A-Getting Strange

29 0 0
                                    

1. Shella

"Arga.." Arga tiba-tiba muncul di pikiran gue begitu aja dan reflex gue nyebut namanya saat gue memasuki halaman akhir novel yang baru gue beli dan baru gue baca saat perjalanan menuju Borobudur, hari kedua study tour.

Gue sendiri gak tau, kenapa Arga yang langsung masuk ke pikiran gue setiap gue membaca nama tokoh laki-laki di novel ini. Nama tokohnya Sena, dia yang ada di kisah percintaan The Coldest Boyfriend-nya itsfiyawn. Seketika pikiran gue ke Arga berubah saat kisah di novel ini terus berjalan seiring renggangnya hubungan Sena dan Kena karena sebuah rintangan dan kecelakaan.

Gue bingung, kenapa Arga yang muncul setiap nama Sena tersebut berulang-ulang di novel ini. Sena yang dingin, Sena yang bermulut tajam, Sena yang diam-diam menghanyutkan, gue tau, itu adalah sifat Arga sebelum gue akrab sama dia kayak sekarang. Tapi lagi-lagi gue gak ngerti, gue seketika jadi takut sama Arga, gue takut Arga jadi kayak Sena, dan gue jadi Kena, walaupun gue tau, Arga dan Sena itu, beda, dan gue gak mungkin jadi Kena.

Gue menggeleng penuh keyakinan, semua cerita di novel ini hanya fiksi dan gak akan terjadi sama gue. Arga ngedeketin gue bukan berarti dia kayak Sena yang juga suka sama gue kan? Tapi tetep aja, ada rasa aneh bercampur sedikit ketakutan menyelinap masuk ke hati gue. Apa novel ini seketika membius gue?

"Shel, dari tadi notif Line lo bunyi mulu, baca kek, siapa tau penting." Suara Citra membuyarkan pikiran gue bersamaan dengan bunyi Line dari ponsel gue.

Gue belum membuka Line, tapi tampilan chat langsung muncul di layar ponsel gue. Gue menatap ponsel gue dengan alis terangkat. Arga.

Arga : Gimana hari kedua study tour? Pasti ke Borobudur kan? Ck, gue udah hafal. Gue mau kasih tau, info pemenang lomba yang lo ikutin itu akan keluar senin pas lo masuk, tapi baru di bisa diliat dua besoknya. Enjoy your trip, gue tunggu bakpianya.

Kali ini gak ada senyuman yang terukir di wajah gue. Perlahan-lahan ketakutan gue semakin menjadi saat gue membaca chat baru dari Arga. Tanpa menjawab dan bahkan gak mengunci layar iphone, gue melemparnya dengan hati-hati ke kursi di samping gue, membuat Citra terkejut.

Citra gak berkata apa-apa, dia malah ngelirik handphone gue di sampingnya. Ah gue gak peduli apa tanggapannya.

"Kak Arga ngechat lo tuh Shel, bales dong, udah ngechat panjang gitu, bales lah, gak lo read juga lagi, kasian tau, udah banyak cewek yang ngantri di chat sama dia," ucap Citra setelah membaca chat yang Arga kirim.

"Gue lagi gak mau denger nama dia Cit," jawab gue.

Citra menegakkan badannya dari kursi dan memiringkan tubuhnya menatap gue yang lagi fokus melihat jalanan dari balik kaca bis.

"Loh kenapa? Kalian... lagi ada masalah? Kalau gue liat dari chat-nya Kak Arga, kayaknya gak ada, hello temen gue yang paling gak bisa diem, lo kenapa deh?" Citra langsung menanyakan keheranannya.

Lo kenapa Shel, kenapa. Kenapa lo jadi seolah-olah terbawa kisah novel sih? Itu hanya fiksi Shel, fiksi, khayalan penulis. Lagian, Sena sama Arga itu beda jauh, bahkan lo udah sadarkan kalau Arga itu sosok yang asik, enggak kayak Sena yang bener-bener dingin? Masa lo berpikir kalau Arga adalah sosok Sena dalam kehidupan nyata? Lo gak waras.

"Shel." Citra menggoyangkan lengan gue melihat gue yang gak kunjung menjawab pertanyaannya.

Gue menoleh dengan malas dan pura-pura mengulum senyum. "Everything's alright."

.....

"Hai Shella, gimana, udah naik ke Borobudur sampai atas kan?" gue langsung memutar kedua bola gue mendengar pertanyaan lebay yang keluar dari Dafa.

Her ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang