Prologue ( Past )

54 2 0
                                    

" Chou, lebih baik kita putus saja."

Hancur.
1 kata untuk mendeskripsikan situasi hatiku sekarang setelah aku mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh pacarku ini.

" Stuart, a-apa yang kau bicarakan? Jangan bercanda lah, tidak lucu tau "
kata ku sambil sedikit tertawa, berharap ia hanya bermain-main saja dengan kalimat nya tadi.

"Aku serius. Maafkan aku Chou." kata Stuart sambil berdiri, bersiap untuk pergi.

" Tu-tunggu! Stuart! Ada apa dengan kalimat dadakanmu barusan? Jangan bercanda! Kita baru saja merayakan anniversary 1 tahun 4 hari yang lalu dan kau tiba tiba berkata seperti ini?"
Aku masih shock akan kalimat yang tiba tiba saja keluar dari mulut Stuart.

" Aku tau, maafkan aku, aku tidak bisa lagi bersama mu, aku tidak bisa. Maafkan aku Chou, kita harus berpisah " kata Stuart, memandangku dengan tatapan dingin nya.

" La-lalu, bagaimana dengan janjimu untuk menemani ku di ulang tahun ku yang ke 17? Bagaimana dengan janji mu untuk selalu ada untukku? Bagai-"

" Itu semua hanya janji. Hanya omong kosong." kata Stuart memotong ucapanku.

Aku terpaku akan kalimatnya.
Omong kosong.
Semua hanya omong kosong.

" bagaimana dengan janji mu untuk menemani ku mencapai cita-cita ku untuk kuliah musik di Belanda dan menjadi seorang musisi? "

" Chou, sadarlah! Bakat bernyanyimu itu tidak se bagus yang kau kira. Kau tidak akan bisa kuliah musik dan menjadi musisi seperti yang kau inginkan! Cita cita mu terlalu tinggi! Kau harusnya sadar dengan kemampuan dirimu! Jangan terlalu muluk! " kata Stuart dengan nada kesal.

" Ta-tapi kau bilang, kau menyukai suara ku? Kau bilang suaraku- "

" Sudah kubilang itu omong kosong! Chou Kristine, kita sudahi saja perdebatan yang menyita waktu ini. Terima saja bahwa kita putus dan kau tidak sebagus itu dalam bernyanyi. Tolong jangan ganggu aku lagi. "
Dengan kalimat itu, Stuart pergi meninggalkanku sendirian di bangku taman yang agak sepi.

Omong kosong.
Semua nya, selama ini, hanya kebohongan belaka.
Stuart tidak menyukai suara ku.
Ia merasa terganggu oleh suara ku.
Ia tidak mencintaiku.
Ia tidak-

"AAAAAAAAAAA!!!"
Aku berteriak sekencang mungkin, toh taman ini sepi dan hanya ada 3 orang anak kecil yang bermain di lapangan yang terletak di ujung taman.

Aku menangis sekeras-kerasnya hingga airmataku kering. Semua berjalan begitu cepat dan tiba-tiba.
Pantas saja, ekspresi wajah Stuart daritadi pagi sangat aneh, ternyata karena ini toh.

'Chou, sadarlah! Bakat bernyanyi mu itu tidak se bagus yang kau kira!'
'Kau seharusnya sadar dengan kemampuanmu dirimu!'
'Jangan terlalu muluk!'
'Itu semua hanya omong kosong'

Semua kata-kata itu terngiang di kepalaku. Bagaikan magnet yang ditaruh diatas besi, kalimat Stuart menempel di pikiranku dan tidak bisa dilupakan.

"Stuart... kembali lah.."

Sing For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang