Remember About Us

1.8K 77 4
                                    

Author gabbyglory


Siang ini, seperti biasa, aku akan duduk di meja pojok kantin sambil memperhatikannya yang tengah duduk di tengah-tengah kantin bersama gerombolannya yang terkenal itu.

Dalam hati, aku tersenyum. Entah kenapa, hatiku senang bila ia tertawa lepas seperti itu. Tawa yang menjadi candu bagiku. Tawa favoritku. Tawa yang selalu aku perhatikan.

Aku suka melihat ekspresinya. Dia punya beragam ekspresi yang menurutku sangat menggemaskan. Kadang, ia akan tersenyum lebar. Kadang, ia akan tersenyum hangat. Kadang juga, ia terlihat cemberut dan kesal.

Itu sangat menghibur.

"Samperin, gih. Daripada diperhatiin mulu." tutur Lena, temanku, sambil tersenyum penuh prihatin melihatku menggeleng kuat sebagai jawaban atas penuturannya itu.

Aku tidak mungkin menghampirinya, bukan? Itu pilihan terakhir dalam hidupku asal kalian tau saja.

Selama ini, aku sudah menekuni kegiatan memperhatikannya kurang lebih setahun yang lalu. Jujur saja, terkadang dalam hatiku sangat ingin untuk menghampirinya dan mengajaknya mengobrol barang semenit saja. Namun, rasa iri dan rasa asing itu lebih kuat dalam diriku sehingga kemungkinannya sangat kecil.

Lagipula, aku ini siapa? Namaku tidak terkenal di kampus. Wajahku juga tidak secantik gadis-gadis yang selalu berada di dekatnya itu. Aku juga tidak sekaya dia atau teman-temannya.

Aku ... tidak pantas.

Entah kenapa, akhir-akhir ini, aku selalu mendapatinya tengah menatapku. Aku tidak merasa terlalu percaya diri. Tidak. Hanya saja, aku mendapatinya tengah menatapku bukan hanya barang sekali ataupun dua kali. Aku sering mendapatinya tengah menatapku sudah lebih dari tiga kali. Bukankah itu aneh?

Perasaanku terbukti ketika dia menghampiriku dua hari yang lalu di depan kelasku.

"Hai," sapanya dengan nada kelewat ramah menurutku. Senyumnya yang menjadi favoritku itu ia perlihatkan saat tangannya terangkat mengajakku bersalaman.

Jantungku berdegup kencang menatap tangan yang tergantung di hadapanku. Mataku tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah wajahmu yang terlihat memerah kala itu. Tubuhku sudah lemas karna terlalu syok dengan keberadaannya di hadapanku.

Tidak pernah terpikirkan olehku dirimu akan datang dan menyapaku duluan tanpa aku minta.

Aku tersenyum dan balas bersalaman denganmu. Tanganmu halus dan besar. Aku suka. Tapi, aku lebih suka senyummu.

"Kenalkan," Kamu menarik nafas berat ketika aku hanya menatapmu dengan tatapan bingung, "Namaku Sean."

Aku sudah tau namamu, sayangnya. Tapi, aku tetap mengangguk dan menatap matamu. "Namaku Tessa."

Kamu tersenyum. "Senang berkenalan denganmu, Tessa."

Aku ikut tersenyum. "Senang berkenalan denganmu, Sean."

Itulah awal perkenalan kami.

Aku tidak tahu sejak kapan kita berdua jadi lebih sering mengobrol. Awalnya hanya sekedar bertukar senyum atau saling menyapa saat bertemu di koridor. Namun, lama kelamaan kita jadi sering mengobrol dengan berbagai topik. Mengobrol denganmu tidak akan pernah kehabisan topik dan aku senang akan itu.

Kita memiliki banyak persamaan setelah aku cermati beberapa hari ini. Kamu suka membaca, aku juga. Kamu suka memainkan alat musik, aku juga. Kamu suka menonton film, aku juga.

Tapi, apalah arti persamaan kalau kita berdua tidak memiliki status apa-apa.

Kurasa, aku mulai berharap lebih padamu.

Kumpulan One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang