Chapter 2

45 9 7
                                    

Areta, Ara dan Neville melangkah menuju ruang sekertariat jurnalis. Sebenarnya mereka tidak ada janji untuk memilih ekskul yang sama, semuanya benar - benar serba kebetulan. Hanya Egi yang memilih jalan alias ekskul yang berbeda. Egi bilang dia memilih ekskul matematika karena ada dua keuntungan yang dia dapat. Pertama dia bisa lebih memahaminya daripada yang lain, dan yang kedua dia bisa ikut olimpiade. Sesekali Neville dan Areta tertawa karena mendengar cerita Areta tentang kakaknya yang entah lucu dibagian mananya.

"Lo kenapa sih, Ra perasaan dari tadi diam aja?" tanya Neville saat melihat Ara tidak ikut tertawa.

Ara hanya nyengir. "Gue pengen ke toilet nih, kalian duluan aja deh."

"Ohh, mau ke toilet bilang dong." seru Areta. "Oke deh, kita duluan ya. Jangan lama - lama, Ra."

Neville dan Areta pun berlalu meninggalkan Ara yang segera berlari menuju toilet. Setelah selesai semua urusannya dengan yang namanya 'toilet' segera Ara berlari menuju ruang sekertariat jurnalis. Tapi setelah melewati lorong perlahan langkah Ara justru melambat ada sesuatu yang menghentikan dibalik lorong itu. Ara melangkah mundur dan berbelok menuju lorong yang tadi ia lewati begitu saja.

Diujung lorong dia menemukan sebuah pintu gerbang dan ternyata tidak dikunci. Dengan segenap keberanian dia membuka gerbang itu, dan betapa terkejutnya melihat sesuatu yang tidak biasa disana. Dia memukan sebuah taman dengan pepohonan yang cukup rindang, dan saat Ara melangkah maju beberapa langkah dia bisa melihat danau disana. Tapi kenapa harus dibelakang sekolah, pikirnya.

Sesaat rasa kagum itu pun hilang saat dia mendengar suara petikan gitar. Nadanya begitu sendu, dan tak lama kemudian terdengar suara seseorang.

Bagaikan langit berpelangi
Terlukis wajah dalam mimpi
Tertegun ku dibuai dibuai
Dalam kenangan dan senyuman
Tang tak kan terlupakan

Suara itu benar - benar tidak asing lagi ditelinganya. Ara mengedarkan pandangannya, dan dia mendapati seseorang tengah duduk dibangku taman tangan jemarinya yang sibuk memetik gitar. Ara melangkah hendak pergi karena dia teringat pertemuan ekskulnya. Tapi sialnya dia menginjak ranting hingga patah.

Kau dengar, laguku
Dalam simfoni
Tiada lagi, melodi
Dapat ku cipta
Tanpa senyummu

Mungkinkah tercipta kembali
Malam nan penuh keindahan¹

Tiba - tiba suara petikan gitar itu berhenti. Ara tersentak begitu mendengar suara orang itu memanggilnya.

"Hei, kamu."

"S-saya, kak?" jawab Ara terbata. Dia benar - benar terkejut melihat Arsa yang duduk disana.

"Iya kamu." Mau tidak mau Ara melangkah mendekat sebagai rasa sopannya kepada senior. "Mau nyanyi bareng? Kamu temannya Areta kan?"

Ara mengangguk. Mengiyakan dirinya sebagai teman Areta yang ternyata adik Arsa.

"Maaf, kak tapi saya harus pergi karena ada pertemuan ekskul."

Arsa tersenyum lalu mengangguk mengerti. Hari ini memang banyak ekskul yang mengadakan pertemuan pertama guna pendataan, penyerahan formulir pendaftaran yang dibagikan saat LOS, dan juga sedikit pengarahan.

Segera Ara pergi dari taman itu dan berlari menuju basecam jurnalis. Dia yakin pasti pertemuan itu sudah berjalan cukup lama.

Teman Hidup [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang