Bab 2 - Ganin

9.3K 978 24
                                    


Bab 2
Ganin

Bandara Adisucipto, 22.30 WIB

Penerbangan hari ini berakhir di kota Jogja, bagaimana aku tak bahagia walau lelah melanda. Setelah hampir sebulan tak bertemu perempuan yang menguasai pikiran dan hatiku, akhirnya aku memiliki waktu bertemu dengannya walau singkat. Karena besok aku harus terbang lagi dan entah kapan bisa bertemu lagi kecuali mengambil cuti. Teman-teman yang sudah hapal denganku hanya akan meledek jika melihat sikapku yang jadi cerah ceria jika mendapat penerbangan terakhir di Jogja.

"Baru kali ini aku lihat pilot yang setia minta ampun," seru salah satu mekanik di penerbanganku.

"Aku memang pria setia, tidak sepertimu," balasku penuh kebanggaan.

"Jangan gede kepala dulu, maksudku setia berstatus lajang."

"Ck, untung suasana hatiku lagi baik. Sampai jumpa kawan, aku ketemu calon pendamping dulu."

"Jangan calon terus, yang ada disamber orang."

"Sial, sudahlah. Aku nggak mau moodku berubah buruk lama-lama denganmu."

Langkahku mantap ke luar bandara, supir taksi sudah menyapa untuk mengantarkan pada belahan hatiku. Kutepuk kepalaku karena lupa mengabari dia sebelumnya, semoga saja dia masih terjaga. Kubuka layar ponselku yang langsung memperlihatkan senyum perempuanku dengan lesung pipinya yang semakin membuatnya terlihat cute. Berulang kali kuhubungi tapi tak ada tanda-tanda telponku diangkat olehnya.

"Pak, sudah sampai."

"Oh ya, Pak. Makasih."

Kupandangi rumah tingkat dua berwarna pink, dengan pagar menjulang berwarna coklat. Sebuah kost-kostan yang sudah bertahun-tahun sering kusambangi. Aku hanya bisa berdiri memandang rumah itu berharap Adistia mengangkat telpon dariku. Cukup lama aku berdiri hampir satu jam dan Adistia tak juga muncul atau sekadar mengangkat telponku. Suara motor mengagetkanku, mungkin penghuni kost yang baru pulang.

"Ada apa Mas malam-malam di sini?" tanya salah satu dari mereka yang terlihat tomboy.

"Oh, maaf Cuma mau ketemu pacar saya tapi dia nggak angkat-angkat telpon saya,"
jawabku jujur.

"Eh, Mas Ganin ya?" Kali ini gadis berjilbab hitam mendekatiku.

"Iya, saya Ganin."

"Nyari mba Adis?"

"Iya, iya."

"Mba Adis kan udah nggak di sini, pulang kampung Mas."

Satu kenyataan mengagetkanku, Adistia sudah tak tinggal di Jogja hampir dua minggu. Ingatanku kembali ke tiga minggu lalu di mana dia mengatakan akan kembali ke Bandung dan aku mengiyakan. Aku tak menyangka dia akan benar-benar pulang ke Bandung.

Memang sejak kemarin itu dia tak mau membalas pesanku dan hanya menjawab telponku dengan mengatakan sibuk. Betapa bodohnya aku dari kemarin tenang-tenang saja. Aku sangat mengenal kekasihku, dia tipe perempuan sabar yang sangat mengerti keadaanku. Kuketik pesan untuknya, berharap dia membalas pesanku kali ini.

To: My Future

Dek, kenapa pulang ke Bandung nggak bilang?

Mas nyamperin kostmu

Mas nggak ada jadwal penerbangan ke Bandung bulan ini

Demi Tuhan Adistia, jangan begini

Balas pesan Mas, kita perlu bicara

Jangan Takut MenikahikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang