s e p u l u h

510 57 12
                                    

"Akhirnya, lo ngomong juga," ujar Edgar yang kini sedang duduk di bangku pojok kelas berhadapan dengan Azreina yang sudah sembuh.

"Maksudnya?" Azreina yang tak mengerti dengan perkataan Edgar lantas menyerngit bingung.

"Nggak papa," jawab Edgar sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Um, entar mau pulang bareng gue, gak?"

Tanpa berpikir dahulu, Azreina langsung menganggukkan kepalanya dan Edgar kembali ke bangkunya.

Sesampainya Edgar di bangkunya, ia tak bisa untuk menurunkan kedua garis di masing-masing sudut bibirnya yang terangkat. Sambil menaruh wajahnya di atas telapak tangan terbuka yang bertopang pada permukaan meja, Edgar mengetukkan dua jemarinya di atas meja dengan bergantian.

Pandangannya yang lurus ke depan serta garis wajah serius yang Edgar tampakkan memperlihatkan bahwa cowok itu kini sedang berpikir. Memikirkan tempat manakah yang akan ia kunjungi bersama Azreina nanti sebelum mengantarkan cewek itu pulang. Dia juga memikirkan bagaimana nanti rencana yang sudah ia rancang dengan baik akan berjalan dengan mulus tanpa ada lubang.

Berpuluh-puluh menit lamanya, Edgar hanya beepikir dan terus berpikir sehingga tak menyadari ada Yandi yang kini sudah duduk di sampingnya.

"Woi!" panggil Yandi sambil menepuk bahu Edgar.

Edgar yang terkejut lantas menjawab dengan gelagapan. "Eh, ah, apaan sih lo? Ngagetin aja!"

Melihat wajah Edgar yang terkejut sekaligus ketakutan, membuat Yandi tergelak. "Abisan siapa suruh bengong sampe segitunya?"

"Gue lagi mikir."

"Sialan lu! Mikirin apaan sih?"

Edgar memutar badannya menghadap Yandi, lalu memasang muka serius sekaligus memohon. "Lo tau tempat yang pas buat para remaja kayak kita nongkrong bawa gebetan gitu gak? Pasti tau dong, kan? Lo kan pakarnya cinta, Yan."

"Elah, ribet amat sih kata-kata lo. Tinggal bilang 'Yan, tolong rekomendasiin tempat bagus buat nge-date, dong.' Gitu aja pake muter-muter," kesal Yandi.

Mendengar itu, Edgar hanya memasang wajah tak bersalahnya sambil tersenyum.

"Aha! Gue tau! Lo tau kedai es krim deket tobuk samping indomaret, kan?" tanya Yandi setelah cukup lama berfikir.

"Iya, gue tau," jawab Edgar ragu. Beberapa detik berikutnya, "OH IYA! KOK GUE GAK KEPIKIRAN YA, ADUHHH!"

Dan perpuluh-puluh pasang mata di kelas pun kini menatapnya. Ada yang kesal, ada yang kaget, ingin tahu kenapa, dan bermacam-macam tatapan lainnya.

Setelah sadar akan tatapan yang menghantuinya, Edgar lalu meringis sambil meminta maaf atas gangguannya barusan. Dan detik berikutnya, kelas pun kembali seperti tadi.

"Lebay lo, udah kayak cewek histeris aja kalo liat cogan lewat," celutuk Yandi melihat Edgar yang tak pernah seperti ini.

Edgar kembali meringis. "Yah, maklum deh. By the way, thanks ya Yan! Lo emang jago deh kalo buat urusan beginian!"

"Iye dah. Eh, tapi kok lo tiba-tiba nanya yang begituan? Lo mau nge-date sama siapa?"

Inilah pertanyaan yang sedari tadi Edgar hindari. Edgar memang tak memberi tahu soal rencananya pada kedua sahabatnya. Ia tak mau ada yang mengetahui sebelum berhasil. Karena memang itulah prinsip seorang Elazer Edgar Pratama.

"Entar kalo berhasil gue pasti kasih tau lo pada kok, tenang aja. Masih ingat prinsip seorang Edgar, kan?"

Jika Edgar sudah berkata seperti itu, siapapun tak bisa membantah. Termasuk Yandi.

***

Sepuluh menit menuju bel bahkan sangat lama bagi Edgar. Iya, kadang waktu memang tetasa sangat lambat jika kita sangat menanti. Oleh karena itu, penantian tidak ada yang pendek. Penantian itu selalu penjang.

Lima menit menuju bel, Edgar sudah menyusun buku-buku beserta pulpen dan kawan-kawannya ke dalam tas dengan rapi. Guru yang sedang mengajar bahkan sampai keheranan melihat kelakuan cowok itu.

Bunyi bel yang sedari Edgar tunggu telah menggema. Sekarang hanya tinggal berdoa. Tepat setelah doa usai, Edgar bangkit dari bangkunya menuju bangku Azreina lalu memasukkan semua barang yang ada di atas meja serta laci bangku ke dalam tas cewek itu, kemudian menariknya ke parkiran. Dan Azreina? Jangan ditanya, dia hanya bisa pasrah dan mengikuti saja.

"Ngapain sih tadi buru-buru?" tanya Azreina setelah mereka sampai di kedai es krim yang tadi disarankan oleh Yandi.

Karna gue mau ngomong sesuatu sama lo, batin Edgar menjawab.

"Nggak papa, cuma pengen aja," jawab Edgar sekenanya sambil menundukkan wajahnya.

"Aneh," celutuk Azreina pelan.

"Hah?"

"Nggak."

Setelah itu hening sampai seorang pelayan kedai tersebut datang membawa dua mangkuk es krim pesanan Edgar dan Azreina tadi.

Sambil mengaduk-aduk es krimnya, Edgar merasa gugup. Tiba-tiba juga dia merasa ingin memutar waktu saat di kelas tadi. Mengulur-ulur waktu, memikirkan ulang rencananya tadi. Namun apa daya, sampai matahari terbit dari barap sekali pun, yang namanya waktu tak dapat di putar kembali.

"Kamu kenapa, Gar? Ga bawa uang buat bayar?" tebak Azreina yang sedari tadi rupanya memperhatikan gelagat aneh Edgar.

"Enggak lah! Gila aja!"

Setelah itu hening kembali. Azreina yang sibuk dengan es krim-nya. Edgar sibuk dengan rencananya. Mungkin bisa saja Edgar tidak melaksanakan rencananya. Tetapi jika dipikir ulang itu tidak mungkin dilakukan. Pasalnya, usahanya sudah sejauh ini, dan tinggal selangkah lagi rencananya-keinginannya-akan terwujud.

Namun ketika Edgar hampir mengungkapkan, rasa takut menghampiri perasaab Edgar. Takut jika rencananya tidak akan berjalan semulus itu. Dia juga takut hanya karena sebuah kata-yang mungkin nanti akan terucap-akan menghancurkan semuanya.

Edgar masih bermain ria dengan pemikiran juga hatinya. Antara ingin menjalankan atau tidak. Antara ingin mengatakan atau tidak. Antara ingin mengungkapkan atau tidak. Antara ingin menyatakan atau tidak. Antara maju atau tidak. Semua pemikiran itu masih menari-nari di kepalanya membuat dia sangat bimbang.

Akhirnya, setelah lama berpikir, Edgar telah memutuskan. Keputusan yang masih belum tahu akan berhasil atau tidak. Tapi kini dia sudah tidak memikirkannya lagi. Persetan dengan itu semua, yang penting hasratnya harus tersampaikan.

"Na," panggil Edgar.

Lantas Azreina mengangkat kepalanya menatap tepat di manik mata elang Edgar.

Ayo, Gar! Selangkah lagi, Gar! Lo pasti bisa. Ini yang udah lo tunggu-tunggu, batin Edgar terus menguatkan.

"Gue sayang sama lo. Lo mau gak jadi cewek gue?"









A.N :

hah! Sejauh ini part ini yang terpanjang dan kalo votenya gak naik, gue ga lanjut sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Persetan deh, haha! Ini juga sengaja digantungin, jadi buat yang ngerasa digantungin tahan-tahan dulu ya dijemuran. Entar kalo dah kering gue angkat kok #apasih!
Udah deh ya, sampai ketemu lagi dipart selanjutnya. Bubye!












Jumat, 01 April 2016
SilviaAngela~






















Can I Call You 'My Love'? [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang