Lembar 5: Serpihan Rindu

8.4K 850 301
                                    

Dedicated for my partner who always being a masochist : al-al12 ngahahahaha...
Part genap di dia, ya temen2... tolong pahami diri kami yang absurd ini.
.
Salam,
DAKI
(Duo Absurd Kayangers Independen)
.
.

Cilok bakar dan saus kacang

Azayn nggak suka bertengkar dengan mas Tim. Dia jadi kangen pada mas-mas maha mesum yang judes setengah mampus itu. Azayn belajar mesum karena mas Tim mesum. Sekarang Azayn jauh lebih binal, mas Tim malah belum puas. Azayn harus apa? Kalau ngambek ke mas Tim gimana sekolahnya? Azayn mau nebeng siapa?

Seminggu ini hidup Tim berubah drastis. Nggak adanya Azayn mengisi hari-harinya membuat Tim merasa ada yang kurang. Dia nggak peduli dengan sangu sekolahnya yang disunat Mak 70%. Atau pun telur ceplok yang ditiadakan Mak gegara ia marah dengan si Marmut. Yang lagi dirasakan Tim sekarang adalah sepi. Sunyi. Senyap. Tawa dan keabsurdan Azayn adalah dopaminnya selama ini. Dan sekarang, satu-satunya zat yang membuat hidupnya bergairah seolah-olah dicerabut paksa dari sisinya. Tim kangen. Dan ia nggak bisa ngebohongi perasaan itu. Bayang-bayang penampakan dua pantat imut dan anu jempol kucing ngondek itu, terngiang-ngiang selalu di kepalanya. Ia rindu masa-masa itu. Rindu celotehannya. Rindu keanehan si kerdil. Tim rindu Azayn. Sangat. Teramat sangat. Tapi ia nggak tahu bagainana cara ngebuat makhluk mungil itu mau berbaikan kepadanya.

Sementara itu Azayn juga tengah mikir. Mikir bagaimana cara baikan dengan mas Tim. Meski jujur, Azayn masih bete pada mas-mas ketus itu. Azayn takut kalau dibuang oleh mas Tim. Jadi, si Mungil akhirnya nongol di jendela. Menunggu mas Tim 'say hi!' padanya. Kalau mas Tim nyapa duluan, Azayn mau ngajak mas itu ketemu. Azayn sudah nggak marah, kok! Kata bunda, nggak boleh ngambek lebih dari tiga hari. Ini sudah seminggu, lho!

Tim mondar-mandir di kamar. Ragu untuk ngebuka jendela. Karena selama seminggu ini, jendela kesayangannya di seberang sana selali tertutup rapat buatnya. Tim nggak mau kalau ia ngebuka jendela, jendela kamar Azayn masih tertutup. Oh itu adalah pemandangan yang paling menyakitkan baginya. Setelah menimang cukup lama, akhirnya dari perdebatan yang berlangsung sengit di kepala Tim, pemuda mesum itu memutuskan untuk ngebuka jendela. Berharap ada sepotong wajah si Marmut di seberang. Tangan Tim mantab membuka kancing jendela, menarinya ke atas. Lalu, perlahan ia dorong daun jendela, suasana halaman pagi yang cerah mengintip dari sana. Semakin lebar ia buka jendelanya, dan ketika tuh daun udah hampir sempurna terbuka, suasana Mak menggelegar dari dapur, "Tiiiiiiimmmmm ... kasih makaaaan ayaaaaaam!!!"

Azayn masih menunggu. Menunggu mas Tim membuka jendela kamarnya. Sekian lama dia menunggu, akhirnya dia melihat ada pergerakan di sana. Jendela mas Tim bergerak, terbuka sedikit. Lalu semakin lebar. Semakin lebar jendela kamar mas Tim terbuka, semakin lebar mata serta mulut Azayn melotot dan melongo. Namun setelah itu berhenti. Jangan-jangan mas Tim tahu Azayn sedang menunggunya. Lalu ketika melihat si mungil itu berdiri di balik jendela, mas Tim nggak jadi buka jendelanya. Azayn galau. Lalu setitik air menetes dari sudut matanya. Mas Tim membuangnya.

Tim cemberut. Mak ini emang nggak bisa apa lihat anaknya lagi berjuang untuk memperbaiki keadaan dengan Azayn? Masa Minggu pagi-pagi dah disuruh aja kasi makan ayam. Nggak bisa ditunda? Siangan kek? Atau malam? Ah Mak pokoknya nggak asik. Tim nggak suka. "Kapan lu bawa calon mantu Mak ke rumah lagi? Mak kangen tauk?" Tim terperanjat ketika suara Mak tiba-tiba nongol di kandang ayam. Tim menoleh ke arahnya. Keningnya ngetril. Bingung. 'Mantu? Siapa?'.

"Maksud, Mak?" Tangan Tim mengaduk-aduk dedak, memasukkannya ke wadah makan khusus ayam. Mak yang sedang menyapu bawah keranjang ayam, kembali mendumel, tak menolehkab sedikit pun perhatiannya.

Mendaki AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang