Chapter 1

100 11 5
                                    

Cahaya matahari mulai mencoba menembus tirai kamar berukuran 5x6 meter dengan cat berwarna biru tua itu mulai membuat sang empunya mengerjapkan mata beberapa kali karena silau. Haduuhh, jam berapa sih. Batin Arsa bersuara. Arsa memutar tubuhnya dengan harapan terhidar dari silaunya mentari pagi.

Kok hujan sih, masa diapartement ada hujannya. umpat Arsa saat merasakan wajahnya terkena tetesan - tetesan air yang entah datangnya darimana. Makin lama air yang menetes itu semakin banyak. Dengan sangat amat terpaksa Arsa membuka matanya. Arsa mengerjapkan matanya beberapa kali dan melihat adiknya tengah duduk ditepi ranjang.

"Akhirnya bangun juga." seru Areta-adiknya. Setiap pagi Areta memang selalu melakukan ritual pagi yang unik, yaitu membangunkan kakaknya dengan berbagai cara. Selalu ada ide kreatif yang muncul dikepalanya. Arsa sendiri juga heran kenapa adiknya itu hobby mengganggu tidurnya.

"Retaaa, jangan mulai deh." Arsa bangkit dari tidurnya ia duduk bersandar pada kepala ranjang dengan tumpuan bantal. Ia mengucek matanya untuk mengusir sisa kantuknya. Sesekali dia menguap. "Lagian jam berapa sih?"

"Jam setengah enam, ayoo kak bangun sekolah. Ini hari pertama aku sekolah." seru Areta kesal.

Heran deh, udah kelas tiga juga.

"Ntar aja deh, gue masih ngantuk Bocil." Bocil adalah panggilan kesayangan Arsa untuk adik kesayangannya itu. Bocil yang artinya BOcah Cilik usIL.

Arsa hendak tidur lagi, dia benar - benar mengantuk karena semalam dia harus manggung dicafe sampai jam sepuluh malam. Setelah itu dia mengerjakan tugasnya yang berjibun. Alhasil dia baru bisa tidur pukul dua malam.

"Nggak bisa, mending sekarang kakak mandi. Atau mau nih aku bilangin bunda?"

Arsa masih belum merespon, matanya masih terpejam. "Bunda kakak..."

Buru - buru Arsa membungkam mulut adiknya itu. Dasar tukang ngadu, umpat Arsa dalam hati. Areta yang mulai kehabisan nafas pun berusaha melepaskan bungkaman kakaknya itu. Tapi gagal.

"Arsa ayo bangun nak, sudah pagi ini." terdengar suara teriakan bundanya yang merdu.

"Iya, udah bangun kok, Bun." Tidak menyerah Areta menggigit tangan kakaknya itu hingga membuatnya berteriak kesakitan. "Bocil, sakit tau!" gerutunya kesal.

"Udah mandi sana, marah - marahnya nanti aja." seru Areta dengan senyum sumringah lalu mendorong - dorong punggung kakaknya itu agar segera pergi mandi. "Kalau cowok kayak gitu mah siapa yang mau." ledek Areta.

"Bawel deh." seru Arsa seraya berjalan menuju kamar mandi.

Dan lima belas menit kemudian mereka sudah berkumpul dimeja makan.

"Sa, jaga adikmu baik - baik. Jangan berantem terus." ujar Wanda memberi wejangan pada Arsa. Yang ditanggapi dengan anggukan dan acungan jempol.

"Siap, Bun beres deh."

"Dan kamu Reta, jangan ganggu kakak kamu terus. Jangan lupa bawa bekalnya ya."

"Oke, Bun."

Setelah selesai makan pagi Arsa dan Areta segera berpamitan dan keluar menuju lift dan tempat parkir.

***

"Sebelahmu kosong?" tanya seseorang siswi padanya. Areta menoleh ke arah gadis itu, lalu menganggukkan kepala.

Teman Hidup [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang