Author pov
Seletah beberapa saat cempaka mempersiapkan diri, membersihkan badan kemudian masuk ke kamarnya untuk mengganti pakayan.
Mata cempaka tertuju pada tempat tidurnya, tempat tidur yang baru saja ia tinggal sebentar, sekarang sudah terlihat sangat indah. Berbalutkan kain putih susu dengan sepray yang menguntai ke lantai, bantal-bantal yang tersuruh rapih. Membuat matanya hampir menitihkan bulir-bulir kebahagian.
Kemudian ia melirikkan pandangan pada meja rias itu, "dulu bukan meja rias yang ada di sini, tapi meja belajarku, tempat di mana aku duduk dan berkutik dengan pensil dan buku-buku ku"
maku up yang tadinya banyak tertumpuk di sana sekarang tiada, hanya tersisakan seikat bunga mawar merah.
"Kursi ini,,,kursi yang sama, kursi yang biasa ku duduki sejak dulu" sekali lagi meraba kursi itu.
Kemudian cempaka memejamkan matanya dan melanjutkan kisah dalam kenangannya
*************
cempaka pov
"assalamualakum" ucap ku yang ketika itu baru sampai di kelas
"Waalaikumsalam" serempak jawab temanku. Ya walaupun ga semua jawab.
Ketika itu mataku langsung tertuju ke arah meja nisa, "ah sial dia belum dateng" gumamku dalam hati
"Darr" teriak amita dan aira yang mengejutkan ku, sialnya mereka bersekongkol.
Hari ini aira sudah tidak terlihat murung lagi, ya setidaknya dia sudah mulai mau menggoda temannya dan cekikikan lagi
"Ngapain lu berdiri di pintu, nanti jomblo seumur hidup luh" ucapnya sembari menggoda ku
"Ah itukan tahayul" jawabku kesal
"Udah ah masuk yu, ga enak diri terus disini.sambil menarik tanganku dan tangan aira masuk ke dalam kelas. Nisa kemana?" Melepaskan tangan aira dan menuntunku ketempat duduk kami
"Mana gw tau, gw kan baru dateng mit itupun bareng sama lu. melepaskan tasnya dan berjalan menuju tempat kami. Eh uda pada sarapan belum"
"Udah, belum" jawab ku dan amita yang bersahutan tak kompak
"Siapa yang udah siapa yang belum nih" merasa bingung dengan jawaban kami
"Yang uda itu gw ra" ucapku menjawabnya
"Ohhh lu... mit lu mau beli sarapan ga ?"
"Ayo gw juga laper nih"
"Cempaka lu ikut ga?" Mita yang menarik tangan ku
"Engga ah, kalian berdua aja sana, gw ngantuk" jawabku dengan malas
"Yauda tidur sana wkwk" mereka pun pergi meninggalkan ku
*****
Ketika mataku hampir saja terpejam di atas meja.. tiba tiba ada yang menepuk nepuk pundak ku seraya berkata " si amita ama aira pada kemana, kok yang ada cuman tasnya doang" sambil melirik kan matanya, memandang setiap sudut kelas.
Mendengar suara itu, aku lamgsung terbangun dan mengangkat kepala ku "nisa!!"
"Astagfirullah" melepaskan tangannya yang ada di pundak ku dan menepuk-nepuk dadanya "cempa ih ngagetin aja lu"
Aku hanya tersenyum senyum "lu nanya aira ma amita? Mereka ada di kantin lagi beli sarapan. Nis nis pulang sekolah gw ke rumah lu ya, tapi jangan bilang-bilang ama 2 curut itu"
"Ohh di kantin,,eh Mau ngapain lu, tumben-tumbenan, mau ngomongin si raja itu ya?"
"Iya gw mau cerita tentang itu, kalo cerita di sini nanti di buntutin terus sama 2 curut itu" menatap matanya seolah-olah memohon
"Ok dah ok dah, liat aja nanti sekarang gw pinjem buku mtk lu, lu udakan pr?"
"Makasih niss, uda lah ambil aja di tas, gw mau lanjut tidur dulu" menelungkupkan kembali kepalaku ke atas meja
"Iya suka-suka lu dah, mana sini tasnya. Keburu masuk nanti" mengambil buku ku lalu pergi menuju tempat duduknya.
*****
Selagi dua bocah itu menghabiskan makanan, nisa menyontek pr ku, dan aku yang asyik tidur. semuanya terkejut ketika mendengar bel masuk berdering.
Hari ini hari jum'at, hari di mana dalam 1 minggu dapat pulang lebih awal, tapi bagi kelas kami ini adalah hari yang menakutkan, momok yang menyeramkan.
Nisa dan amita yang sedang makan langsung menaruh makanannya di kolong meja, dan segera mengambil buka prnya, mereka sadar kalau mereka berdua belum mengerjakannya
"Cempaka gw nyontek ya, gw juga ya" teriak amita dan aira bersahutan.
Sambil mengucek-ngucek kedua mataku yang masik mengantuk " ia liat aja" jawabku dengan suara lirih.
Biasanya sih guru itu masuk 10 menit setelah bel berbunyi, jadi masih ada waktu untuk mereka. Tapi naasnya kali ini guru itu masuk 5 menit lebih awal.
Ibu jasmin namanya guru yang mengajar matematika di kelas kami, dia guru senior mungkin karna itu dia menjadi guru paling killer di kelas kami.
Melangkah memasuki ruang kelas kami terdengar tuk tuk tuk langkah kakinya, membungkan semua gemuruh ada. Seketika hening....... tak ada satupun di antara mereka yang berbicara. Kemudian ia melangkah menuju gerumunan itu. Tempat duduk nisa dan airin. Semua murid tampak ketakutan tangan mereka meremas kehampaan dengan eratnya. Dia hanya terdiam, mengambil buku ku dan buku nisa yang di perebutkan semua teman kami. Ya saat itu nisa telah selesai lebih awal dari yang lainnya. Kami berdua hanya terdiam.
Menelan ludah "mampus gw" bisik ku dalam hati
"Buku siapa ini?!" Teriaknya yang memecah keheningan
Masih tak ada satupun di antara kami yang menjawabnya
"Ga ada yang mau mengakuinya!!" Menatap semua muridnya
"Sasa...saaayaa bu" dengan suara lirih dan pandangan tertunduk nisa menjawabnya
"Lalu yang ini.Mengangkat bukuku. Milik siapa?!"
Di situ tertera nama ku tapi guru itu malah bertanya. Setengah mati aku merasakan takut, semua bulu kudukku berdiri keringat dingin bercucuran. Seakan akan aku sedang berhadapan dengan makluk halus yang sangat menyeramkan. Dengan perlahan aku mengangkat tangan ku "sasa...saya bu" akupun tak lain halnya nisa tak berani menatap matanya.
"Kalian berdua maju kedepan"
Aku dan nisa saling beradu pandang, seolah olah kami sedang berbicara menggunakan mata batin kami. Dengan langkah yang gontai kami berdua melangkahkan kaki, mataku yang dari tadi sangat sulit terbuka sekarang hampir saja menitihkan air mata.
**************
Aduh kira kira si nisa sama cempaka bakal di apaain ya sama ibu guru itu??
Kasian ya mereka, merekakan ga salah? Apa yang bakal terjadi selanjutnya yaa.. terus baca kelanjutan cerita ini ya guys jangan lupa juga vomennya.
See you all♥♡
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Meaning Of Love
Novela JuvenilBagai mana mungkin cempaka bisa menjalani sebuah hubungan tanpa kepastian yang ia dapatkan? Ia gadis cantik yang terlihat sangat tegar, tapi hatinya teramatlah rapuh. Ia tidak bisa lagi menahan rindu yang menjelma seperti kehancuran, hatinya sudah t...