Malamnya Dimas membawa Angelica keapartemen Lian dan setelah menunggu selama 15 menit, Orlando datang dan ikut bergabung bersama mereka.
Suasana canggung yang menyelimuti keempat orang itu seketika menguap begitu saja saat Dimas dan Orlando membuka obrolan. Kedua pria itu bahkan asyik bercanda layaknya teman lama yang baru saja kembali bertemu.
"Sampai kapan kalian diam?" Teguran Orlando sontak membuat Angelica dan Lian saling lempar pandang lalu menatap Orlando sambil mengerutkan dahinya.
"Apa itu penting, lanjutkan saja obrolanmu sama kak Dimas" Sahut Angelica ketus.
Orlando tesenyum lalu melirik Dimas.
Dimas yang duduk di samping Lian akhirnya menyenggol lengan Lian.
"Baiklah, bolehkan aku bicara dengan Angelica?" Pinta Lian setelah mendapat kode dari Dimas kalau inilah waktunya gadis itu bicara.
"Untuk apa?"
"Lica aku mohon! Aku tau kamu belum bisa menerima dan memaafkanku, tapi walau bagaimanapun kita tetap saudara" Ucap Lian kemudian berpindah duduk di samping Angelica.
Kedua gadis itu lalu terdiam.
Angelica menundukkan wajahnya, hatinya memang tak menyangkal kalau Lian adalah kakaknya tapi kenapa ia sangat sulit menerima Lian? Dan kalau ditelisik dengan seksama, Lian memang mempunyai kemiripan dengannya, tapi kenapa ia baru menyadarinya?
"Lica" Lian meraih tangan Angelica dan menggenggamnya dengan lembut. "Maafkan aku, aku tau aku sudah sangat bersalah padamu, tapi sekarang setelah aku tau semuanya, aku benar-benar menyesal, dan merutuki kebodohanku" Air mata Lian mendesak berkumpul dipelupuk matanya dan bersiap untuk terjun bebas, begitupun dengan Angelica. "Maaf" Ucapnya lagi dan akhirnya bulir bening luruh menganak sungai membasahi pipi Lian dan juga Angelica.
Kedua gadis itu menangis merasakan sakitnya masing-masing. Sakit karena mereka tak saling mengetahui dan sakit karena mereka dipertemukan dalam suasana yang tidak menyenangkan.
Lian memberanikan diri untuk memeluk Angelica duluan.
Angelica hanya diam, gadis itu tak membalas ataupun menolak pelukan Lian. Tapi jauh di dalam lubuk hatinya, Angelica merasakan kehangatan seorang kakak yang memeluknya, saudara perempuannya.
"Ya Tuhan... Lian kakakku dan satu-satunya keluarga kandungku" Angelica membatin dan akhirnya tangannya terangkat untuk membalas pelukan Lian.
Angelica tersenyum. Gadis itu memilih untuk memaafkan dan berdamai dengan hatinya, ia tidak mau menyimpan kebencian pada saudaranya sendiri. Terlebih sekarng Lian sudah menceritakan semuanya.
___
"Apa yang kamu pikirkan?"
Angelica yang kini ada dibalkon apartemen Lian setelah bicara banyak dengan Lian seketika terlonjak kaget, apalagi Orlando tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.
"Aku hanya sedang memikirkan semua cerita Lian" Jawab Angelica sambil melepas pelukan Orlando lalu berbalik dan matanya memicing tajam menatap Orlando.
"Jangan menatapku seperti itu. Apapun yang kamu pikirkan aku harap itu tidak membuat kepalamu sakit" Orlando mengelus puncak kepala Angelica.
Sementara Angelica masih menatap tajam Orlando, dan itu mengundang senyum Orlando hingga pria itu menggeleng pelan.
"Baiklah, sekarang aku tau apa yang sedang kamu pikirkan. Aku memang pria jahat dan selalu saja menyakitimu. Aku tidak akan menyangkal itu, tapi satu hal yang harus kamu tau dan kamu ingat baik-baik, aku tulus mencintaimu" Orlando meraih tangan Angelica dan menyentuhkannya didada kirinya, dimana Angelica bisa merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. "Tanpa syarat dan tanpa alasan. Aku tidak tau kenapa tapi tidak ada alasan spesifik kenapa aku bisa sangat mencintaimu. Lagipula kalau aku mempunyai alasan kenapa aku mencintaimu, maka saat tidak ada alasan lagi untuk mencintaimu, itu artinya cinta yang kurasakan akan menghilang begitu saja" Suara Orlando begitu tenang dan lembut dan tatapannya pun begitu dalam pada Angelica.