5. A Doubt and Fear

13K 837 60
                                    


January, 4th

07:45 a.m.

Butiran salju diluar sana masih turun dengan lebat. Udara semakin dingin menusuk. Meskipun penghangat ruangan dikamar besar itu menyala sempurna, namun nyatanya hembusan udara dingin yang menusuk masih samar-samar terasa.

Dibalik punggung itu, Jiwon meredam isak tangisnya. Dia mengeratkan cengkramannya pada selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya. Seluruh tubuhnya terasa remuk redam. Keram, perih, sakit Jiwon rasakan di bagian bawah tubuhnya sana. Sangat sakit. Demi Tuhan! Jiwon merasa tak sanggup menahannya. Belum lagi dengan hatinya yang terasa sesak dan memanas, saat ingatan-ingatan tentang peristiwa malam tadi terus terlintas di otaknya.

Perasaan menyesal itu menjalar dihatinya. Dia menangis karena dirinya tak menginginkan ini. Dia belum siap. Demi Tuhan! Meskipun status mereka adalah sepasang suami istri, tapi jika mengingat bagaimana pernikahan ini terjadi membuat Jiwon berpikir bahwa semua ini salah.

Seharusnya dia tak berakhir diranjang bersama suaminya ini. Dia belum siap, bahkan dia berpikir bahwa tak seharusnya ada hubungan suami istri diantara mereka. Tapi, entah bagaimana laki-laki ini membuat Jiwon tak sanggup berontak atau bahkan melawan. Ucapannya begitu mengintimidasi. Suaranya itu terdengar penuh penekanan. Cengkaramannya membuat Jiwon tak bisa berkutik. Dan sebuah sentuhan memabukan itu terus berlanjut, dengan Jiwon yang berada dibawah pria itu. Jiwon tak bisa lagi menghindar. Lalu semua terjadi begitu saja.

Wanita itu memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. Keristal bening terus menetes disudut matanya. Dia bahkan tak bergerak dari posisinya. Selain karena rasa perih yang kelewat sakit, juga karena tak mengerti apa yang harus ia lakukan saat ini. Entah sudah berapa lama ia seperti ini. Hingga tiba-tiba ia merasakan seseorang yang terbaring disebelahnya bergerak.

Laki-laki itu mengerjapkan matanya. Membiasakan maniknya pada suasana remang yang melingkupi kamar besar ini.

Maru membuka matanya. Dia mengacak rambutnya dan menoleh kekanan. Kearah punggung wanita itu yang terbungkus selimut tebal. Maru menghela nafasnya. Isakan yang terdengar dari wanita itu membuatnya berdecak pelan. Dia pasti kesal dan menyesal pada peristiwa malam tadi. Sebenarnya bukan hanya wanita itu saja yag merasakannya. Maru juga sedikit menyesal karena harus menyeret paksa wanita ini keatas ranjangnya. Tapi, malam tadi entah kenapa ia tak lagi berpikir jernih.

"Shit!" Tanpa sadar Maru mengumpat. Ia bangkit dari ranjangnya dan mulai mengenakan pakaiannya. Dia melirik Jiwon sekilas, dan berjalan kearah kamar mandi. Berusaha untuk tak menaruh peduli pada wanita itu.

Sepeninggal Maru, Jiwon menghapus kasar airmatanya. Tatapan tajamnya ia arahkan pada pintu kamar mandi yang tertutup rapat.

"Brengsek!" Umpatnya pelan-tanpa sadar.

Jiwon mendengus dan membenamkan kepalanya pada bantal dan berteriak sekencang-kencangnya disana. Menumpahkan segala emosi tertahannya. Dia bahkan menangis dengan keras, yang tentunya teredam oleh bantal empuk itu.

Wanita itu membawa dirinya duduk sambil meringis dan bersandar dikepala ranjang, dengan selimut yang ia balut sampai bahunya. Ia ingin sekali cepat-cepat keluar dari sini, membersihkan diri demi menghapus jejak-jejak yang ditinggalkan oleh pria itu. Tapi saat ini, seluruh tubuhnya terasa sakit dan ia sangat malas untuk menggerakan badannya. Sial!

'Kenapa rasanya sesakit ini?'

Jiwon masih mematung di posisinya. Tersirat raut kesal, marah, letih, dan bahkan kecewa dari sorot matanya. Dia berdecak berkali-kali dan mengacak rambutnya frustasi. Namun tiba-tiba sesuatu terlintas di otaknya. Dia menyibak sedikit selimutnya. Matanya bergerak mencari-cari sesuatu. Dan saat netranya menangkap hal itu, Jiwon hanya bisa menegang.

His Bride || AU ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang