III

53 12 0
                                    

Iris tidak masuk sekolah hari ini. Ibunya tidak tahu-menahu soal kejadian yang dibebankan terhadapnya, jadi Iris hanya beralasan ia tidak enak badan.
Dia menatap tembok putih yang sudah retak sedikit di hadapannya. Dia berbaring di tempat tidur, makan siangnya telah habis beberapa saat yang lalu.

Tidak ada gading yang tak retak.
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.

Aku harus sabar menghadapi semua ini. Ini hanya cobaan dari-Nya. Aku harus tabah. Batin Iris. Namun hati kecilnya tahu bahwa ia sudah hampir tidak sanggup lagi. Terdengar sebuah ketukan kecil di pintunya.
"Masuk," Sahut Iris lirih, menarik selimut ke batas lehernya.

Ibunya masuk. "Ris, ada temanmu yang berkunjung. Mama suruh dia naik, ya?"
Iris hanya mengangguk.
Tak lama kemudian, dua sosok laki-laki masuk. Jesse dan Kenya. Iris menaikkan alis kanannya, Sophie tidak ikut?

"Sophie tidak ikut," Kata Kenya, seolah-olah bisa membaca pikirannya. "Katanya dia ada acara."
"Oh," Hanya itu yang keluar dari mulut Iris, seolah-olah sudah mengharapkan jawaban demikian.

---

Sudah sebulan sejak kejadian tersebut. Namun nama Iris tak kunjung bersih. Sophie yang awalnya mulai menjauh sekarang sudah sepenuhnya jauh dari dirinya, Jesse, serta Kenya. Sekarang Iris merasa sedikit canggung, karena hanya dirinyalah gadis di antara kedua cowok tersebut.
"Habis ini makan es krim di kantin, yuk?" Tawar Jesse.
Iris menggeleng. "Gak deh, males."
Jesse mengangguk. Dia tahu Iris sebenarnya mau, ia hanya tidak mau harus berhadapan dengan para murid yang menatapnya sinis itu lagi. []

Sorry. [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang