"Buu, ini gimana cara warnainnya?" aku tersentak. Aluna, salah satu muridku mendekat sambil menunjukkan kertas gambarnya yang masih kosong.
"Oh, ini gini sayang. Sini mana krayonnya," aku membimbing langkah gadis kecil itu lalu mengajarinya mewarnai gambar buah apel.Huuft.. lagi-lagi melamun. Bayangan pernikahan Mr. Penyindir terus terbayang di benakku. Ini sudah hari Senin, artinya tepat kemarin dosen yang aku sukai itu memiliki status baru, dari belum kawin menjadi kawin -istilah KTP lho ya ini.
"Bu, ini gapapa?" Kemal, muridku yang lainnya menunjukkan gambar apel yang berwarna ungu campur hijau. Aku tersenyum sambil mengelus rambutnya.
"Boleh, sayang. Harusnya merah atau hijau, tapi kalau Kemal suka, ngga apa," bocah itu nyengir. Gigi seri-nya yang baru tanggal pekan lalu membuat wajahnya nampak lucu.Aku lantas memandangi anak didikku yang tengah serius dengan kertas gambarnya. Menatap satu demi satu wajah polos mereka. Betapa beruntungnya mendapat pendidikan sedari dini. Ada begitu banyak anak negeri ini yang sulit mendapat akses pendidikan, malah ada yang sampai usia lanjut belum bisa membaca dan menulis. Aku sangat mencintai anak-anak dan selalu berbagi dengan anak manapun ketika ada kesempatan.
Dua tahun lalu, ketika kampusku mengadakan bakti sosial ke pelosok, aku ikut terlibat di dalamnya. Kegiatan ini tidak sekedar berbagi sembako, tapi ada juga mengajar secara sukarela anak-anak disana. Aku senang sekali. Melihat mata bundar mereka yang tertarik dengan media ajar, reaksi mereka saat kegirangan melihat eksperimen balon udara mini yang terbang, selalu membuat aku memiliki rasa cinta pada mereka dan anak lainnya. Buat aku, menanamkan pendidikan yang baik dan benar pada anak memiliki dampak yang besar di masa depan.
Contohnya,
kalau sedari kecil anak dibiasakan memakai pakaian sopan dan tertutup, sampai besar ia akan merasa biasa. Lain halnya dengan yang sedari kecil dibiarkan berantakan, pakaian berenang dan pakaian formal tak bisa dibedakan. Hasilnya, tentu bisa terlihat di saat mereka dewasa. Contoh lain lagi, soal rasa empati kepada teman. Kalau tidak dicontohkan sejak kecil, dewasanya mereka akan menjadi pribadi yang egois dan tak peduli sekitar.Menjadi guru dari anak-anak sebetulnya beresiko tinggi, karena kita sebagai pengajar harus memberikan contoh terbaik. Anak adalah peniru ulung, sayangnya mereka belum punya filter untuk memilih dan memilah mana yang boleh dan tidak boleh mereka tiru.
***
Lusa libur! Yeah! Akhirnya aku bisa bernafas lebih lega. Bukan, bukan artinya selama kuliah aku tidak menikmati lho ya. Hanya, yah, libur kan memang rata-rata adalah hal yang dinanti-nanti umat manusia. apalagi akademisi yang kadang merasa penat dengan rutinitas yang begitu aja.Hmm,
aku menatap kalender yang tergantung di dinding kamar. Libur kali ini terbilang panjang, dua bulan lebih! Dan.. eh, Idul Fitri? Oh ya. Umat Islam kan sedang menjalankan ibadah shaum, dan perjuangan selama itu akan berujung dengan hari raya Idul Fitri yang akan tiba seminggu lagi. Wah, pasti menyenangkan merayakannya bersama keluarga besar dan sanak saudara. Hmm, jadi pengen kasih sesuatu untuk Mr. Penyindir nih. Anggap aja aku ikut merayakan hari besar itu. Hehehe.
Aku mengecek lemari bahan makanan, menghitung takaran, lalu melihat resep sekilas: Sweety Chocolate Recipe. Oke, resep ini aku udah pernah buat, semoga tetap enak seperti aku sukses memasaknya dulu.Campurkan bahan. Aduk perlahan, yap, coba sedikit, hmm enak! Masukkan ke cetakan. Sip! Begitu beku, cokelat ini sudah bisa aku hias.
Aku puas sekali dengan hasil karyaku. Besok, akan kuserahkan pada Mr. Penyindir. Semoga dia suka!
***
"Pak, sebentar," aku menahan pria tegap yang tampan itu dari bangkunya. Keesokan harinya selepas jam kuliah.
"Ya?" aku melirik kanan kiri. Setelah memastikan tak ada mata yang memergoki, aku cepat-cepat meletakkan cokelat buatanku di mejanya.
"langsung ditaruh di tas ya pak. Takut ketahuan anak-anak," Mr. Penyindir terkekeh, namun tangannya dengan gesit memasukkan cokelatku ke dalam tasnya. Terlihat ada ruang kosong yang seakan disediakan untuk menyimpan cokelat pemberianku. Tiba-tiba aku tersipu dan segera berlalu sebelum rona merah wajahku diketahuinya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong Hati Untuk Sang Dosen
Ficción GeneralUsia yang berbeda tak pernah membuat cinta putus asa menemukan jalan. Status yang berseberangan tak pula menyurutkan semangat kasih untuk terjalin. Tapi, apakah ikatan pernikahan mampu ia tembus demi memuluskan kisah asmara yang diinginkannya?