#7-The Shield, The Dark and The Secret

6.7K 510 47
                                    

Hujan turun membasahi bumi.

Sakura menarik napas panjang dan menopang dagu dengan kedua tangannya. Semua teman-teman sekelasnya sudah pulang, pun dengan Elang. Langit juga tidak lagi terlihat, kemungkinan besar cowok itu sudah pulang juga. Tadinya, Sakura juga berniat pulang dengan menggunakan jasa taksi, tapi, setelah dipikir-pikir lagi, cewek itu ingin menyegarkan dan menenangkan kepalanya dulu. Dia butuh waktu untuk sendiri. Langit juga tidak mengucapkan apa pun pada dirinya. Cowok itu pulang begitu saja tanpa pamit. Elang sendiri, ketika berjalan menuju pintu kelas, dia sempat menatap ke arah Sakura, memberikan tatapan dinginnya dan senyuman sinisnya.

"Kehidupan gue yang tadinya tenang, setenang permukaan danau, sekarang jadi hancur kayak diterpa badai." Cewek itu menghela napas dan menatap papan tulis dengan tatapan menerawang. Dia mengerutkan kening saat mendengar suara orang berteriak yang berasal dari lapangan, lantas mendengus ketika sadar bahwa itu adalah cowok-cowok sekolahnya yang sedang bermain bola sambil hujan-hujanan. "Dasar bego," omelnya kesal yang ditujukan untuk para cowok tersebut.

Hujan masih lumayan deras. Sakura melipat kedua tangannya di atas meja dan menaruh kepalanya di sana. Dia menatap kedua sepatunya sendiri dari celah yang tercipta dan memejamkan kedua mata. Pengakuan Elang mengenai Orlando Bastian yang ternyata adalah ayah dari cowok itu sendiri masih menyisakan keterkejutan sampai detik ini. Benar-benar sulit dipercaya kalau Elang adalah anak dari si pembunuh bayaran profesional yang selalu menantang pihak berwajib.

"Masih kepikiran soal yang tadi?"

Pertanyaan itu diikuti dengan sentuhan lembut pada kepalanya, membuat Sakura mengerjap dan mengangkat kepala dari kedua lipatan tangannya yang berada di atas meja. Cewek itu mengerutkan kening ketika melihat sosok Langit yang kini duduk di depannya sambil mengunyah sesuatu.

"Bukannya lo udah pulang?" tanya Sakura heran.

"Kata siapa?"

"Gue liat lo udah ke luar kelas dan bawa ransel," jelas Sakura sembari mengingat. "Dan lo juga nggak balik-balik lagi ke sini. Itu artinya, lo udah pulang, kan?"

"Kalau lo bekerja sebagai seorang detektif, maka deduksi lo tadi benar-benar payah." Langit mendengus geli dan menggeleng. Dia mengambil ponselnya dari saku kemeja seragam sekolahnya, kemudian menatap layar ponsel tersebut dengan fokus. Sakura sendiri tidak berniat mendebat ucapan Langit barusan karena kepalanya terlalu penuh dengan semua kejadian hari ini.

"Gue tadi ke kantin, makan. Makanya lama balik ke kelas." Langit kembali bersuara, membuat perhatian Sakura sepenuhnya tercurah pada cowok itu, tetapi yang bersangkutan sama sekali tidak menatap balik ke arahnya. Langit masih betah menatap layar ponselnya dan entah sedang mengetik apa. "Lagian, mana mungkin gue ninggalin elo? Ah, ini gue beliin roti sama susu."

Sakura menerima roti beserta susu kotak yang diserahkan Langit dengan tangan kanannya. Cewek itu menatap pemberian Langit dengan tatapan tidak terbaca, kemudian melirik Langit sekilas.

Dan membeku.

Langit rupanya sedang melihat ke arahnya entah sejak kapan. Cowok itu menatapnya intens. Sakura mendapati diri seperti terhipnotis pada sepasang manik milik Langit. Bukan tatapan dingin dan tajam yang selalu Langit berikan untuknya di awal-awal pertemuan mereka, tapi lebih ke arah tatapan serius, lekat dan terkesan memberitahu sesuatu.

Sayangnya, Sakura tidak bisa menebak apa yang ingin diberitahu oleh Langit melalui tatapan matanya itu.

"Gue akan melindungi lo."

Langit Penuh Sakura (PROSES TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang