Niall, mengapa kau imut sekaliii, batinku.
Ya, sedari tadi aku memang memandanginya yang sedang melahap makanan. Beruntung aku hari ini karena ia tak menyadarinya.
"Apa kau lihat-lihat? Kau baru menyadari kalau aku tampan?" Goda Niall.
Sial! Dia menyadarinya.
"Percaya diri sekali kau, Mr. Horan," Aku mengalihkan pandanganku.
"Baiklah. Cepat habiskan makananmu atau aku yang akan menghabiskannya." Terdengar seperti ancaman dari seorang kanibal.
Tak lama, ia mengeluarkan suara lagi. "kau makan lama sekali," katanya sambil melirik makananku.
Aku melihat ke piring miliknya, oh sudah habis.
"Inginku bantu? Oh tentu!" Ia mengambil garpu milikku dan melahap pasta milikku juga.
"Hey! Itu makananku!"
"Dasar rakus!" Aku memutar bola mataku dan melihat seseorang sedang menuju ke mejaku dan Niall. Dan tiba-tiba..
BUG!
Orang itu langsung menghantam hidung Niall sampai ia terjatuh dari kursinya.
Akupun langsung menarik lengan pria itu, "hentikan! Apa maksudmu?!"
"Dia mendekatimu! Jelas saja kalu aku marah," jelasnya dengan penekanan di kalimat pertama.
"Apa hakmu untuk melarangku? Kau pikir kau siapa?" Aku tak mau kalah.
"Tapi aku masih mencintaimu!"
"Kau mencintaiku karena nafsu, bukan?"
"A..apa maksudmu?"
"Haruskah aku jelaskan maksudku? Aku yakin kau mengerti apa maksudku."
"Kau ini kenapa? Apa karena lelaki ini, kau jadi berubah." Katanya sambil menunjuk Niall yang langsung ditepis oleh Niall.
"Kau yang kenapa, jerk! Pergi dari sini sekarang!"
"Apa kau bilang tadi?!" Harry terlihat sangat geram dan tangannya hampir saja mengenai pipiku kalau-kalau Niall tak menahannya.
"Kendalikan emosimu, Haz." Ujar Niall.
Aku membantu Niall untuk berjalan keluar dari kantin menuju ruang kesehatan. Sesekali aku melihat kearah belakang, ya Harry, ia masih geram dan menatap Niall seolah-olah tatapan itu bermakna 'urusan kita belum selesai'
>><<
"Biarku obati dulu lukamu ya, Ni." Pelan-pelan aku mengoleskan obat ke wajah Niall agar memar yang diwajahnya membaik.
"Terima kasih nona nando's." Katanya sambil memberikan senyuman mautnya.
Eh, tunggu.
Nona Nando's?
Aku memberhentikan tanganku, "Nona nando's?"
Niall terlihat kebingungan, "Ma..maksudku," ia mulai gelagapan.
"Jawab jujur, Ni. Apa sebenarnya Tuan guts itu kau?"
"A..aku-"
"Aku mohon jawab dengan jujur, Ni."
"Baiklah aku mengaku." Ia tertunduk.
"Mengaku apa?"
"Mengaku kalau Tuan guts itu adalah aku dan yang mengirimimu foto Harry bersama jalangnya juga aku." Jelasnya lalu ia menunduk.
"Tapi kenapa?"
"Aku menyayangimu, Ash, sangat menyayangimu. Sumpah aku tidak bermaksud membuat hubunganmu dengan Harry hancur, aku hanya ingin melindungimu."
Aku terdiam, seperti ada yang membasahi pipiku.
Kenapa harus dengan cara diam-diam seperti ini?
"Tolong setelah ini jangan menjauhiku." Ia memegang tangaku erat.
Sangat erat.
Dan dia mulai mengeluarkan air matanya juga seolah-olah air mata itu menandakan 'aku sangat mencintaimu, jangan pernah tinggalkan aku lagi' entah aku tau dari mana makna air mata itu, tapi aku seperti merasakannya.
Jantungku mulai tak bisa dikontrol.
"Kenapa kau tak bilang dari awal? Kau tau? Kau sempat membuatku takut dan kenapa kau menyayangi aku? Sedangkan banyak wanita cantik yang menyukaimu,"
Ia menghampus air mataku dan membawa tubuhku ke dalam pelukkannya. Nyaman. "Tolong jangan menangis, aku tak bisa melihatmu menangis apalagi karena diriku, aku akan menjelaskannya setelah kau selesai menangis."
Aku melepaskan pelukannya dan berhenti menangis walau masih terdengar sedikit isakkan dari mulutku, "sekarang jelaskan padaku."
"Berawal saat kita duduk dibangku SMA. Aku menyukaimu saat kau dan aku duduk dan makan bersama kantin karena pada waktu itu kursinya sudah penuh, hanya ada satu kursi di sebalahku, kau ingat?"
Aku hanya mengangguk.
Ya, kami memang satu SMA dulu.
"Lalu kau membuka pembicaraan karena kau benci keheningan, disitu aku mulai tertarik denganmu, kau cerewet tapi kau menyenangkan. Mulai saat itu aku menyukaimu dalam diam. Aku mulai mencari informasi tentang dirimu, mulai dari hal-hal yang umum sampai hal yang mungkin masuk ke kategori pribadi. Percaya atau tidak percaya kau harus percaya kalau dulu aku pernah menyelinap masuk kedalam ruangan yang menyimpan data-data siswa, aku mencari-cari datamu dan itu membutuhkan waktu cukup lama. Kau mungkin berpikir mengapa aku tidak tanya saja kepada teman-temanmu atau kepada teman-temanku yang mengenalmu atau mungkin langsung kepada dirimu, itu karena aku tidak ingin orang-orang mengetahuinya karena nantinya mereka akan menggodaku dan akan langsung mengadu padamu dan aku juga ingin mencari tau sendiri tanpa bantuan mereka."
Tidak tau sejak kapan senyumanku mulai mengembang dan mungkin saat ini pipiku sudah seperti kepiting rebus.
"Sampai akhirnya, tepatnya saat kita mulai berkuliah. Aku tau dimana rumahmu, apa kesukaanmu, dan aku tau nomor telponmu. Tak perlu menunggu lama lagi aku segera mengirimimu pesan pertama yang awalnya kukira kau tidak akan membalasnya. Mungkin terdengar pengecut bagi seorang lelaki tetapi aku memang tak memiliki nyali untuk mendekati wanita yang kusukai. Dan suatu hari, Harry bilang kepada kami-aku, Lou, Liam bahwa ia mengincar dirimu tepatnya 'barangmu' disitu aku mulai merasakan panas. Sempat terjadi sedikit bentrokkan antara aku dengannya tetapi ia tetap kekeuh untuk mendapatkannya dan aku tak ingin wanita pujaanku jatuh kedalam jebakkannya. Maafkan aku." Jelasnya panjang × lebar × tinggi, biar kayak rumus volume balok.
"Lalu kenapa saat aku masih bersama Harry, kau jarang sekali bersama teman-temanmu? Bahkan aku tak pernah melihatmu lagi,"
"Aku sebenarnya selalu bersama mereka. Tetapi saat kau dengan Harry akan datang menghampiri kami, aku selalu membuat alasan agar tidak bertemu kalian. Saat itu aku selalu ingin melupakanmu karena kupikir kau memang sudah sangat muak dengan Tuan guts itu dan artinya kau muak denganku tapi semakin aku ingin melupakanmu rasanya semakin tidak mungkin,"
"Dan kau perlu tau walau kau jarang melihatku tapi aku selalu melihatmu dari kejauhan." Sambungnya.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Message
Fanfiction"Awalnya ku kira kau tidak akan pernah tertarik padaku." -Ashley Mckenzie