Angan Semu

211 1 2
                                    

Angin mengingatkanku pada musim panas akhir Agustus. Rasanya dia menjadi orang ke-3 dalam 'pertemuan' kecil itu..

Senyumku terkembang tipis pada deretan tumbuhan di depan mata. Deretan kelas X IPA 1-6 memang tempat paling enak untuk mengobrol. Jujur saja. Bukan kami namanya kalau tidak menggosip secara tidak langsung.. Mengabsen satu-persatu orang yang memusuhi. Sejak dahulu kala hingga jaman Samsung S4 digilai para penggemar gadget tahun ini. 

"Ada seorang Ratu yang memegang tahta lama. Kemudian ketika turun dari tahta, ia menangisi nasib. Belum siap." Pelan aku mendongeng. Dia yang sedari tadi sibuk meneruskan sketsanya menoleh ke arahku dengan raut 'lanjutkan!'. 

"Dalam cerita ini tahta dan kekayaannya adalah cinta" lanjutku. Dari ujung mataku, dapat kulihat ia kembali 'bekerja'. 

"Ratu hati kalau begitu!" Celetuknya. Aku terkikik geli. Rambutnya yang berpotongan bob itu sudah mulai memanjang. Raut wajahnya serius menatap sketchbook A5 di depannya. 

"Masalahnya adalah cerita itu menjadi refleksi kenyataan. Ratu yang ditinggalkan Rajanya, lalu krisis keuangan yang merembet ke sektor lain. Whuuz! Hilang seluruh hartanya!" 

"Curcolmu kali ini unik, Bee. Mirip dongeng.. meski aku tak bisa kau bodohi juga. Aku mau tidak mau sudah tahu tentang perjalanan 'Ratu'mu itu" 

"Hahahahaha!!!" Tawaku memecah siang bolong. Dia hanya mendengus pelan sambil meneruskan 'pekerjaan'nya.. Menggambar anime.. 

"Well, rugi pernah menjadi Ratu tak akan kukatakan. Tapi.. untuk untung.. aku ada banyak," 

"Apa untungnya?" Potongnya cepat. 

"Setidaknya dipuja itu 'asyik' !" 

"Kalau aku berkata sisi wanitaku yang terlihat kini tanpa maksud tertentu, itu lebih lucu lagi, Bee" 

"Bagus, kedokmu terbuka!" 

"Tapi sungguh di SMA ini lebih aneh rasanya daripada ketika di SMP dulu. Kalau dulu amat cuek, sekarang mulai.. yaah.. kau tahulah.. " 

Pelan sekali aku mendengus lalu tersenyum kecut, "Aku tak heran" 

"PHP bagi mereka" 

Angin berhembus lagi, kini lebih kencang daripada yang sebelumnya. Rambutku yang terurai diterbangkan dengan mudah. Alih-alih merapikan rambut, mataku menatap Seep. Kemudian apa yang terlontar dari bibirnya sudah dapat kutebak dengan jelas 

"Kita sering menyebutnya angan semu"

Angin yang bergemuruh tiba-tiba berhenti..

Mulai MelangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang