Asisten
Jack berjalan dengan tergesa di lorong utama bagian barat istana, jubah biru gelapnya berkibar-kibar karena gerakannya. Tak sengaja ia tersandung dan jatuh tersungkur, topeng perak yang menutupi wajahnya terlepas dan meluncur menjauh beberapa meter darinya."Oh, Maaf. Bukan maksudku menjegalmu."
Seorang lelaki berparas cantik. . . er . . . gadis berambut cokelat membantu Jack berdiri. Ia mengenakan setelan kemeja berwarna krem, celana cokelat tua, dan sepatu hitam, layaknya seorang putra bangsawan. Perilakunya terlihat sedikit tomboi, tapi wajahnya yang manis membuat usahanya untuk menyamar sebagai pria gagal dengan manis.
"Apa anda baik-baik saja, Tuan?" Gadis itu melongok ke arah Jack yang terus menunduk dan menutupi matanya dengan tangan.
"Aku baik-baik saja, tapi bisakah kau carikan di mana topengku? Aku akan kesulitan pergi ke mana-mana tanpanya." Sahut Jack dengan suara resah. Gadis itu tidak bertanya lagi. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu berbalik ke arah topeng Jack melayang dan mulai mencari.
"Jadi, seperti apa topengmu, Tuan? Apa warnanya? Bentuknya? Apakah itu topeng full face? Bagai. . . eh?" Gadis itu mengeluarkan sebuah suara aneh, bingung karena tiba-tiba Jack menyambar lengannya dan membawanya masuk ke sebuah lorong kecil beberapa meter di depannya. Mereka hampir menyenggol sebuah meja dengan vas kecil di atasnya. Mereka bersembunyi di lorong itu dan sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki yang mendekat
"Apa yang mhmhmhm!?" Jack buru-buru membekap mulut gadis tomboi yang ada di hadapannya.
"Sssst! Jangan berisik, aku bisa kena masalah kalau ketahuan!" Jack berbisik panik pada gadis itu, sesaat kemudian dibalas dengan kernyitan alis dan anggukan pelan dari si gadis yang berusaha memahami ada apa dengan laki-laki di depannya ini.
Suara langkah kaki semakin terdengar jelas, dan kemudian terlihat 3 orang pelayan melintas, melewati lorong tempat mereka bersembunyi. Belum sempat Jack menghela nafas, terdengar suara
"Nona Yue, bukankah ini milik tuan Jack?" Suara seorang pelayan terdengar di balik dinding, membuat mata Jack terbuka lebar, dan gadis yang dibekapnya menaikkan kedua alisnya. Aroma tubuh Jack yang wangi membuat gadis itu tidak mempersalahkan tangan yang membekapnya, walau ia mulai merasa... sesak?
"Eh... iya itu milik Tuan Jack. Apa iya dia menjatuhkannya?" suara pelayan lainnya terdengar.
"Nona Yue, bagaimana ini?" Tanya pelayan pertama pada sang kepala pelayan berambut ungu.
"... memang benar ini miliknya. Kalian tidak usah khawatir, mungkin ini topeng cadangannya. Biar aku yang memberikannya pada Jack." Jawab Yue, lalu terdengar langkah kaki mereka menjauh. Jack akhirnya dapat menarik nafas lega dan kemudian menatap gadis di depannya. Ia nyaris memekik ketika gadis yang ia bekap hampir pingsan kehabisan nafas. Jack buru-buru melepaskan tangannya dari wajah gadis itu dan membawanya keluar kembali ke lorong utama.
"Nona! Sadarlah! Jangan mati di sini! Arthur bisa benar-benar membunuhku... ah tidak, aku akan dipecat dan tidak bisa lagi melihatnya dari dekat! Bangunlah!" Jack mengguncangkan tubuh gadis itu.
"Bi-ar-kan... a-ku... ber-na-fas... se-je-nak..."gadis itu mengangkat tangannya di depan wajah Jack untuk menenangkan si penasihat itu.
"Ah... syukurlah." Ujar Jack sambil menghela nafas panjang. "Aku khawatir kau akan mati."
"Aku tidak akan mati segampang itu!" Gadis itu melonjak bangun dan menatap Jack dari jarak dekat. Nafasnya masih sedikit tersenggal, tapi matanya berkobar-kobar. "Ada pemimpin keji yang harus aku gulingkan. Aku tidak boleh mati secepat itu!" Ujar gadis itu mantap sambil menatap lurus ke mata Jack.
"Jangan menatapku!"Jack buru-buru menutup mata gadis di hadapannya. "Nanti kau bisa..."
"Bisa apa?" Gadis itu menyingkirkan tangan Jack dari wajahnya. "Apa kau pikir aku akan tertarik padamu? Aduduh... yang benar saja." Gadis itu mengibaskan tangannya di udara.
"Bagaimana bisa? Kau perempuan kedua yang tidak terpengaruh tatapan mataku" Kata Jack dengan sedikit nada bingung.
"Kau memang tampan tuan. Tapi aku juga punya banyak kenalan yang jauh lebih tampan darimu. Aku sudah terbiasa melihat wajah-wajah sepertimu." Sahut gadis itu enteng sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. "Dan entah mengapa kebanyakan dari mereka itu jeruk makan jeruk. Jadi aku tidak terlalu mengharapkan laki-laki seperti itu... Ah, bukan maksudku..."
Jack menatap ke gadis itu sambil tersenyum jengkel. Dalam hatinya ia mengeluarkan seisi kebun binatang pada gadis di hadapannya. Belum sempat Jack berpikir akan hal apa yang harus ia lakukan berikutnya, terdengar sebuah langkah kaki yang mendekat ke arahnya, lagi. Secepat kilat ia bersembunyi lagi ke lorong kecil sebelumnya, tanpa perlu membekap dan menarik si gadis yang meloncat ke lorong itu lebih dahulu. Mereka bersembunyi di sana dan menunggu. Satu menit. Dua menit. Lima menit. Tapi si pemilik langkah kaki itu malah berhenti di depan lorong itu.
"Rombongan studi tur dari SMA Crescent baru saja pergi. Putri Jenderal Pattimura Gardner, Lillianne Gardner bersekolah di sana. Kata gurunya ia ingin pulang bersama ayahnya, dan ia tetap tinggal di istana. Tapi aku tidak tahu wajahnya dan tidak melihat satu pun anak berseragam SMA yang berkeliaran sejak berkeliling tadi." Suara monolog Yue terdengar, membuat Jack segera melihat ke arah gadis tomboi itu. Si gadis memalingkan wajahnya, mulutnya bergerak seolah berucap "Bukan aku".
"Aku masih harus memeriksa stok makanan di dapur. Sebaiknya kuletakkan benda ini di sini." Yue meletakkan sesuatu di atas meja kecil, di sebelah vas sebelum beranjak pergi. Setelah menatap sebentar ke arah sebuah lorong kecil yang ada di sebelah meja kecil itu. Perlahan suara langkah kakinya menghilang. Jack keluar dan menemukan topengnya di sebelah vas bunga. Dengan cepat ia memakai topengnya, dan akhirnya ia dapat bernafas dengan benar-benar lega. Si gadis, dengan tangan tersilang di belakang kepala juga keluar dari lorong kecil itu dan bertanya pada Jack.
"Siapa wanita itu?"
"Dia ada-"
Jack tidak sempat melanjutkan kata-katanya. Di belakang si gadis terlihat sebuah bayangan yang semakin mendekat dengan cepat, dengan suatu kilauan yang membutakan di bagian atasnya. Sesaat kemudian hal itu terjadi...
"Oh, Jack sedang apa kau di sini? Hmm? Siapa pemuda ini?" Pak tua Alexander dengan rambut tipisnya muncul dari lorong kecil itu, lorong kecil yang di atasnya tergantung plang "R. Arsip Dokumen Lama", tempat kerja Alexander. Jack berusaha mencari suatu alasan untuk diucapkan, tapi si gadis terlebih dulu mengucapkan:
"Halo Pak Alexander. Saya Leon, asisten Jack yang sedang dalam masa pelatihan."
YOU ARE READING
Moon Hills
RandomKisah mengenai raja pecinta game, kerajaannya, penasihatnya, dan wanitanya (?).... hidupnya hanya didedikasikan untuk tiga hal yaitu game, Game, dan GAME. Kau bilang satu? Arthur bilang TIGA! game, Game, dan GAME!!!!