The Autist Pianist

193 15 1
                                    

"Hei kamu, anak autis! Kembalikan barang yang kamu ambil tadi!"teriak sang penjaga toko yang melihat Dane–seorang anak laki-laki yang menderita down syndrome, atau lebih dikenal sebagai anak yang memiliki keterbelakangan mental–mengambil barang dari tokonya itu. Dane sangat ahli dalam menjaga mimik wajahnya, sehingga dia tidak terlihat ketakutan sekarang ini.

"Yaampun, Dane. Maafkan anak saya, bu. Saya berjanji dia tidak akan menggangu ibu lagi," ujar seorang wanita–mama Dane yang bernama Fero. Fero melihat ke bawah saat ia merasa ada yang menarik bajunya dan bertanya, "Ada apa, Dane?"

"Aa-aa m-mu-musik, mu-musik," jawab Dane terbatah-batah tanpa melihat tepat pada manik mata Fero.

"Musik? Kamu ingin belajar musik? Apa kamu sanggup dengan kondisimu yang sekarang ini?" tanya Fero tak yakin pada kemauan anak satu-satunya itu. Bukannya tidak mendukung, tapi Fero hanya khawatir pada kondisi anaknya itu.

Bagaimana jika dia di-bully oleh anak lainnya? Bagaimana jika dia diejek oleh orang lain? Bagaimana, bagaimana, dan bagaimana. Berbagai pertanyaan muncul di benak Fero saat mendengar keinginan anaknya.

Lagi, Dane menarik ujung baju Fero untuk memanggilnya. Fero pun melihat ke arah anaknya lalu bertanya, "Ada apa?"

Dane tidak menjawab, melainkan hanya tersenyum sambil melihat ke sembarang arah dan mengangguk. Fero menghela napas pelan lalu berkata, "Baiklah, tapi kalau ada yang mengganggumu, langsung beritahu bunda ya."

***

"Hati-hati ya, Dane. Ingat, bunda di luar mengawasimu. Jangan bandel ya, jangan berlari nanti kamu jatuh, jangan mengambil barang yang bukan milikmu, jangan merusak sesuatu, jangan—huft, bunda pasti akan terus ada di sini untuk Dane," ujar Fero panjang lebar.

Kemana perginya ayah Dane? Ayah Dane pergi meninggalkan mereka saat usia Dane baru saja dua bulan, karena ayah Dane sama sekali tak menginginkan anak yang tak sempurna, seperti cacat, autis, berpenyakitan sejak kecil, dan lain sebagainya yang menurutnya tak sempurna.

Mungkin semua orang yang mendengarnya akan berkata, "Ayah macam apa dia? Bisa membuat dan melahirkannya tapi tak bisa menjaga dan memberinya kehidupan yang layak? Sungguh tak berperikemanusiaan." Tapi ingat, itu hanyalah perkataan yang mereka ucapkan jika Fero berada di sekitar mereka.

Jika Fero tidak berada di sekitar mereka, mungkin inilah yang mereka bicarakan, "Dia memang pantas mendapatkannya, meninggalkan istri dan anaknya yang autis itu memang sudah seharusnya dia lakukan."

Begitulah sifat orang-orang, bermulut manis jika berada di dekat orang tersebut, dan bermulut busuk saat mereka jauh dari orang tersebut.

Lalu, seorang wanita yang kira-kira berusia 30 tahun itu menghampiri Fero dan Dane lalu bertanya, "Dane Xelandro?"

Fero pun mengangguk untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Setelahnya, gadis itu pun membawa Dane ke sebuah ruangan dengan buku-buku yang berada di tangannya. Ruangan tersebut memiliki sebuah piano di tengah ruangan dan rak buku yang penuh dengan buku-buku.

***

19:34

Dexiandra Hall

"Apa kamu gugup, Dane?" tanya Fero lembut.

Usahanya selama ini benar-benar membuahkan hasil, karena sekarang, Dane sudah pandai dalam memainkan piano. Kata siapa, anak autis selalu menyusahkan orang-orang di sekitar hanya karena mereka tidak dapat membantu?

"Selamat datang di Dexiandra's International Piano Competition! Acara kali ini memersembahkan para pianist yang datang dari berbagai negara untuk menentukan pianist yang terhebat di seluruh dunia!" ujar sang MC membuka acara, "pertama, kami persembahkan musik Fugue No. 16 in G Minor oleh Dane Xelandro."

Down Sindrome DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang