Dalam diam aku bertanya
Dalam sunyi aku menerka
Dalam bisu aku meredam
Dalam hening aku membungkam
Sebuah haru dibalik biru
Sejenis ragu dibalik sendu
Semacam deru yang menggebu
Serupa kelabu yang membelenggu
Dibalik bungkam terdapat gusar
Namun teredam tak terdengar
Akankah malam menjawab yang samar
Dan kelam berangsur bubar
Banyak tanya melingkupi
Tentang sesuatu yang tak terkendali
Hati terus mengeja
Tentang sesuatu yang tak terbaca
Semua terasa tak menentu
Hanya karena yang satu,
Yaitu kamu.
* * *___* * *
February, 23th
Tepat satu minggu setelah kepulangannya dari Macau, Jiwon belum juga memiliki ponsel baru. Padahal, selama tinggal di rumah ini, Jiwon hanya memiliki ponsel. iPad, iPod, dan laptop-nya ia tinggal di apartemen miliknya. Sebagai seseorang yang selalu ketergantungan dengan gadget, Jiwon hampir mati bosan rasanya karena tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk mengisi waktu kosongnya di dalam kamar nyamannya ini. Iya, nyaman. Jiwon sudah mulai merasa nyaman menempati kamarnya di mansion mewah suaminya ini..
Perlahan namun pasti, Jiwon sudah mulai membiasakan diri dengan apapun yang ada dan ia rasakan di mansion mewah ini. Termasuk rasa bosan juga kesepian yang terkadang melandanya di waktu-waktu tertentu. Dan tidak adanya ponsel, membuat Jiwon semakin dilanda rasa jenuh.
Berdiam diri ditaman atau melakukan apapun yang bisa dilakukan dengan sekelompok bunga-bunga cantik itu, menjadi pengalih perhatian Jiwon dari rasa jenuh dan bosan yang dirasakannya. Para pelayan yang jumlahnya tak sedikit itu sama sekali tak membantu, bahkan Rose sekalipun. Mereka membatasi diri, membuat jarak yang nyata. Seolah menegaskan bahwa hubungan mereka hanyalah sebatas yang 'dilayani' dan 'melayani'.
Dulu saat sang kakek masih hidup dan mereka masih berada pada keadaan yang jauh dari kata cukup, Jiwon juga merasakan ini. Namun bedanya, Jiwon merasa tak begitu diperlakukan istimewa bak puteri kerajaan seperti disini. Kakek dan ibunya tak pernah sekalipun memanjakan Jiwon dengan berlebihan. Kakeknya yang memang berperangai tegas namun lembut selalu mengajarkan Jiwon untuk tak terlalu bergantung pada orang lain.
Jiwon mengerjap saat merasakan matanya memanas tiba-tiba. Dia masih sangat sensitif jika mengingat semua kenangan-kenangan lalu. Percayalah, Jiwon tak setegar itu. Kemandiriannya tak lantas membuatnya menjadi gadis kuat. Terkadang, Jiwon juga suka mengeluh, dia bukan tidak pernah bersikap manja, Jiwon akan menangis jika dia memang ingin menangis. Dan saat inipun, Jiwon tak sepenuhnya menghilangkan sikap itu. Jiwon tetaplah Jiwon. Gadis cuek yang terkadang ceroboh. Gadis berperangai ceria pecinta bunga. Gadis polos yang bukan berarti bodoh. Gadis dewasa yang masih belum ingin beranjak dewasa. Karena Jiwon masih ingin menikmati masa-masa itu.. tapi sekarang semua berbeda.
Jiwon rindu masa itu. Masa dimana keluarganya masih berkumpul dengan lengkap. Ada kakek, ayah, ibu, juga Jackson. Jiwon rindu seragam sekolahnya. Jiwon rindu keadaan kelas yang gaduh. Jiwon rindu mengerjakan tugas sampai larut. Jiwon rindu profesor botak yang sering menjadi bulan-bulanan dikampus. Jiwon rindu wi-fi gratis di taman belakang kampusnya. Jiwon rindu megendarai scooternya. Jiwon rindu toko bunganya. Dan... Jiwon rindu kebebasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Bride || AU ✔️
Romantik[PDF VERSION] [END] Kim Jiwon. Gadis berdarah Korea yang baru saja mendapatkan gelar sarjananya itu kini harus terjebak dalam lingkar permasalahan yang mengharuskannya menerima lamaran dari seorang pewaris terpandang negara ini. Demi Tuhan! Usia...