Thalia menatap hamparan tanah yang sudah dilapisi rumput dengan tatapan kagum. Kini ia memiliki halaman rumah yang begitu besar.
Coba beritahu kepada Thalia, siapa yang tidak ingin memiliki halaman rumah yang besar? Pasti itu orang bodoh, karena menurutnya halaman besar itu sangat bermanfaat.
Bahkan, sebelum Thalia resmi pindah ke rumah barunya di daerah Jakarta Selatan ini, ia sudah meminta kepada Ayahnya untuk membuatkan halaman yang besar di depan rumah.
Kenapa di depan? Nah, untuk apa di belakang? Rasanya di depan lebih menarik, para tetangga yang melewati akan menatap taman rumah kita dengan tatapan kagum. Pasti itu sangat menyenangkan.Thalia sudah meminta kepada Ayahnya untuk memberikan bangku taman setidaknya dua dengan meja di tengah-tengahnya. Selain itu, ia ingin ada kolam ikan kecil dengan batu-batu sebagai pembatas pinggiran.
Namun, sejauh ini, baru sebuah bangku taman yang diwujudkan Ayahnya. Thalia bukan anak kecil yang akan merengek, ia pasti menunggu sampai Ayahnya tidak lagi sibuk dengan urusan kantornya."Tha," Thalia menoleh, mendapati Bundanya memegang sebuah kotak berwarna putih yang Thalia tebak berisi kue. "Tolong antar ke tetangga sebelah kanan dong," lanjutnya.
Thalia menaikan sebelah alisnya, dua hari yang lalu ke tetangga kiri, kemarin ke tetangga seberang rumah, dan sekarang tetangga kanan. Apa akan ada tetangga serong kanan dan kiri? Atau apa semua tetangga akan mendapatkan kue?
"Bun, buat Thalia ada?" Bunda mengangguk kemudian menyodorkan kotak tersebut.
"Setelah kamu antar, kita makan di dalam." Thalia mengangguk mendengar perkataan Bundanya.
Dengan segera, ia meraih kotak tersebut dan berjalan menuju pagar rumahnya. Hati-hati karena pagar rumahnya baru saja diganti warna menjadi abu-abu.
"Yah," pekik Thalia membuat Bunda yang sudah setengah membalikkan badannya segera menoleh lagi.
"Kenapa?"
"Bajuku," jawab Thalia kemudian mengangkat tinggi tangan kanannya, memperlihatkan bagian pinggangnya yang terkena cat.
"Yaudah nggak papa, tanggung. Selesai antar langsung pulang dan ganti baju."
"Bunda, siapa juga yang mau lama-lama di sana?" Bunda terkikik dan segera menyuruh Thalia untuk segera pergi.
"Bunda, siapa juga yang mau lama-lama di sana?" Bunda terkikik dan segera menyuruh Thalia untuk segera pergi.
Thalia berjalan melewati halaman rumah sebelah. Maklum, komplek baru, jadi halaman depan rumahnya masih terlihat hampir serupa, begitu pun cat dindingnya.
Namun, yang menarik perhatian Thalia adalah halaman rumahnya, di mana tembok yang menjadi pembatas antara rumahnya dan rumah tetangganya ini terdapat banner flag bertuliskan Happy Birthday Yezkiel.
Oh, jadi acara ini yang menyebabkan kemarin sorenya kacau. Jadi kemarin ada acara ulang tahun tetangganya. Tunggu, Yezkiel, bukankah itu nama anak laki-laki? Dan berapa umurnya? Thalia kembali menoleh dan mencari petunjuk berapa umur tetangganya.
Ia menemui sebuah lilin angka berwarna merah, angka tujuh dan satu. Pasti tujuh belas, tidak mungkin kakek tujuh puluh satu tahun merayakan ulang tahun."Thalia?" Thalia segera menoleh, mendapati Tante Ghina menyapanya.
"Tante, titipan dari Mama." Thalia menyodorkan kota tersebut dan langsung diterima dengan sopan.
"Kiel," teriak Tante Ghina membuat Thalia terlihat kebingungan. "Kenalin," lanjut Tante Ghina saat orang yang ia panggil sudah berdiri di sampingnya.
"Ini Yezkiel, anak tante. Kiel seumuran sama kamu." Thalia mengangguk kemudian tersenyum tipis.
"Kiel, ini Thalia, anak Tante Rena yang baru pindah." Yezkiel mengangkat tangannya, seolah mengajaknya bertossan tetapi Thalia lebih dulu menolaknya dengan sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan One Shot
Short StorySusah cari cerita One Shoot yang bagus dan menarik? Baca aja kumpulan One Shoot yang dibuat oleh para member CircleWriters. Semoga suka:)