Confused | three

27 7 0
                                    

Cara Lawrence's POV

Jam tanganku menunjukan pukul 6 tepat, James telah membersihkan semua peralatannya yang tak berguna di daerah ruang keluarga. James sudah siap sedari jam 5, dia bilang dia sudah mandi tapi aku masih tidak mepercayainya.

Aku sedang berada di kamarku, lebih tepatnya di depan meja rias. Kalian tahu kan kalau aku paling tidak nyaman jika memakai dress? Jadi, aku sudah siap dengan kaos hitam bertuliskan 'love never felt so good' dengan bawahan jeans berwarna biru muda dan tambahan sneakers favorite-ku berwarna putih ber-list biru. Ku kepang rambutku, menjadi dua ikat, lalu melapisi wajahku dengan bedak tipis dan tambahan lipgloss baby pink yang tidak terlalu mencolok. Sempurna.

Seseorang membuka pintu kamarku, dan wuala! itu adalah James. Dia sudah siap dengan kemeja hitamnya, dan jeans hitam, juga sepatu vansnya yang dengan sempurna melapisi kulitnya yang eksotis. Dia berdiri, bersandar di daun pintu kamarku dengan tangan melipat di depan dada.

"Pangeranmu telah menunggumu Puteri."ucapnya sambil terkekeh. Aku menatapnya serius dan James mengangguk menandakan 'iya' lalu berjalan pergi begitu saja. Sebelum dia menyentuh lantai tangga, aku segera menariknya masuk ke dalam kamarku. Dan sebelum James bertanya mengapa dia ditarik olehku, aku langsung menjawabnya.

"James! Tolong katakan jika aku sudah rapih, tolong katakan jika aku sudah cantik, tolong katakan jika aku tidak menor, tolong katakan jik--" pintaku panjang lebar. Aku berhenti bicara karena James menaruh telunjuknya di bibirku, aku terkesiap.

"Hey Cara Lawrence, adikku satu-satunya. Kau sudah terlahir cantik, puteri. Kau mirip sekali seperti mom. Aku pun sudah jatuh cinta padamu saat kau baru lahir, kau tahu bukan jawabannya? Kau sempurna." Mungkin ia bercanda. Tapi entah kenapa aku terkekeh melihatnya memujaku. Aku memukul lengannya lalu berjalan pergi, ya aku sedang kesal karena mungkin ia sedang bergurau atau mungkin ia memang tengah mengagumi penampilanku. Entahlah, mungkin aku hanya sedikit sensi.

Akhirnya aku pun samapai di lantai bawah. Aku melihat Sang Niall Horan berkemeja putih dengan bawahan jeans dan sneakers? Oh, aku baru tahu jika Niall juga suka dengan sneakers. Kuharap kita berjodoh..
.
.
.
wait, what?

Tapi,

Dia manis

Sangat manis

Aku suka rambut blondenya

Aku suka pelukannya,hangat

Aku suka...

dia

Astaga! apa yang kupikirkan?! Niall menatapku heran, aku hanya tertawa kecil lalu menariknya ke arah ruang makan. Sebelum kami benar-benar sampai di ruang makan, Niall berbisik kepadaku.

'yang malam ini masak siapa?'
'James,kenapa?'
'Bukannya seharusnya perempuan yang masak ya?kenapa James yang masak?'
'Jika aku yang masak,kau akan mati mau?'

Setelah kalimat itu, Niall langsung diam tak berkutik. Sangat lucu melihatnya seperti itu. Ya, aku memang sengaja menjawabnya dengan nada datar agar dia 'peka' sedikit lah.

Akhirnya kami sampai in the dining room. Ruang makan di rumahku terdiri dari enam kursi dan satu meja yang berukuran cukup panjang. James menyuruhku untuk duduk bersampingan dengan Niall, dan James duduk di hadapan kami.

James sudah menyiapkan makan malamnya. Di acara makan malam ini, yang paling membangun suasana adalah James dan Niall. Sedangakan aku, jangan tanya bagaimana. Mereka saling melemparkan pertanyaan satu sama lain, seperti;

History of Cara : Niall HoranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang