Aku Mau Kerja!?!

3.7K 129 33
                                    

Hhhh. Lagi-lagi aku menghela nafas panjang untuk yang ke sekian kalinya. Namun lagi-lagi pula suami gantengku tidak memperhatikannya dan masih juga sibuk bolak balik dengan ritual malamnya menyiapkan camilan untuk menonton bola. 'Ck, kalau bola aja ditonton terus-terusan nggak mau kedip, giliran istri sendiri ditontonnya sambil kedip-kedip mulu.' kesalku dalam hati yang membuatku refleks menghela nafas lagi. Hhhh.

"Kenapa sih, yaaaank? Daritadi hah heh hah heh. Kaya lagi mikir utang negara aja." ucapnya dan langsung duduk di sebelahku, tapi tidak lupa dengan setoples nastar di tangan kirinya dan remote TV di tangan kanannya.

"Emang lagi mikir utang, yank. Tapi bukan utang negara." jawabku pelan.

"Teruuusss?" tanyanya lebay dengan bibir dimaju-majukan, tanpa memandangku dan terfokus pada nastar di toples dan TV di hadapan kami.

"Jangan bilang saking nggak ada kerjaannya kamu mikirin utang tetangga sebelah yang rumahnya kaya kebun binatang itu." tambahnya lagi mencibirku. Dih, apaan coba kebun binatang. Kumat lebay nya suami gantengku ini. Tetangga sebelah kan cuma punya burung kenari, burung merpati, burung kakak tua, terus juga ayam bekisar, ayam kate, eh tapi mereka juga punya kucing anggora, kelinci anggora, lah ini kenapa aku jadi mikirin binatang-binatangnya tetangga sebelah. Fokus Dira, fokus.

"Ngapain mikir tetangga sebelah coba." kesalku.

"Teruuuusss kalau bukan mikirin utang tetangga sebelah mikirin utang siapa?" tanyanya sudah setengah serius menatap TV.

"Ck, gini lho, yank. Kan Dito udah masuk SD tuh, terus Denia juga masuk TK. Semakin lama kan nantinya kita butuh banyak biaya, tabungan kita kan sebagian udah kita pakai buat beli rumah ini. Belum lagi ditambah nanti kalau Dito kuliah dan Denia masuk SMA. Jadi..."

"Langsung intinya?" potongnya menyebalkan.

"Eum, intinya....." ucapku ragu-ragu.

"Ya?" tanyanya penasaran dan berpaling dari TV menatapku intens.

Pantas tidak seandainya aku mengangkat topik ini di malam hari saat suamiku sedang sibuk-sibuknya berkosentrasi pada pertandingan bola di TV saat ini? Tapi kalau bukan saat ini, kapan lagi aku bisa membicarakan hal ini? Baiklah, aku pasti bisa.

"Aku mau kerja!" ucapku cepat dan sangat yakin.

"Heeeehh???"

"Boleh ya, yank, ya? Aku pengen kerja. Bosen di rumah. Lagian kalau Dito sama Denia berangkat sekolah terus aku gimana? Masa iya di rumah sendirian. Dah gitu sia-sia banget aku selesain kuliah sebelum ada Denia kalau ujung-ujungnya aku cuma di rumah aja gini. Terus juga kalau aku kerja kan lumayan buat nambah-nambah biaya sekolah Dito sama Denia." jelasku panjang kali lebar sama dengan luas.

"Hei, yank. Kamu lupa ya Dito sama Denia itu cucu siapa?" tanyanya aneh. Ngapain coba nanya-nanya Dito sama Denia cucu siapa. Jelas-jelas mereka cucu keluarga Pratama dan cucu keluarga Sastro. Lah terus apa hubungannya dengan aku mau kerja coba.

"Dito dan Denia cucu keluarga Pratama dan keluarga Sastro. Teruuuussss?" Kalau Angga aneh menanyakan pertanyaan yang tidak berhubungan, aku lebih aneh lagi karena menjawab pertanyaan aneh dari Angga. Hah, kurasa kami memang pasangan yang aneh.

"Nah itu tahu. Terus kenapa sekarang malah khawatir tentang masa depan pendidikan mereka?" Menyebalkan! Apa hubungannya coba.

"Lagian gini aja deh yank. Aku tanya yah. Serius ini. Bahkan sangat sangat serius. Papaku kerja buat siapa?" tanyanya dengan pertanyaan yang katanya serius tapi tetap aneh menurutku.

"Buat kamu sama mama." jawabku. Eh, bener kan ya, Papa Hendra kerja buat Angga sama mama? Masa iya kerja buat wanita simpanannya? Aduh, jangan sampai deh! Kan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kalau Papa Hendra punya wanita simpanan, berarti ada kemungkinan juga Angga nanti juga punya. Ya elah, amit-amit jabang bayi deh. Ck, berarti anggap saja jawabanku tadi benar.

My Lonely PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang