Empat

3.9K 299 6
                                    

Waktu takkan pernah berhenti berputar. Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu berjalan. Bulan demi bulan berlari. Liburan sekolah tiba !! Liburan pertama Fatma selama ia ada di pondok pesantren. Fatma tengah disibukkan dengan barang-barang yang akan ia bawa pulang ke rumah.

"Ciee yang mau pulang. Aku ditinggal deh." ucap Firda.

"Nggak lama kok, Mbak. Cuman 2 minggu."

"Iya deh, iya. Oleh-oleh ya, Fat. Apa aja boleh kok dibawa. Pasti bakalan aku terima. Apalagi makanan." pinta Firda.

"Rumahku di kota ini lho, Mbak. Mbak Firda juga di kota ini kan tinggalnya? Mau oleh-oleh dari kota sendiri?" tanya Fatma.

"Yaa nggak pa-pa, Fat. Ya yaa, bawain ya, Fat." pinta Firda (lagi). Fatma hanya tertawa kecil lantas mengiyakan permintaan Firda.

Fatma berpamitan dengan Firda. Ayahnya sudah menunggu di pintu gerbang pesantren. Fatma membawa barang-barangnya dan pulang ke rumah yang amat sangat ia rindukan. Bertemu kembali dengan bunda dan kakak laki-lakinya, Reyhan.

"Assalamualaikum. Bundaa.. Fatma pulangg." teriak Fatma begitu tiba di rumahnya.

"Waalaikumsalam. Eh, nduk (panggilan anak perempuan dalam bahasa Jawa) cantik dah pulang. Libur berapa bulan?" tanya bunda.

"2 minggu, Bun. Nggak sampe bulan-bulanan." jawab Fatma. "Bun.. Aku tidur ya. Capek." ujarnya dan disusul anggukan dari bunda.

Pagi ini, Fatma selo (free). Ia hanya memainkan laptop yang sudah lama ia tinggal di lemari hingga berdebu. Bahkan Fatma belum mandi pagi. Ehm, bukan belum, tapi tidak akan mandi pagi. Sekolah libur, mandi pagi juga libur. Nah, seru bukan?

"Fatma, adek jeleknya Mas Reyhan.." Lelaki bertubuh ramping seperti tiang listrik depan rumah sudah berdiri di ambang pintu kamar Fatma.

"Plis, Mas. Kalo mau ngejek, yang bagusan dikit. Aku dah nggak jerawatan lagi. Nih, mulus." jawab Fatma sembari menunjukkan wajahnya.

"Kamu mondok apa nyalon sih?" tanya Reyhan. Fatma hanya mencibir ke arah kakaknya. "Eh, Fat, inget temen masa kecilmu itu nggak?" celetuk Reyhan.

"Temen masa kecilku banyak. Yang spesifik dong mas kalo tanya." Fatma tak mengalihkan pandangan dari laptopnya.

"Si gembul sinchan. Inget kan? Yang sering kita tinggal pulang waktu main petak umpet dan dia yang njaga." Sinchan ! Yaa ! Tentu saja ! Dia satu-satunya sahabat yang amat sangat Fatma temui.

"Tau ! Dia di mana? Aku mau ketemu, Mas. Yaa Allah, dah lama banget lho."jawab Fatma. "Tuh, dah di bawah." ujar Reyhan. Seketika, tanpa ba-bi-bu, Fatma langsung mengintip ke arah ruang tamu. Nihil. Dia ditipu dan selalu tertipu.

"Mas Reyhan ! Yang serius to. Kukira..." Fatma meneriaki Reyhan yang sedari tadi tertawa puas karena berhasil menjahili adiknya. Bagi seorang kakak, berhasil menjahili adiknya seperti memiliki kepuasan tersendiri.

"Tapi dia mau ke sini, Fat. Beneran. Kalo yang ini, mas nggak bohong. Janji, suwer." Reyhan menunjukkan angka dua menggunakan jarinya, tanda kalau dia berkata jujur. Yaa Allah.. Kalo Mas Reyhan beneran.. Berarti sinchan bakalan ke sini ! Terima kasih, Rabbii. Batin Fatma sembari tersenyum. Tangan berkulit kasar milik seseorang di depannya, mencubit hidung mancungnya. Senyum jahil Reyhan mengembang untuk kesekian kalinya.

Ting tong ting tong. Bel rumah berbunyi dua kali, tanda ada tamu yang datang. Reyhan membuka pintu depan. "Waalaikumsalam. Pakdhe, budhe, monggo mlebet riyin (silakan masuk dulu)." Reyhan menyalimi kedua orang tua si gembul sinchan. Kayaknya sinchan belum keluar dari mobil, batin Reyhan.

Di sisi lain, lelaki itu tengah merapikan rambutnya di kaca mobil. Ia menghembuskan napas. Dirinya amat sangat bahagia. Teman masa kecilnya akan segera bertemu dengannya. Dia...sangat bahagia. "Dia belum keluar ya?" Lelaki itu sedikit mengintip ruang tamu rumah itu dari mobil.

Fatma memakai kerudung biru donkernya, menyematkan bros bunga, tersenyum manis ketika melihat 'salinan' dirinya di cermin. "Aku bakal ketemu si gembul sinchan." Sekali lagi, ia tersenyum lalu keluar kamar, menuju ruang tamu. Fatma menyalimi ke dua orang tua sinchan lalu duduk di sebelah Reyhan.

Raut wajah senang berubah menjadi kaget. Lelaki yang ada di dalam mobil itu sangat terkejut melihat siapa gadis yang berada di ruang tamu itu. "Dia...Fatma?" Teman masa kecilnya ternyata adalah seorang Fatma. Gadis itu...yang mampu menjatuhkan sang lelaki yang berada di dalam mobil. Menjatuhkan hatinya.

"Gimana lagi? Aku dah di sini. Aku harus keluar dari mobil ini." Lelaki itu memutuskan untuk keluar dari mobil dan memasuki rumah itu. "Assalamualaikum.." sapanya dengan suara yang terdengar familiar di telinga Fatma.

Bagaimana bisa? Dia? Si gembul sinchan berubah menjadi seorang lelaki seperti dia? Yaa Allah. Ini nyata kan? Dia..sinchan? Dia..teman masa kecilku? Batin Fatma.

"Faqih Ramadhan?" ucap Fatma. Lelaki itu tersenyum lalu mengangguk.

Suasana berubah menjadi sangat canggung. Bagaimana bisa lelaki itu adalah sinchan? Faqih Ramadhan. Penemu sandal kesayangan milik Fatma. Si gembul sinchan berubah menjadi si pemilik suara baritone khas itu? Fatma masih tak percaya. Berkali-kali ia mengedipkan mata dan mencubit lengannya. Sakit. Ternyata, ini nyata.

Barbie. Barbie masa kecilku. Ternyata dia. Fatma Munawaroh. Gadis lugu yang bertemu denganku di malam Jumat. Gadis yang kupinjami sandal milikku. Gadis yang kehilangan sandalnya dan aku menemukan sandal itu. Gadis penanam benih itu? Ternyata..dunia amat sempit, batin Faqih.

Tak terasa, sudah 2 jam lebih mereka bertamu. Ke dua orang tua Faqih berpamitan dengan ayah dan bunda Fatma serta Reyhan. Reyhan sudah kembali ke kamarnya. Ayah Fatma langsung berangkat ke kantor. Sementara bunda dan Fatma tengah membersihkan meja tamu.

"Bunda ke dapur ya, Nduk (panggilan anak perempuan dalam bahasa Jawa)." Fatma hanya mengangguk.

"Fatma." Suara baritone itu ! "Lhoh, dia belum pulang ternyata." Gumam Fatma begitu melihat Faqih masih berdiri di ambang pintu rumahnya.

"Eh? Iya.. Ada apa?" Fatma menunduk, selalu begitu.

"Ternyata..dunia sempit. Nggak kusangka ternyata Barbie itu seorang Fatma Munawaroh." ujar Faqih. Fatma masih terdiam, menunduk. Menunggu kalimat selanjutnya dari pemilik baritone itu.

"Aku pamit. Assalamualaikum." Faqih melangkah keluar dari teras rumah Fatma setelah Fatma menjawab salamnya.

"Oh iya, Fatma. Kita masih sahabat kan? Jadi, mulai sekarang nggak usah canggung lagi ya kalo ketemu di pesantren." ujar Faqih kemudian memasuki mobilnya. Deg ! Fatma masih tak percaya atas apa yang terjadi. Hah. Kenapa dunia begitu sempit?

***

Hai hai.. Makasih ya yang udah mau baca cerita ini. Maaf kalo agak aneh, soalnya aku juga baru belajar nulis, hehe.. Oiya, vote + comment amat sangat dibutuhkan lho.. Makasih..

by : L-Safina :)

#1. Cintaku Terhalang Dinding PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang