Empat

522 61 23
                                    


"Aku... a-aku tak tau, Hani-ah. Aku ingin bersamamu. Aku tak bisa tanpamu. Tapi-.. "

Keraguanmu menyiksaku sayang..
Aku sangat sangat menyayangimu, Seungcheol-ah. Bukan, aku sudah mencintaimu entah sejak kapan dan aku tau ini salah.

" Bisakah kau menunggu? Sampai anakku tumbuh lebih besar lagi?"

Aku tau. Woozi masih TK. Dino masih 3tahun. Anak-anak sekecil itu tidak seharusnya kehilangan kasih sayang kedua orang tuanya. Mereka anak Seungcheol dengan Doyoon, istrinya.

"Aku tak bisa memastikannya, Hani-ah.."

Seketika itu aku hanya merengkuhnya ke pelukanku. Membawanya pada kenikmatan yang mungkin tak didapatnya selama ini. Kuanggap aku menyetujui keputusannya atas pertanyaanku. Seperti biasa kami saling menjinakkan perasaan masing-masing.

Aku putuskan untuk menunggu.

End of Flashback

Aku meneguk botol soju ketigaku. Tenggorokanku yang terasa panas seperti terbakar tak menyurutkan hasratku meminum alkohol.

Aku butuh pelampiasan.
Aku frustasi. Aku hancur. Sekali lagi aku benar-benar hancur.

Aku memang tak seharusnya seperti ini. Bukan seperti ini kehidupan yang kuimpikan. Hidup diatas kehidupan 'bahagia' orang lain. Walaupun Seungcheol lebih bahagia denganku. Mungkin.

Hari ini aku melihatnya masuk ke cafe favoritku dan Seungcheol. Potret keluarga bahagia yang membuat iri pasangan lain. Figur ayah menggendong anak kecil dengan tangan kirinya dan tangan kanannya menggengam tangan lentik wanita disampingnya. Itu Seungcheolku dan istrinya. Sial! Aku serasa terbakar. Hatiku mencelos. Aku yang sedang duduk menikmati snack time ku langsung menyambar handphone diatas meja dan memalingkan wajahku ke arah jendela. Kutekan speeddial nomor 1.

"Hallo, sayang..."

Kusapa selembut mungkin orang yang kutelfon. Dengan senyum tipis aku menolehkan kepalaku dan bertemu pandang dengan priaku. Ya, aku dengan sombong menelefon Seungcheol yang baru mendudukkan anaknya. Kulihat raut terkejutnya, namun dia tetap tenang. Berjalan ke arah counter untuk memesan dan menanggapi panggilanku.

"Kau sendirian? Tidak bersama Jisoo?"

"Aku merindukanmu sayang.."

Aku merajuk.

"Malam ini aku datang. Tunggulah."

Kututup pembicaraan kami dan mata kami kembali bertemu. Senyumnya tersungging untukku.

Aku bahagia. Aku merasa perhatiannya sepenuhnya untukku saat itu. Hal itu terasa berputar, berbanding terbalik dengan keadaanku sekarang. Ketika tak ada Seungcheol di sekelilingku, aku merasa rapuh, menahan rasa sakit dan perasaan hampir gila ini. Aku hanya butuh Seungcheol untuk meredamnya.

Kutepis bayanganku tentang kejadian tadi siang. Kutelfon dia untuk yang kedua hari ini. Peduli setan dia sedang bekerja atau sedang bersama istrinya.

"Ada apa sayang?"

Seungcheol menjawabku lembut.

"Bisakah kau kesini. Aku membutuhkanmu.."

"H-hei, kau kenapa? Kau sakit?? Okaay okay aku segera kesana. Jangan kemana2 tetaplah disitu"

Tuutut tuut. Panggilan terputus. Aku bahkan tak bisa menjelaskan apapun. Suara serakku karena terlalu banyak minum membuatnya berpikir aku sakit. Aku memang sakit, aku hampir gila. Kuseret tubuhku sendiri menuju tempat tidur untuk sekedar meredam sakit kepalaku.

Seungcheol datang secepat kilat. Dia membawa sebuket mawar pink. Oh, tidak. Aku suka bunga walaupun aku pria. Tidak salahkan?

"Seungcheol-ah~"
Aku menatapnya sendu. Wajahku memerah seluruhnya karena mabuk.

Seungcheol menghampiriku dan menghembuskan nafasnya pelan. Dia menjambak pucuk kepalanya.

"Kau mabuk, sayang? Ada masalah heum?"

"Seungcheol-ah..." Aku hanya bisa memanggil namanya. Tenggorokanku tercekat.

"Ssstt.. Nanti saja kau cerita sayang. Aku ambilkan air, kau harus istirahat"

"Seungcheol-ah, kau tak akan meninggalkanku kan?"

"Tidak akan pernah"

Seungcheol membawaku ke pelukannya. Tak peduli kemejanya akan bau alkohol. Semakin erat ia memelukku, aku menangis.

"Sayang, jangan menangis.."
Seungcheol menarik wajah merahku menatapnya. Aku setengah sadar saat itu namun aku masih melihat kelembutan tatapan matanya. Aku tak ingin kehilangannya. Ini sakit.

"Temani aku, Seungcheol-ah.."

Entah berapa lama aku tertidur karena mabuk. Aku menoleh mendapati Seungcheol masih bersamaku. Bolehkah aku berharap? Aku tetap akan menahannya. Keegoisanku membuatku gila. Gila karena Seungcheol. Aku tersenyum dan mengecupi wajah Seungcheol.

"Aku mencintaimu"

"Apapun resikonya"

***

Hari-hari berjalan seperti biasanya dan tak ada yang berubah. Aku masih prioritas Seungcheol dan kami bahagia. Walaupun kami hanya menghabiskan waktu di apartemen atau pergi berlibur, aku sangat bahagia.

Seungcheol menikah untuk menyelamatkan keluarganya. Namun yang aku tahu, Doyoon memang tergila2 dengan Seungcheol sejak dulu. Aku rasa wanita itu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Seungcheol hingga menghancurkan keluarganya dan berhutang budi pada keluarga Doyoon. Selebihnya yang aku tahu Seungcheol tidak bahagia dan akhirnya menemukanku.

Sampai ketika hari dimana yang aku takutkan terjadi. Posisi ini dimana aku yang harus bertarung dengan perasaanku, egoku dan belas kasihanku.. Wanita itu datang. Untuk mengambil Seungcheolku.

TBCcccccc

Yeaay. Mybe two part again and selesai. Ini ff garing segaring krupuk. Maafkeun typos everywhere, tidak nyambung, acakadul, kurang menarik. Gue juga baru belajar manteman, kekeke

Vomments yess

Guilty PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang