Chapter 3

45 8 2
                                    

Areta POV

Aku dan kak Arsa tengah berada diruang tv bergulat dengan tugas sekolah masing - masing. Kak Arsa tampak serius menekuni pr Fisika dengan rumus - rumus yang menurut super menyenangkan dan super menantang. Aku tertawa dalam hati ekspresi wajah kak Arsa itu. Hahaha, benar - benar lucu. Belum pernah aku melihat wajah kak Arsa seserius itu. Kembali aku menekuni layar laptopku dan mengerjakan tugas bahasa Inggris dari pak Rizal.

"Yee, finish." aku menghela nafas akhirnya satu per satu tugasku selesai juga.

"Cepet banget?" Kak Arsa berkomentar tanpa menoleh, pandangannya masih tertuju pada soal yang sejak tadi belum berhasil dia kerjakan.

"Yee, aku kan lebih pinter dari kakak jadi jangan heran ya." ejekku sambil menjulurkan lidah.

"Halah, paling juga tugasnya yang gampang." sesekali Kak Arsa membalik - balik halaman bukunya untuk mencari rumus.

"Sirik aja ihh."

Aku menutup laptopku yang sudah ku matikan. Aku meraih ponselku yang ada disamping laptop, hendak mengirim pesan pada temen - temanku melalui aplikasi Line.

Aku agak terkejut melihat pemberitahuan ada seseorang menambahkan akun milikku melalui nomor telefon. Aku memutuskan untuk melihatnya. Rafka Alferdo.

"Siapa? Gue nggak kenal sama ini orang." komenku yang langsung ditanggapi oleh kak Arsa.

"Kenapa?"

"Hah, nggak papa." Responku cepat. Aku bahkan tidak sadar kalau aku benar - benar menyuarakan komentarku tadi. Tak lama kemudian pemilik akun itu mengirim sebuah pesan.

💬Rafka Alferdo
Hai, salam kenal.

Aku membaca pesan itu lamat - lamat. Jujur masih bingung karena dia menambahkanku lewat nomor telefon, itu artinya dia punya nomor telefonku?

Biarkan sajalah. Aku memutuskan untuk tidak membalasnya toh aku juga tidak mengenalnya. Segera aku mengirim pesan pada teman - temanku bertanya sekaligus mengingatkan tugas bahasa inggris dari pak Rizal itu.

"Bocil, lo udah makan belum?" tanya kak Arsa seraya membereskan buku - bukunya. Aku hanya mengangguk. "Yang bener? Soalnya Bunda masih lama dirumah om Joko jadi gue yang dikasih kepercayaan buat jagain lo."

"Udah kakakku yang bawel. Lagian nggak percayaan amat sih."

"Ya mungkin aja lo bohong, terus nanti lo ngadu ke bunda." jelas kak Arsa. "Nanti lo bilang gini, bunda aku nggak dikasih makan sama kakak bawel. Aku dibiarin mati kelaperan, Bun." tambah kak Arsa berusaha meniru gayaku saat ngadu ke Bunda kalau dia sedang membuat masalah. Dan asli itu lucu banget. Sampai - sampai aku tidak bisa menahan tawa. Kak Arsa emang lebay banget.

"Tapi kok bunda lama banget sih kak?" tanyaku setelah tawaku surut.

"Ya katanya sih bisnis om Joko lagi mengalami kerugian jadi bunda bantu om Joko mulai dari nol gitulah."

Aku hanya ber-ohh untuk menanggapi penjelasan kak Arsa, lalu sibuk mengganti - ganti chanel televisi.

***

Arsa POV

Aku melangkah masuk ke dalam kelas, lalu melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kiriku. 06.30. Masih pagi tapi kelas sudah ramai. Kalau kayak gini sih udah ketebak deh, pasti lagi ngerjain PR. Apalagi jadwal pelajaran hari ini mulai jam pertama sama akhir semuanya PR. Kadang aku berpikir sebenernya kita ini murid apa orang kerja kantoran sih? Tiap hari harus begadang ngerjain tugas sampek pagi.

Teman Hidup [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang