ku, memasukkan kata sandinya, melihat kolom pemberitahuan yang kodong, lalu mengunci nya lagi. Membuka, melihat, mengunci, ulangi. Begitu terus. Seperti sebuah grafik yang berputar tak berhenti.
Aku jadi teringat Austin memberi nomor teleponnya kemarin, aku sudah mengiriminya sebuah pesan singkat, tapi dia belum membalasnya. Mungkin dia belum membacanya, atau mungkin dia terlalu mabuk untuk memeriksa handphone nya. Entah, aku tidak begitu peduli saat ini.
Aku mendengar lagu Hold On Till May diputar, entah dari mana asalnya. Intro nya terus berputar, berakhir, lalu berulang lagi. Tidak ada suara vokalnya sama sekali, hanya petikan senar gitar saja yang terdengar. Aku bingung, sampai aku sadar kalau itu adalah ringtone handphone ku yang berbunyi. Aku melihat ID si penelepon: Austin. Aku langsung mengangkatnya, mendengar suara sobekan dan dia mengucapkan sesuatu yang seperti kutukan pelan di ujung lain telepon ini.
"Halo?" Aku bertanya, formal. Berusaha seakan aku tidak pernah mengenal dirinya sebelumnya. "Kau terdengar aneh kalau berbicara sopan seperti itu." Dia menjawab, ada sedikit kelelahan di suaranya, seperti dia baru saja bangun.
"Kau sudah bangun?"
"Tidak. Austin sedang tidur. Ini ponsel nya yang berbicara." Aku bisa melihat dia memutar matanya."Kau sedang mabuk?"
"Tidak. . .
. . . tidak lagi . . .
Kenapa kau bertanya?""Entahlah, kau terdengar lelah?"
"Ha. Ha. Logis sekali."
"Kau terdengar menyebalkan sekali."
"Tapi aku pikir aku memang selalu menyebalkan?"
"Memang. Maksudku kau lebih menyebalkan hari ini."
"Oh, jadi kau berpikir aku lebih menjengkelkan hari ini?"
"Iya. Dan aku tidak minta maaf kalau kau tersinggung, karena itu memang harapan ku."
"Wow. Kau sedang PMS rupanya?"
"Kalau begitu, berarti aku PMS setiap hari."
Hening. Dia tidak menjawab, tapi aku masih bisa mendengar suara derak napasnya dari ujung telepon. Akhirnya dia menghela napas.
"Aku yakin kau tahu ini bukan perkenalan via telepon yang bagus"
Dia terdiam, demikian juga diriku. Dia benar. Tapi aku benci untuk mengakuinya.
"Kau tahu kalau aku benar tapi kau tidak ingin mengakuinya bukan?"
"Diamlah."
". . . Bagaimana kalau kita mengirimi pesan saja? Aku tidak suka berbicara dengan orang melalui telepon."
"Kau yang menelepon ku."
"Oh ya . . ."
Dia memutuskan teleponnya. Aku memperhatikan durasi menelepon ku: 1:27. Cukup lama. Aku merasakan telepon ku bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Change Me."
Roman d'amour"Jangan. Hidup ini hanya sebuah kincir ria: Terkadang diatas, terkadang dibawah." "Tapi kau juga tahu bahwa setiap kincir ria pasti berhenti di bagian bawah, bukan?" "Bagian bawah adalah kematian. Jadi ya, aku tahu." "Kau juga tahu bahwa kincir ria...