Let Go and Lost

202 15 0
                                    

OS-NOVIKA PUTRI P.

***

Sekian lama aku menyembunyikan hatiku. Menutupi perasaan yang tak seharusnya ada. Melupakan semua kenangan manis bersamanya.

Seharusnya rasa ini tidak ada. Sebab baginya, aku hanyalah sebatas sahabat, tidak lebih. Tapi aku telah menganggapnya lebih dari dari i. Perlakuannya selama ini mengisyaratkan bahwa aku ini miliknya.

Tapi itu tak sungguh-sungguh mengisyaratkan bahwa aku adalah miliknya. Mungkin aku adalah orang yang ditugaskan untuk dijaganya. Bukan orang yang ada di sisinya.

Aku harus benar-benar membakar perasaan ini sampai hangus. Hingga hanya abu yang tersisa.

***

"Hai, Cici." Seorang laki-laki bertubuh kokoh melambaikan tangan padaku. Dia adalah orang yang selama ini mengisi hatiku, tapi tidak benar-bener terisi.

"Hai, Vian." Aku balik melambaikan tangan padanya. Ya, namany Vian. Sahabatku selama tiga tahun semenjak kelas 2 SMP. Entah kapan benih-benih suka ini hadir. Aku pun tak menyadarinya.

"Ci, ikut gue ke taman, yuk. Gue mau ngomong sesuatu sama lo."

Aku mengerutkan dahiku, dia mau bicara apa? Apa mungkin perasaanku selama ini akan terbalas? Penasaran, aku mengagguk. "Oke, ayo!" ucapku lalu mengikutinya berjalan menyusuri kota yang padat akan kendaraan ini. 

Sekarang aku sedang berada di sebuah taman kota yang sunyi. Rumput berhamburan luas di sini. Jarang orang-orang menghampiri tempat ini. Biasanya, aku dan Vian ke tempat ini untuk menghibur diri. Mungkin tempat ini juga yang menghidupkan benih-benih perasaanku padanya.

"Ci, gue mau tanya, kalo cowok ketemu sama lawan jenisnya terus jantungnya dagdigdug itu maksudnya apaan ya, Ci?"

Damn! Vian bertanya seperti itu kepadaku. Itu sama yang aku rasakan saat ini tapi sebaliknya. Eh, kenapa tiba-tiba dia bertanya seperti itu padaku? Apakah dia memiliki perasaan yang sama sepertiku?

Vian menepuk pundakku. "Ci, kok diem sih? Gue nanya dijawab kek."

"Eh, iya-iya. Mungkin lo ada rasa sama itu orang," jawabku gugup.

"Masa sih, Ci? Tapi gue juga ngerasaain gitu deh. Kayaknya bener gue lagi suka sama seseorang."

"Cie, suka sama siapa, Ian?" Mungkin saja aku.

"Em ... itu-tuh, namanya Via, Ci. Anak kelas sebelah gue, dia lucu kalo ketemu gue, kayak salting gitu deh."

Via? Jadi dia suka sama Via. Dan seharusnya, dari awal aku sudah yakin bahwa Vian tidak akan pernah membalas rasaku. Seharusnya, aku menyangkal perasaan ini. Seharusnya, aku melupakan Vian. 

"Oh, si Via, gue tau orangnya. Oh iya, udah sore nih, gue balik dulu ya. Bye!" kataku beranjak pergi dari tempat itu. 

"Loh, Ci, tunggu!"

Aku tak memedulikan Vian yang berteriak. Kurasakan tiba-tiba air mataku jatuh membasahi pipiku. Rasa sesak di hatiku menyeruak. Ingin rasanya aku berteriak saat ini sekencang-kencangnya.

Badanku terasa lemas, aku tidak tahan menopang badanku ini. Seketika badanku ambruk di jalan. Gelap.

***

Aku membuka mataku, aku sudah berada di kamar. Aku teringat terakhir kalinya aku pingsan di jalan. Menangisi apa yang telah terjadi. Lantas siapa yang membawaku ke rumah?

Orange JuiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang