Entah
Isak tangis mewarnai pemakaman siang itu. Disamping kuburan baru itu, berdiri seorang pria tanpa isak tangis yang mempengaruhinya. Saat semua orang berlalu dari hadapannya tinggalah dia seorang diri. Rasanya ia tak perlu menangisi kepergian gadis itu, karena ia tak merasakan apa yang dirasakan gadis itu.
Setelah beberapa menit lelaki itu berdiri, ia pun berjongkok dihadapan kuburan itu dan meletakkan diary yang sedari tadi ia genggam. "Aku sudah membacanya, maafkan aku!"
Dengan langkah gontai ia pergi meninggalkan pemakaman siang itu. Semua perasaannya telah diungkapkan di tempat ini, akhir dari kehidupan gadis itu di dunia. "Akan kuingat saat pertama kau dan aku bertemu, sama seperti yang kau tulis dalam diary..."
***
Hari yang melelahkan bagi gadis sepertiku. Gadis yang tak tahu aturan, itulah yang dikatakan guruku beberapa waktu yang lalu. Bagaimana mungkin seorang guru muda berani mengatakan itu semua pada muridnya dengan kasar. Bukan aku yang tidak tahu aturan tapi kau, guruku! Hanya karena aku terlambat 5 menit, kau menghukumku dengan keras.
Tapi tidak apa-apa. Karena aku sudah punya pengganti kemarahanmu itu, guruku! Saat aku keluar dari sanggar bututmu, tak sengaja aku menabrak seseorang. Aku menatapnya takjub, malah aku bengong beberapa detik. Kukira karena dia tampan dan keren pasti dia juga ramah dan baik hati. Ternyata tidak. Dia malah mengacuhkanku saat aku menawarkan jabatan tanganku. Dia juga malah bersikap dingin dan langsung meninggalkan aku saat seseorang memanggilnya. Jadi aku hanya diam saja. Arrgh... menyebalkan bukan?
Tapi sampai sekarang, diary, bayangan wajahnya masih menempel dipikiranku. Aneh, biasanya hal-hal seperti itu tak pernah aku pikirkan. Namun kali ini dia seperti telah menempel diotakku.
***
Lelaki itu masih berdiri di depan pemakaman. Dia termenung. Dalam pikirannya gadis periang itu masih hidup dan tersenyum manis padanya.
"Aku juga akan mengingat semua yang telah kau tulis dibuku diarymu. Aku berjanji!"
***
Minggu ini sepertinya minggu sialku. Bayangkan saja, beberapa hal yang telah membuatku jengkel malah terulang kembali.
Seperti biasanya aku dimarahi habis-habisan oleh guruku. Dia masih saja mengatakan bahwa aku adalah gadis nakal yang tidak tahu aturan. Kali ini memang aku yang salah. Aku membolos. Bolos hari minggu, hari yang seharusnya dipakai untuk beristirahat dari pekerjaan-pekerjaan yang selalu kau berikan, guruku! Tapi kenapa hanya aku yang kau tugaskan untuk pulang pergi mngambil dokumen tidak pentingmu. Sepertinya aku harus keluar dari kegiatanku. Ini sangat membosankan.
Tapi ada untungnya juga aku membolos. Aku bisa bertemu dengannya lagi. Di supermarket dekat rumah, itulah tempat kedua aku bertemu dengannya. Disana aku malah membuat kekacauan. Tak sengaja aku mengambil belanjaannya. Kukira itu punyaku, ternyata bukan! Ketika aku akan mengembalikan belanjaan padanya, dia sudah berdiri di ambang pintu supermarket dengan wajah kesal dan sebal. Mungkin jika kau kubawa, kau bias melihat ekspresi wajahnya, diary. Arrgh... kacau! Dan seperti sebelumnya, dia kembali bersikap dingin padaku. Padahal aku sudah meminta maaf padanya, diary!
Ah, kenapa aku tidak bisa melupakan wajahnya? Dan sekarang aku malah teringat pada sikap dinginnya. Apa kau tahu sebabnya, diary?
***
"Maafkan aku. Aku tidak bisa membalas senyumanmu..." Lelaki itu melenggang pergi dari sana. Deru mobil bersiap memulai perjalanan. Tapi segera ia mematikan mesin mobilnya. Kini dia hanya diam terpaku tanpa bisa melepaskan pandangannya dari tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rengkuh
RomanceSang perempuan: Dia tak bersuara. Dia pun tak pernah mengenaliku. Apa dia itu bisu? Padahal aku ada disampingnya. Sang lelaki: Perempuan itu mengusikku. Dia bukan orang yang sama. Tapi kenapa dia selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa dia sama dengan...