4. Pemberian Dunia

224 9 2
                                    

Begitu pagi menjelang, tidak butuh lama untuk Dion langsung berangkat mengingat hari senin dimana semua siswa berbaris sejajar menghadap tiang di temani terik matahari pagi hingga terasa peluh sampai baju. Ruangan berbentuk kubus besar sudah beberapa di isi siswa entah berbincang atau mengerjakan tugas. Hal itu terlalu mudah di hadapan Dion, dan sekarang ucapan Bram terus mengiang "Lo tau" mata gelap milik Bram melayang, "badannya gila!" serunya takjub memukul punggung Dion penuh binar.

"Berisik, gue tau badannya aduhai kaya bola" ikut membayangkan bagaimana kalau badannya seperti model Victoria secreat namun sayang sekali bayangan itu harus musanah dengan kenyataan.

Berbicara badan, jangan di tanya ke empat cowo itu akan selalu menatap seluruh permukaan, berbisik sampai orang yang menjadi topik ikut mendesis penuh ancaman sampai ke empatnya bergedik ngeri, "Gila! Serem" Tio meringis takut turun dari meja.

"Kasih upan"

"Ogah!"

Dion terbahak, tubuhnya terguncang kencang memukul-mukul meja "Bumi goyang!!" teriak mengisi ruangan.

Berbeda beberapa orang tertawa lain hal dengan wanita itu, ia mendecak sebal menutup kedua telinga dengan alunan musik, yang lain melanjutkan kesibukan masing-masing seusai tidak peduli lagi terhadap empat orang gila di pojok kelas.

Kepala Roy sedari tadi tak henti berhentak akibat ulah ke tiga temannya, berulang kali mulut terasa keram terus terbuka, "Gila, gila, gila" kepalanya menggelang tidak terima, "Gue di kira suka sama tuh orang?" tidak terima mendengar gurauan Bram menunjuk wanita itu dari belakang, dan berkali-kali ruangan kelas harus berhenti sejenak menatap ke arah mereka karena suara keras mengganggu dan mengggema.

Suara keras itu sampai membuat wanita tadi ikut terdiam, "Gila kali!" kata bumerang namun sampai hati terucap.

Seolah tersadar dalam kondisi kelas, Roy menjadi tertawa sumbang memperhatikan kelas kikuk.
"Wah parah lo"

"Tuh cewe marah yo"  melihat Dion menurunkan kaki dari atas meja dan duduk seperti semula baru sadar, Lola sudah pergi dari kelas. Salah bicara!.

"Bakal dapet masalah bro" desis Bram memajukan tubuhnya agar terdengar oleh ke tiga orang itu penuh arti.

Dion berguma takjub, tidak menyangka Lola akan marah keluar kelas seperti anak kecil. Kedua tangan di taro atas meja santai, lalu menatap Roy prihatin di buat-buat "Gue rasa-"

"D.O nih" celuk Bram menahan tawa, turun dari sandaran bangku menaruhnya kembali.

Di sebrang, Tio hanya dapat menggelang pusing memiliki teman seperti mereka, sebari bangkit jalan menyusul.

Di koridor mereka seperti kawanan bebek yang saling berebut makan, kadang mendorong hingga Dion di pojok terpental lalu saling balas hingga menubuk beberapa orang, saking kesalnya mungkin di biarkan saja hingga tubuh Dion mengenai dinding koridor tanpa siswa yang sudah menghindar kesal.

"Sial!" makinya melihat ketiga orang gila itu sudah pergi menuju lapangan. "Bangsat woy!" berteriak hingga di balik punggung itu tertawa menjentikkan jari sukses.

Sial sepi, dari ujung beberapa guru sudah melihatnya penuh binar bahaya, dengan beralasan sakit perut Dion berbalik arah menunggu di bilik kantin.

***

"Bangsat!" gebukan dari belakang membuat minuman dalam mulutnya keluar.

Mengambil tahu, "Itu tahu khusus buat gue" sidik Dion nggak terima.

Bram yang melihat Roy malah beralih pada mas Kong meminta tahu, dan pasti dengan berujung tidak di bayar.

Karya tak BertuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang