Bel pulang sekolah telah berdering sedaritadi. Tapi aku tetap berada di dalam kelasku dengan laptopku. Aku sedang mengetik tugas yang tadi diberikan oleh Mr. Harries.
Setelah berlama-lama di kelas, akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Kulihat kampus telah mulai sepi, hanya beberapa anak yang masih di dalam kampus. Kulihat jam tanganku yang ada di tangan kanan, waktu menunujukkan pukul empat lewat enambelas menit. Cukup lama juga aku di dalam kelas.
Entah mengapa kakiku membawaku ke lapangan basket yang berada di dalam ruangan. Aku lewat pintu belakangan penonton, terlihat sangat sepi. Akhirnya aku duduk di salah satu kursi penonton. Segera kuambil sketch book-ku. Entah kenapa tiba-tiba aku ingin menggambar, menggambar tempat ini, tepatnya.
Saat sedang sibuk dengan pensil dan kertas yang ada didepanku, aku mendengar suara langkah kaki dan pantulan bola basket. Aku melihat kearah lapangan, dan benar saja, Finn disana. Finn benar-benar disana, ia sedang memainkan bola basket tersebut. Langsungku sobek kertas yang tadi aku gambar dan ku buang ke sembarang tempat. Lalu aku mulai menggambar Finn disana. Kurasa ia tidak menyadari keberadaanku diatas bangku penonton ini.
Postur tubuh yang sangat bagus. Sangat menarik. Sangat. Sangat sempurna. Apa benar aku menyukainya? Tentu saja. Aku selalu mengagumi ciptaan tuhan yang satu ini. Dan kurasa aku hanya mengaguminya, ya hanya itu.
Saat sedang sibuk dengan buku gambarku, tiba-tiba Finn berteriak, berteriak sangat kencang, teriakannya bergema di ruangan ini. Aku terkejut, benar-benar terkejut. Langsung kututup buku gambarku, dan menenggelamkan diriku diantara kursi penonton yang berbaris rapih di depanku, agar dia tidak dapat melihatku. Aku sedikit mengintip untuk melihat apa yang terjadi. Ia terlihat sangat frustasi, rambutnya berantakan dan sedikit lepek karena bermain basket tadi. Ia menduduki bola basketnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang kekar. Terlihat sangat menyedihkan.
Tak lama ia pergi dari sini, dan hanya tersisa aku sendiri disini, dan lagi. Ku buka buku gambarku, ku tatapi gambarku yang setengah jadi itu. Finn. Kenapa? Apa yang terjadi pada lelaki itu? Apa dia habis putus cinta? Ah, kenapa aku ingin sangat tau tentangnya. Apa peduliku?
Saat sedang serius memandangi gambar yang ada didepanku dengan pikiranku yang bertanya-tanya tentang Finn, tiba-tiba saja ada seseorang yang melompat dari belakang kursi dan duduk di sebelahku. "Bagus juga gambar lo," langsung ku tutup buku gambarku, dan kulihat sumber suara itu, ya benar, itu adalah Carson. Sudah dapat ku tebak dari suaranya.
"Ngapain lo disini?" Tanyaku sedikit sinis.
"Yang harusnya nanya tuh gue. Ngapain lo disini? Bukannya pulang." Katanya cengengesan. Aku langsung bangkit dari kursiku berniat untuk pergi, dan lagi-lagi Carson menarik tanganku dan menyuruhku untuk duduk kembali. "Tungguin gue bentar." Serunya.
"Lo ga mau liat pertandingan basket malem ini? Lapangan ini bakal rame nanti." Lanjutnya, aku hanya terdiam.
"Kayanya gue ngerti" lanjutnya, memusnahkan lamunanku.
Aku mendangak kearahnya dengan mataku yang penuh dengan pertanyaan. Pandangannya lurus kedepan, sama sekali tidak menoleh kearahku. "Lo suka sama Finn kan?" Lanjutnya, pandangannya masih lurus kedepan, ia tidak pernah menatapku bila sedang berbicara denganku.
Aku terkejut mendengar ungkapannya, kurasakan wajahku panas dan telapak tanganku basah, jantungku terasa berdetak lebih cepat, pasti wajahku merah pasi. Aku hanya terdiam, menundukkan wajahku dalam-dalam ke arah dadaku.
Ku lihat ia tersenyum tipis, ia tidak memandangku, pandangannya tetap lurus kedepan, tapi aku yakin ia dapat melihatku. "Selera yang tepat. Tapi susah digapai. Daripada sakit nantinya, mending jangan dibawa terlalu dalem" ujarnya dengan nada yang datar. Aku langsung mendangak kearahnya mencoba mencerna maksud dari perkataannya tadi. Ingin rasanya angkat bicara, tapi entah mengapa aku tidak suka berbicara terlalu lama dengan manusia yang satu ini, seperti ada rasa yang tersembunyi dari diriku dan ingin ku buang jauh-jauh.
"Lo tetep nungguin gue kan, sampe temen-temen gue dateng? Soalnya gue takut sendirian disini" lanjutnya sambil menyenderkan kedua lengannya dibahu kursi. "Oiya, ntar gue mau tanding. Ada Finn juga, kalo lo tertarik mending lo nonton. Tapi kalo lo tetep mau pulang, ntar bilangin nyokap gue ya, kalo gue ada kelas tambahan, ok?" Lanjutnya menoleh kearah ku sebentar dan membalikkan wajahnya lagi, ia tersenyum.
Tak lama terdengar suara langkah kaki banyak dan pantulan bola basket, suara makin terdengar jelas, lalu para laki-laki bertubuh jangkung memasuki lapangan ini, Carson pun beranjak dari kursinya. "Kalo mau pulang, pulang aja. Gue udah ga butuh lo lagi" ucapnya dan turun menuju lapangan. Aku tetap di kursiku. Ucapannya tadi. Aku masih memikirkannya. Belum habis dengan maksud teriakan Finn tadi, Carson sudah membawa pikiran yang lain lagi ke otakku.
Akhirnya aku keluar dari tempat yang dingin itu, sebenarnya aku ingin melihat Finn bermain basket nanti. Ingin mengagumi cucu Adam yang indah itu. Tapi aku masih punya pekerjaan di rumah yang harusku selesaikan.
Saat sedang berjalan menelusuri lorong depan sekolah, ku lihat Finn sedang sibuk dengan kameranya diujung sana. Ia tidak terlihat seburuk tadi, dia nampak lebih segar dari sebelumnya. Aku sungguh memperhatikannya, aku tersenyum pada diriku sendiri. Dan aku selalu tersenyum bila melihatnya. Ia tampak seperti dewa Yunani bagiku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aupair
Teen FictionNessya akhirnya dapat berkuliah di salah satu kampus ternama di Australia. Ya, itu karena ia mengikuti program Aupair. Ia pun tinggal satu atap dengan lelaki yang menyebalkan di kampusnya. Dia adalah Carson Lewis, lelaki yang terkenal di kampusnya...