Langit yang mendung. Yang membawaku untuk masuk lebih jauh kedalam suasana yang rumit dimengerti.
Langit yang mendung. Yang menyimbolkan keadaan hatiku saat ini.
Aku duduk di bangku di tepi taman yag asri. Memandangi anak-anak yang sedang tertawa riang. Mereka bermain kesana kemari tanpa merasakan beban apapun.
Terkadang aku merindukan ketika aku masih kanak-kanak. Aku belum merasakan cinta, belum merasakan ke-egoisan dunia. Tapi waktu tak dapat diulang.
Emosiku tidak stabil. Semua yang menggangguku akan terkena dampaknya. Hanya anak-anak ini, Novi dan Matt yang dapat menenangkanku. Novi dan Matt sudah tau apa yang terjadi. Tidak perlu aku ceritakan bagaimana mereka bisa tau.
Menangis itu memang dibutuhkan. Tapi berlarut-larut dalam tangisan tidak ada gunanya. Aku tak tau harus melakukan apa. Lihat! Anak-anak itu tertawa bahagia. Sedangkan aku , aku harus memikirkan bagaimana bisa menjalani kehidupanku kedepannya.
Bunuh diri? Itu tidak akan pernah aku jalani. Sebab aku tau Tuhan pasti menyiapkan jalan terbaik untuk setiap insan.
Aku memberanikan diri untuk berjalan pulang ke apartemenku. Tapi, tiba-tiba ada sesuatu yang menyapa lembut tanganku. Aku berbalik badan.
Dan, kau tau?. Aku tidak mengenal ibu di samping ku ini sama sekali. Aku ingatkan dengan penekanan .sama.sekali. aku kembali duduk dengan air wajah bertanya-tanya.
"Halo nak, mungkin kamu belum mengenal ibu, tapi ibu mengenal kamu. Kamu Sera kan,". "Sera saya ini mamanya Marcell." Seketika aku mengangkat ketika ia memperkenalkan dirinya sebagai 'mamanya marcell'.
"Saya butuh bantuan kamu."
"Ba...bantuan? Seperti apa?."
"Dari kemarin Marcell drop". Aku memberi tante itu kesempatan mengambil nafas. Air matanya mulai membasahi wajahnya yang cantik dengan rambut ter-urai.
"Maksud tante?."
"Dia pingsan.. dia terus memanggil nama kamu. Tante mohon kamu mau ya datang menemui Marcell hari ini. Dia butuh kamu nak."
"Ta-tapi tan."
"Tolong nak. Tante tidak tau harus meminta bantuan pada siapa lagi. Satu-satunya yang diinginkan Marcell hanya kamu."
"Baiklah tante. Saya akan datang, saya harus ganti baju dulu."
"Tante akan menunggu kamu dimobil itu ya?." Ucapnya sambil menunjuk ke arah mobil mewah yang terparkir.
"Rumah Marcell ada disana." Lagi lagi dia menunjuk ke arah rumah mewah. Hah? Disitu? Itukan dekat dengan apartemenku.
Aku memilih hanya mengangguk kan kepala ku tanda setuju.
"Saya masuk dulu ya tan. Apa tante mau mampir?".
" tidak usah. Tate tunggu dimobil saja."
"Oke tan."
Aku masuk menuju ruang apartemenku. Disana Novi sedang berbincang lewat telepon genggam miliknya dengan pacar 'bule'nya.
*****
Aku sudah sampai tepat didepan kamar VIP tempat Marcell dirawat. Sepanjang koridor yang aku lewati tadi, tante Nia (yang sudah aku ketahui namanya) merangkul bahuku. Bak anak dengan ibunya yang sangat harmonis. Aku juga sempat bertemu Ayah Marcell dan Nadya yang sedang makan bersama di kantin rumahsakit.
Aku melirik ke arah tante Nia. Dia tersenyum sambil mengangguk mantap ke arah ku. Seperti mengatakan 'semuanya baik-baik saja'.
Aku mulai melangkahkan kakiku ke dalam ruangan dingin ini lagi. Aku duduk di bangku yang ada di samping kasur yang ditiduri Marcell. Ku tatap kelopak matanya lekat-lekat. Ku pegang pergelangan tangannya. Banyak jarum suntikan yang menancap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Purple (On Hold)
Short StoryUntukmu yang sadar kata terlambat Untukmu yang ingin berusaha Untukmu yang akhirnya menemukan jawaban