Request - 5

171 31 0
                                    

Empat hari berada di kamar dengan bermacam-macam obat membuat laura muak. Dia ingin keluar dari kamar nya itu. Dia menguatkan diri untuk sekolah. Seperti keinginan nya satu hari yang lalu. Dia ingin melihat orang yang dia sayang bahagia.

Laura menuruni tangga menuju meja makan dengan menahan rasa pusing di kepala nya. Sesekali dia terhuyung kesana kemari karena pusing nya.

"Pagi bun, pagi ayah, pagi ka.." sapa laura dengan senyum nya.

"Pagi sayang.. kamu yakin kuat sekolah?" Tanya bunda dengan nada khawatir.

"Kuat kok bun, kan citra kuat dari dulu.. hehe.." Laura berusaha memberikan senyum.

"Ya udah, sini makan dulu cit. Gue kangen.. empat hari ini lo gak makan sama kita.." ujar ka Tiara dengan senyum manis nya.

Tiba-tiba raut muka laura berubah. Setiap dia melihat senyum ka Tiara dia selalu teringat senyum marsya.

"Cit? Citra? Lo gak papa kan?" Tanya ka tiara yang khawatir dengan perubahan raut muka laura.

"Eh?! Gak papa ka. Ayok makan ka."

***

Setelah makan laura berangkat sekolah dengan ayah nya. Biasa nya laura berangkat sekolah dengan mobil sendiri. Tapi sekarang ayah dan bunda nya sudah melarang.

"Ayah, nanti citra pulang nya sendiri aja ya. Citra mau latihan dulu nanti."

"Yakin cit? Kamu masih sakit loh?" Jawab ayah dengan raut muka seperti tidak setuju.

"Iya yah, kan nanti ada--"

Deg

'Lo terlalu berharap cit, rian aja mau pdkt sama marsya. Lo masih ngeharapin dia jagain lo?'

"Ada? Ada siapa cit?" Tanya ayah nya.

"Hah?! Oh ada Puja kok yah. Jadi aman." Ujar laura dengan cengiran kuda nya.

"Udah sampe nih. Ayah pamit kerja dulu ya cit. Kalo ada apa-apa langsung telepon ayah aja, okey?"

"Siap ayah, citra sekolah dulu.."

***

Laura berjalan di koridor sekolah menuju kelas nya. Tidak ada yang berbeda disini. Sama seperti biasanya. Sebagai anak yang tergolong populer, di koridor selalu ada yang menyapa laura. Semua sapaan itu hanya di balas dengan senyum ceria khas laura.

"Lauraaa!!! Asli gue kangen banget!!? Teriak Puja yang berlari dari depan kelas menuju laura yang sedang berjalan. Puja memeluk laura erat.

"Tumben ja lo sapa gue kaya gini?" Raut wajah laura tidak berubah, masih ceria padahal didalam diri nya dia bertanya-tanya apa yang terjadi.

"Hehe.. kangen laa.. gue kangen lo.. banyak yang mau gue ceritain ke elo.." Puja nyegir kuda khas orang lemot.

"Hm, yaudah masuk yuk, gue anter tas dulu."

***

Mereka berjalan memasuki kelas dan seketika air ludah laura seperti kering, dia hanya bisa meneguk air ludah nya ketika melihat rian--- bersama marsya?

Deg.. deg.. deg..

Hati laura seperti mencelos jatoh dari atas tebing yang curam, tertusuk beribu jarum tepat di hati nya.

"La? Laura lo kenapa? Hey la?" Tanya puja sambil mengayun-ayun kan tangan nya di depan muka laura.

"Hah? Eh gak papa ja. Tiba-tiba gue kebelet mau ke wc ja. Gue ke wc dulu ya.. titip tas gue okey?" Ujar laura sambil memberikan tas nya kepada puja.

Entah apa yang dipikirkan laura. Hati laura berkata kalo dia harus memperjuangkan cinta nya bagaimana pun itu, tapi otak dan logika nya berkata lain. Laura bingung, dia harus bagaimana.

Sudah tidak sanggup lagi menahan air mata nya. Sampai di wc dia langsung masuk salah satu bilik wc. Dia menangis dalam diam. Dia sudah tidak tahu harus bagaimana.

****

Kringg.. kringg..

Jam pelajaran sudah akan dimulai, laura berusaha keras untuk kembali ke kelas sambil menahan rasa pusing nya. Jelas laura pusing jika waktu 30 menit dia habiskan untuk menangis di dalam wc. Berjalan di koridor sekolah yang mulai sepi membuat laura agak takut kalo dia akan telat masuk kelas. Tapi untung saja, laura sampai dikelas berbarengan dengan guru fisika yang akan masuk juga.

"Anak-anak sekarang buka buku kalian hal 81. Kita akan memasuki bab pelajaran yang baru." Perintah bu munik.

"Baik bu.."

Laura masih saja diam, pikiran nya kosong. Sampai rian menyadarkan laura dari lamunan nya.

"Cit? Lo kemana aja tadi? Yang gue lihat cuman tas lo." Tanya rian yang sibuk mencari halaman buku nya.

"Eh! Tadi gue kebelet banget yan. Sekalian ke kantin juga mau beli susu." Laura tidak sepenuh berdusta. Dia memang kebelet mau nangis tadi.

Oke lupakan kebelet nangis itu.

"Oh iya.. lo tau gak cit? Gue tadi--" kata-kata rian terputus ketika dia melihat bu munik menatap nya yang sedang ribut sendiri.

"Kenapa yan?" Tanya laura. Padahal laura sudah tau rian mau menceritakan apa.

"Nanti aja deh cit. Tuh bu munik garang banget muka nya." Bisik rian sambil mendekatkan wajah nya pada laura dengan pandangan kepada bu munik.

Pipi laura memanas. Bagaimana tidak ketika sekarang wajah nya hanya berjarak beberapa centi dari wajah rian.

"Ekhm.. tam? Bisa duduk yang bener gak? Gue susah banget lihat papan tulis ini." Tegur robi yang dari tadi cekikikan melihat rian dan laura.

"Eh?! Iya rob. Sorry ya bro." Ujar rian santai?

Santai?

'Disaat gue merasa ada yang beda, lo cuman santai yan? Gak ada sedikit pun gue didalam hati lo? Sedikit pun?

Sedikit pun itu?

Sekarang gue sadar kalo seharusnya gue gak perjuangin rasa ini yan. Tapi gue gak bisa berhenti, karena jalan perjuangan gue udah seperempat jalan. Gue gak bisa mundur lagi. Tunggu gue yan.'

-------

Tugas sekolah menumpuk dan merubah segalanya. Hehe.. vote nya ditunggu..



RequestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang